19. Keep Calm and Put Red Lipstick On
Sinar matahari menelisik melalui celah tirai kamar dan jatuh tepat di kepala Mutia, membuat wanita itu mulai bergerak dalam tidurnya. Perlahan dia mengerjapkan matanya, memandang langit-langit kamar berwarna putih. Sebuah senyum terkembang, dia teringat ayahnya yang akan mendiamkan dirinya seharian jika tahu bahwa anak perempuan bangun setelah matahari terbit. Dia merindukan ayahnya, juga ibunya. Sudah berapa lama dia tidak ke Solo?
Setelah urusannya selesai dia akan ke sana, tapi tidak sekarang. Tidak hari ini, karena hari ini dia sudah menyusun rencananya sendiri. Hari ini adalah tepat dua minggu kepergian Enoch. Berdasarkan informasi yang berhasil dikorek dari Emi, yang merangkap menjadi agen tiket pesawat tempat Enoch selalu membeli tiket perjalannya, pria itu akan mendarat di Bandara Soekarno Hatta pukul lima sore. Jika tidak ada kendala dalam perjalanan, suaminya akan sampai rumah sekitar jam tujuh malam. Itupun jika suaminya memutuskan untuk pulang. Mutia hanya tersenyum sinis atas pemikiran itu.
Bangkit dari tempat tidur, Mutia bersenandung pelan. Meregangkan tubuh sebentar di hadapan jendela yang sudah terbentang, Mutia menikmati hangat mentari yang membelai tubuhnya. Membiarkan kulitnya menyerap sebanyak mungkin energi yang ditawarkan sang surya, karena dia membutuhkannya nanti ketika suaminya pulang. Mutia menyukai kamar ini karena memiliki jendela yang menghadap timur, sehingga dia bisa bermandi cahaya ketika matahari perlahan meninggi.
Kaki telanjang Mutia melangkah perlahan, menikmati sensasi dingin yang diberikan lantai keramik kamarnya. Menghitung setiap jengkal dari kamar tempat mereka biasa menghabiskan waktu. Mencatatnya di kepala, siapa tahu nanti dia akan merindukannya.
Dia memandangi layar HP-nya yang berkedip, sebuah notifikasi bahwa e-mail masuk muncul. Mengusap layarnya perlahan Mutia membaca isinya. Sebuah senyum terukir. Sebuah penawaran spa dari salon yang baru saja membuka cabang di Indonesia! Wanita itu mengusap kulit lengannya yang terasa tak sehalus biasanya. Sepuluh hari ini sejak kepulangannya dari Singapura dia tak sempat memberi perawatan ekstra untuk tubuhnya. Tak ada salahnya'kan dia ingin memanjakan tubuhnya sekarang? Dia perlu hadir dalam keadaan terbaik untuk menghadapi suaminya nanti malam.
Setelah mengetik pesan untuk booking waktu perawatan di salon, Mutia berjalan keluar kamar. Memandang lamat-lamat seluruh penjuru apartemen yang telah ditinggalinya selama enam bulan. Mengingat semua percakapan, tawa, juga perasaan yang menggebu di tiap sudutnya. Menarik napas panjang dia menuju dapur, membuka kulkas lalu mengeluarkan bahan-bahan yang telah dibelinya kemarin. Dia akan menyiapkan masakan kesukaan Enoch, jika pria itu menyadari ada sebuah tempat bernama rumah dengan Mutia di dalamnya.
Dia harus menyiapkannya pagi ini, sebelum ke salon, sehingga nanti dia hanya perlu menghangatkan sebelum menyajikan. Dia tak mau bau bawang tercium ketika menyambut suaminya. Apalagi setelah tubuhnya mendapatkan perawatan spesial.
##
Lebih dari tiga jam Mutia menjalani perawatan bagai ratu di salon tersebut tanpa perlu mengeluarkan sepeserpun uang, cukup dia bayar dengan beberapa foto dan ulasan tentang pelayanan yang diberikan di tempat itu. Pihak manajemen salon sudah mengutarakan bahwa mereka tak akan keberatan atas pendapat jujur Mutia. Mereka akan senang jika pendapat Mutia positif, tapi masukan atas kekurangan pun akan tetap mereka apresiasi. Karena mereka juga membutuhkan saran dan kritik untuk meningkatkan pelayanannya.
Mutia memandang wajahnya yang tampak merona bercahaya, aliran darah ke kepalanya kembali lancar, setelah seminggu pucat pasi tanpa kehidupan. Tubuhnya terasa jauh lebih ringan dibanding sebelum kedatangannya ke salon. Nyeri yang tersembunyi karena terlalu banyak berbaring sudah banyak berkurang, dan ketika dia membelai lengannya kulitnya sudah kembali kenyal dan lembab.
Setelah pekerjaannya dengan Anna di Bandung terpaksa dihentikan pada hari ketiga, Mutia punya banyak waktu untuk berpikir dan merenung. Berbagai solusi diputar di kepalanya, berbagai kemungkinan berusaha dia lihat.
Dia mungkin telah jatuh cinta pada suaminya, jatuh sedikit terlalu dalam dari perkiraannya. Dulu dia tak pernah berpikir akan merasa ketakutan ketika jatuh cinta, tapi perasaanya pada Enoch menyadarkannya pada banyak hal. Dulu dia berpikir bahwa dia bisa menentukan kebahagiaannya sendiri, tapi menikah dengan Enoch telah membuktikan sebaliknya. Kebahagiaannya kini bergantung pada pria itu, sesuatu yang tak akan pernah Mutia inginkan.
Ketika jarum jam di ruang tengah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, Mutia mulai meletakkan potongan ayam yang tadi pagi sudah diungkep ke dalam pinggan tahan panas. Menyusunnya sedemikian rupa sebelum menyiramkan sebagian bumbu di atasnya. Ini adalah resep Ayam Panggang Oven andalan Linda yang Mutia dapatkan setelah menikahi anaknya. Makanan kesukaan Enoch.
Sembari menanti ovennya bekerja, Mutia mempersiapkan meja makan. Mengatur piring dan sayur pelengkap. Mutia sudah mengambil lilin aroma dari dalam penyimpanannya, tapi kemudian mengembalikannya karena menurutnya terlalu berlebihan. Di menit-menit terakhir menjelang jam tujuh Mutia berdiri di depan meja console, mematutkan diri, merapikan rambut sebelum menyambar sebuah tabung lipstik. Warna merah gelap menyembul ketika Mutia memutarnya. Warna kesukaan Enoch.
Enoch pernah mengatakan bahwa ketika Mutiamemakai warna lipstick itu, Mutia menyatakan diri sebagai wanita yang berani,independen, percaya diri, dan tak dapat ditaklukkan dengan mudah. Dan malam ini, Mutia akan menjadi sosok itu kembali.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top