8. Berdampingan

Jeritan histeria pecah saat kereta wahana coaster meluncur cepat. Dengan maksimal kecepatan sampai seratus kilometer per jam menuju jalur wahana yang berada di luar gedung setinggi 50 meter, suara-suara peluapan sensasi adrenalin mampu mengalihkan perhatian siapa pun yang mendengarnya. Namun, bagi kedua pemuda yang duduk bersebelahan, sensasi tersebut tidak terasa.

Hanya embusan angin menembus raga yang terasa bagi mereka. Mulut keduanya bungkam tidak mengikuti efek domino jeritan penumpang lain. Begitu pula ekspresi dua pemuda tersebut tidak menunjukkan kesenangan menikmati wahana, seolah-olah di dalam raga itu tidak ada jiwa yang menempati.

Keterdiaman di antara mereka membuat Windu gregetan. Walaupun mereka menganggap remeh wahana tersebut, sejak dari awal mengajaknya bersama adalah untuk memancingnya pada sesuatu.

Setelah kereta itu perlahan mundur ke dalam gedung, Windu menceletuk, "Tidak mau nanya?"

Jehian meliriknya sedikit kemudian mengangkat senyum tipis. "Kakak udah tau, saya perlu nanya apa lagi?"

"Apa saya perlu tanya kenapa Kakak dekat sama Riani?"

Windu pun tertawa sebentar. Orang di sebelahnya ini tahu tempat, tetapi terus maju dengan jalannya sendiri. Menurut Windu, hal itu lumayan patut diberi apresiasi, hanya saja jika mendengar alasannya, mungkin ada yang ingin memberikan pukulan.

Mata Windu masih menatap jalur roller coaster di depan, dia menurunkan garis senyumnya dan berkata, "Keluar dari WDNL kalau niatmu masih sama."

Pemuda yang diberikan ultimatum tidak memberikan reaksi apa-apa. Namun, rahang wajahnya menegang antara kebimbangan membela diri atau meluruskan alasannya.

Windu yang telah melepas sabuk pengaman berdiri lebih dulu. Sebelum dia meninggalkan Jehian, mahasiswa seni tersebut menambah satu pernyataan. "Kamu udah mengecewakan satu hati, jangan tambah orang lain juga."

Belum sempat kaki Windu keluar dari kereta, suara Jehian menghentikan langkahnya. "Kalau Kakak udah tau dari awal, kenapa gak hentikan saya dari awal juga?"

Windu melihat pemuda tersebut menanti jawaban, dia ingin membalasnya, tetapi barisan lain di belakang mereka juga sudah tersadar dari kegembiraan dan akan segera keluar. Dia tidak ingin mendatangkan kecurigaan dari yang lain cuma karena interaksinya dan Jehian tidak bersahabat.

Kalau semuanya terbongkar di awal, apa nasibnya klub ini?

______________

Satu hal yang menyulitkan ketika liburan bersama adalah tentang biaya. Akan sangat menyenangkan bila hal itu bisa ditangani satu orang, tetapi dengan metode pembayaran yang benar-benar modern sedikit merepotkan. Tidak masalah jika memang alatnya masih yang biasa dipakai banyak orang, masalahnya di taman hiburan ini berbeda.

"Padahal udah estimasi yang udunan cukup buat makan-makan juga," ucap Anin melas, perempuan berkeredung yang mengusulkan tidak up story instagaram.

"Ya saha nu nyaho, sih, makanan di TSB marahal."

Riani mendesah turut mengiakan. Ia melirik Windu yang masih diam memegang kartu megacash-nya dengan wajah merana. Karena segala transaksi yang diprioritaskan pakai berhubungan bank mega, mereka semua telah mengirimkan uang yang ditentukan sebagai biaya bersama jalan-jalan ke satu-satunya pengguna megascash, Windu Abraham.

Agak kasian, gumam Riani dalam hati. Kakak tingkatnya tadi sudah berkorban sedikit menalangi beberapa pengeluaran dengan simpanannya. Namun, mereka tidak bisa terus-menerus membuatnya membayar lebih dulu.

Riani pun menegakkan punggungnya dan berujar pada yang lain, "Ya sudah, pada bawa cash gak? Udunan lagi aja nanti tinggal isi saldonya sekalian bayar ke Kak Windu."

Anggota lain mengangguk-angguk setuju termasuk Jehian. Akan tetapi, ada satu yang terlihat mengernyit kebingungan. "Gak bawa cash banyak," ucap Denada agak merajuk. Perempuan itu langsung melihat ke Windu yang melambaikan tangan tidak masalah.

"Iya, iya enggak apa-apa," balasnya pasrah.

Riani hampir tergelak dengan kelakuan Windu yang lumayan menyedihkan. Macam kakak-kakak kena palak adiknya sendiri.

"Nanti aku ganti kok, Kak! Kalem!"

Riani juga akhirnya menggeser tas ke pangkuan untuk mengambil dompet. Anehnya ia merasa tas kecilnya itu menjadi lebih ringan. Pemikiran tak enak sudah muncul menduga-duga, tetapi ia berharap itu hanyalah perasaannya saja. Namun, siapa sangka, dari ritsleting yang tidak menutup sepenuhnya sudah memastikan dompet yang Riani cari tidak ada di dalam.

Ia mengangkat kepala menatap semua dengan gelisah. "Dompetku hilang."

Tanisha yang pertama langsung berteriak kaget. "APA? KOK BISA?"

