9. Dilema yang Mana
Semakin jauh halaman yang terbuka, mengungkap cerita yang sebenarnya. Barisan kalimat terus membuat terlena membaca lebih lama. Ia membalik tiap lembar dengan semangat, demi menuntaskan rasa penasaran yang menggantung di setiap bab.
Halaman lain berganti, deretan kata berbagai rasa membuat seakan-akan masuk ke dalam cerita. Namun, ketika satu dialog terbaca, kata-katanya bertahan di pikiran.
"Bagiku, yang berdiri dalam kemuliaan tanpa batas adalah kamu, yang jatuh dari kasih karunia juga adalah kamu. Yang penting adalah 'kamu' dan bukan 'bagaimana' kondisimu."
"Tapi kalau 'kamu' yang jadi alasan buat dirinya pergi, gimana? I can not relate this one." Matanya memandang lama sebaris dialog tersebut kemudian mendesah pelan. Riani kembali mengganti ke halaman yang berikutnya, berusaha tidak mengasihani diri hanya karena sebuah kutipan.
Setelah semua yang terjadi, Riani jadi menata ulang apa yang seharusnya ia rasakan. Keinginannya untuk melupakan perasaan terhadap Jehian, malah berakhir memunculkan perasaan bimbang. Tentu Riani merasa sakit hati karena putus begitu saja, tetapi sakitnya bercampur dengan kasih mendalam untuk laki-laki itu.
Perasaan cinta tidak mudah terlupakan, terlebih sosok itu kembali hadir mengganggu hidup. Satu hal yang bisa Riani pastikan, rasa sakit yang Jehian tinggalkan untuknya lebih besar dibanding cintanya.
Jehian yang berkhianat, aku yang tersakiti,kenapa aku yang bimbang juga? Sebenarnya ada apa?
Riani berulang kali menggeleng. Ia memejam mata demi menenangkan pikiran yang berkecamuk serta membangun kembali imajinasi dari novel yang sedang ia baca. Wajahnya langsung berseri lagi ketika membaca bagian manis dari karakter yang tengah mengungkapkan perasaan.
"Ingin cowok kayak Hua Cheng," rengek Riani melebih-lebihkan.
"Ni, kemarin-kemarin pulang sama siapa?"
Suara wanita baya dengan rentetan meong muncul di dekatnya. Riani yang masih menyandar santai pada sofa segera melirik ke asal suara. Penampakan lucu ibunya dengan segerombolan kucing yang mengerubungi kaki membuatnya tersenyum lebar.
Riani teringat dengan pertanyaan sang Ibu hanya menjawab singkat, "Sama kakak tingkat, Ma."
"Kok sama kakak tingkat?" Terdengar nada keheranan dari balasan ibunya, tetapi Riani tidak terlalu ingin menjelaskan lebih detail, selain masalah kehilangan KTP yang sudah ayahnya urus.
"Gak sama Jehian lagi? Kan kapan tuh kamu pulang sama Jehian," tambah Ibu Ana tiba-tiba.
Novel yang sedang Riani baca dengan posisi mendongak tanpa aba-aba jatuh di atas muka. Jangan salahkan Riani yang tidak siap-siap akan pertanyaan ibunya tentang sang Mantan. Riani hanya takut kalau-kalau ibunya mengungkit hubungan mereka dengan pertanyaan yang mungkin tak bisa ia jawab.
Sayangnya, waktu Riani pulang larut malam itu, sang Ibu menelepon ketika dirinya masih diantar Jehian. Riani mau tak mau harus jujur tentangnya.
"Kan waktu itu dompet Nini hilang, Ma, terus kakak tingkat langsung ajak aku pulang bareng. Lagian sama Jehian mah cuma kebetulan."
"Oh, Mama kira pacaran lagi sama Jehian," celetuk Ibunya yang membuat Riani makin menutup muka dengan buku.
Gadis itu melontarkan gerutu kekanak-kanakan, tetapi Ibu Ana hanya tertawa geli mendengarnya. Suara kucing turut menyertai seolah-olah ikut menggoda Riani.
Celetukan dari sang Ibu memang tidak berefek apa-apa. Ia tahu kalau itu memang bercanda, meski agak malu baginya mengungkit lagi sosok mantan pacar yang satu-satunya orang tua Riani ketahui.
Hanya pada perkataan 'pacaran lagi' membuat Riani termenung. Windu telah memberitahunya bahwa tidak ada harapan untuk ia dan Jehian kembali pacaran. Riani sendiri tidak ingin berharap begitu, ia hanya ingin menuntaskan cerita antara dirinya dan Jehian, entah itu alasan laki-laki itu memutuskannya atau kehadirannya di WDNL. Riani cuma ingin semua jelas.
Namun, mengingat lagi yang telah matanya sendiri lihat. Riani jadi bertanya-tanya, mungkinkah bagi lelaki tersebut pergi tanpa perpisahan karena ada yang baru di hatinya? Jujur saja, Riani sempat memiliki pemikiran negatif tentang Jehian yang menemukan tambatan hati baru, tetapi ia mengenyahkannya karena percaya pemuda itu bukanlah tipe main belakang.
"Terus kemarin itu apa?" gumamnya sangat pelan. Riani sudah berbalik badan memunggungi ibunya. Jika terlihat dari belakang, Riani tampak fokus membaca novel, tetapi pikirannya tengah berkelana jauh.
"Ri, kamu tahu gak kalau si Elsa sebenarnya suka Jehian duluan," ungkap Dina sewaktu Riani memandangi gadis yang dibicarakan pergi dari bangku mereka.
Riani menaruh dagunya di atas lipatan tangan. Tatapan mata Riani seolah-olah melamun terpikirkan Elsa yang agak aneh tiap kali berbicara dengannya. Pantas, balas Riani dalam hati, tetapi di mulutnya ia berkata, "gak tahu."
Dina membalas, "Dari awal dia udah deketin Jehian, tapi karena sekarang kelihatan Jehian deketinnya kamu, Elsa mundur deh kayaknya."
Gadis yang kehilangan semangat itu tersenyum tipis. "Elsa jago ngomong, pintar bergaul," tutur Riani lesu. Fakta bahwa Jehian memilih mendekati Riani memang menyenangkan hati gadis yang sempat berambut sebahu, tetapi begitu dihadapkan kalau Elsa, teman sekelas mereka menyukai Jehian juga, Riani jadi minder.
Teman sebangku Riani langsung menepuk-nepuk punggung gadis tersebut. "Yang disukai Jehian, kamu, tenang aja."
Namun, Riani hari itu tidak bisa mengusir kegundahannya dan berakibat mendiamkan Jehian sampai pulang. Padahal Riani tahu bukan salah Jehian bisa disukai orang lain, hanya Riani saja merasa takut dirinya yang tidak menarik akan membuat sosok yang mulai ia sukai beralih.
Riani tahu Jehian itu lebih pendiam darinya. Namun, Tanisha tidak jauh berbeda dari Elsa dalam kepribadiannya. Meski Tanisha, senior mereka yang bersahabat, tetapi tidak mudah membuat Jehian mau berbagi kendaraan, bahkan dengan Riani sekalipun, awalnya. Apa Jehian sudah pindah ke lain hati sejak itu?
Jehian sudah lama terus datang ke ITT karena itukampus idamannya, apa emang mungkin karena ...?
Riani kemudian buru-buru bangkit dan pergi ke dalam kamar. Ia menyimpan buku tepat di sebelah gawai yang tergeletak dan berganti mengambil barang elektronik tersebut. Sudah lama Riani menahan diri untuk tidak mengetik nama pengguna Jehian di kolom pencarian twitter, tetapi sejak keputusannya mencari sesuatu yang mantannya simpan, hal ini menjadi kebiasaan lagi.
Jehianpeter dua hari lalu.
Between a rock and a hard place
Apa ini? Kenapa Jehian dilema? Riani mengernyit bingung dengan cuitan terbaru milik Jehian. Kalau ia mengurutkan yang telah Jehian lalui, dari meninggalkan Riani, menghapus semua jejaknya pada pemuda tersebut, hilang tanpa kabar lalu datang kembali seolah-olah dia juga sulit lupa Riani. Masa dia menyesal putus denganku jadi dilema?!
"Gak mungkin! Kata Kak Windu kita gak bisa sama-sama lagi."
"Atau ini berhubungan dengan perasaan barunya?" Riani menggaruk telinga sampai beberapa anak rambut keluar. Dengan kening yang masih mengerut, pikiran perempuan tersebut berusaha menyambungkan satu petunjuk aneh yang baru ia dapat.
Riani memikirkan satu hal yang belum bisa ia percayai. "Kalau Jehian masuk WDNL karenaku, lalu dengan Kak Tanisha?"
______________
Warung sisi jalan yang sebagian besar bahannya kayu tidak dapat meredam suara bising motor. Lampu sein yang menyorot langsung mati seiring mesin motor padam. Pemiliknya segera beranjak dari sana tanpa banyak bicara menuju bangku kayu panjang yang sudah lapuk dan berisi sosok lain.
"Dek seblak naon?"
"Yang biasa aja."
"Seblak makaroni? Kesukaannya Riani."
Orang yang baru saja mengucapkan itu langsung mendapatkan tatapan dingin. Namun, dia tampak tidak terganggu atau takut sedikitpun, malah melanjutkan dengan tenang. "Banyak yang sama-sama kalian suka, bukan salah aing kalau ingatnya gitu, Je."
Jehian tetap diam sementara waktu. Dia mengambil gelas pop-ice yang entah sejak kapan sudah tersedia di depannya. "Maneh benar, Rud. Banyak teuing yang sama," ucapnya sambil menatap gelas plastik berisi coklat yang dia putar-putar.
"Percuma sama oge teu jod--"
"Aing satu klub sama Riani di kampus."
"Anying!"
Jehian mendongak pada Rudi, sohibnya sejak SMA yang mendadak berdiri sambil mengumpat. Rautnya tetap datar dengan keterkejutan Rudi yang bercampur marah, dia sudah menduga laki-laki di sebelahnya ini akan bereaksi seperti itu jika menyangkut Riani.
Dia berdecak kesal mengingat yang terakhir.
Rudi tampaknya berusaha mengumpulkan ketenangan diri. Tidak ingin malam kumpulnya dengan Jehian berakhir perkelahian. Lelaki itu langsung berujar tanpa basa-basi, "Kalau gitu maneh kudu keluar dari klub."
"Geus tiga kali aing dibilang ini, dapat piring gak?" balas Jehian dengan bercanda.
Namun, orang di sebelahnya sama sekali tidak tersentuh candaan Jehian. Justru Rudi balik menatap Jehian seperti pemuda tersebut melihat saat menyebut Riani.
"Maneh masuk ke klub geus teu baleg, terus masih mau juga di sana pas ada Riani?" Ekspresi Rudi di balik kacamatanya menatap tak ramah kepada Jehian. "Gak akan ditahan lagi, ku aing gebuk, Je!" ucapnya bagai ultimatum.
Jehian tertawa sumbang sampai pelan tak terdengar. Dia menundukkan kepala tampak sendu. "Justru aing lagi bingung."
"Gak mungkin maneh ingin balikan, ingat kata--"
Jehian langsung menoleh sinis. "Kata siapa?" Kepalanya menggeleng-geleng memberikan tanda pada Rudi untuk tidak berbicara lebih jauh. "Gak bakal tahu."
Rudi pun memalingkan muka ke mangkuk seblaknya yang disediakan. Helaan napas yang cukup panjang terdengar, dia kemudian mengaduk-aduk isi dari seblak pesanannya.
"Jehian, Jehian, kalau maneh mau kejar bisa diluar klub, jangan nyakitin Riani lagi atau orang lain mun teu bisa sayang mahatau aing yang ambil"
______________
.
.
.
Jumlah kata: 1234
Bersambung
Kamus
1. Dek seblak naon?
Mau seblak apa?
2. Oge teu
Juga tidak
3. Aing
Saya/gue
4. Geus
Sudah
5. Geus teu baleg
Sudah tidak benar
6. Ku aing
Sama saya
7. Mun teu
Kalau enggak
Kamusnya nanti soalnya panjang
Jangan lupa komen ya
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top