Mata Riani sangat kentara panik dan ia menggeleng-gelengkan kepala bingung. "Gak kerasa apa-apa, tas aku udah ringan tau-tau dompetnya gak ada."

"Ari Riani ingat kemana aja teu? Tempat mahal gini mah gak mungkin ada yang ngambil, orangnya pada kaya-kaya jadi mungkin jatuh," ungkap Iqbal.

Namun, wajah Riani sudah semakin mengerut tak tenang. Gadis itu menyebutkan dengan terbata-bata tempat yang ia ingat pernah didatangi. Tanisha di sisi lain tempat duduk lekas berdiri, menuju Riani untuk mengelus punggungnya yang gemetar.

Windu juga ikut bangkit dari kursi kemudian berkata, "Kita keliling lagi ke tempat Riani mungkin jatuh dompetnya, kalau dalam 30 menit masih belum ketemu, balik lagi sini buat makan dulu."

"Riani, ada foto dompet kamu kayak gimana?" tanya Windu yang langsung menoleh.

Riani masih dengan kecemasan menyelimuti segera membuka gawai. "Ada, ada ... bekas beli di syopi," ucapnya seraya menangkap layar berisikan model dompet miliknya dari gawai sampai dikirimkan ke grup chat WDNL.

"Oke, kalian semua hati-hati, jaga barang kalian juga," ujar final dari Windu sebelum pemuda itu pergi sendirian.

Dengan banyaknya tempat yang telah Riani kunjungi, Windu meminta bantuan WDNL berpencar sendiri-sendiri. Bukannya tidak takut akan ada sesi kehilangan anggota nanti, tetapi demi memaksimalkan pencarian serta dengan jumlah orang yang sedikit, mereka harus mencari perorangan.

Meski kecemasan di Riani masih ada, ia harus menekannya dulu selama pencarian. Emosi yang tidak tenang tidak akan menbuatnya fokus dalam menemukan barang hilang. Riani kembali lagi ke Yamaha racing coaster ketika ia menunggu di tempat duduk sekitar sana sendirian menunggu anggota WDNL yang tengah menaiki wahana tersebut.

Karena dirinya yang sempat sendirian dan membuka tas untuk mengambil gawai, Riani sangat yakin kemungkinan besar dompetnya hilang berawal dari tempat ini. Namun, sudah memeriksa kolong, sela-sela wahana atau bahkan meluas hingga ke jalanan, ia tetap tidak menemukan jejak dompetnya.

Riani sampai mengulang lagi adegan ketika dirinya mengambil selca, tetapi begitu mengejutkan dirinya saat memandang layar, ia tidak hanya melihat wajahnya di sana melainkan ditambah Jehian berada di belakang bangku. Pemuda itu menjulurkan tangan dan menekan tombol yang memotret mereka berdua.

"Jehian!" teriak Riani langsung berdiri dari bangku.

Namun, lelaki berambut ikal itu lekas mengangkat telapak tangannya di depan muka Riani. Menolak memulai perdebatan yang sangat mungkin terjadi tiap mereka berdua.

Jehian justru membicarakan perihal dompetnya yang hilang sambil mendekati Riani. "Kamu buka-buka tas pas di mana aja?"

Riani melemaskan pundaknya dan menghela napas lelah. "Pas di Jelajah, Dunia lain, terus yang Special effect special effect gituan, tapi cuma buat ambil hape."

"Huum enggak apa-apa, ayo ke sana," ajak Jehian. Pemuda tersebut turut menujulurkan tangan ke arah Riani, tetapi sambutan yang tak kunjung datang membuatnya tersadar menarik kembali.

Riani berjalan di depan Jehian, mereka sama-sama setuju memeriksa Dunia lain. Karena dalam wahana tersebut sangat gelap sehingga memungkinkan Riani tidak sadar dompetnya jatuh saat mengeluarkan gawai.

Meski penuh dengan gemerlap lampu neon yang berwarna-warni di seluruh tempat, Riani dapat melihat siluet seseorang yang tidak asing berada di depan tempat tujuannya. Begitu mereka saling bertemu, raut keterkejutan tak terhindarkan dari semua orang.

Riani memelototi Windu yang mengernyitkan dahi ketika melihat kedatangannya bersama Jehian. Ketua WDNL tersebut langsung pura-pura memasang wajah bodoh amat dan menanyai Riani.

"Habis cari di mana? Di sini kata petugasnya kalau ada yang hilang nanti dikabarin."

"Dari roller coaster, tapi gak ketemu," ucap Riani murung.

"Di dalam dompetmu ada apa aja?" tanya Windu lagi. Kemudian Tanisha di sebelahnya ikut menambahkan, "Coba inget-inget lagi, tas kamu pas kerasa ringannya di mana aja?"

"Ada uang lumayan 300 ribuan, terus banyak setruk gak penting sama KTP." Riani menatap langit-langit sambil menjelaskan kembali alurnya berkeliling di TSB ini.

Tanisha menceletuk, "Yang paling penting, sih, KTP, bisi disalahgunain." Windu mengangguk-anggukan kepala sepemikiran di sebelahnya.

"Coba ke bagian informasi, mau? Siapa tau ada yang udah nemu terus ditaruh ke sana," usul Jehian sedikit menundukkan badannya ke arah Riani.

Riani mulai menimbang-nimbang, apa ia perlu menyudahi pencarian atau tidak. Akan tetapi, tempat bermain yang sangat besar serta padat pengunjung ini sudah jelas seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Ia juga tidak enak menunda yang lain untuk makan, jadi Riani mengangguk lemah pada Jehian.

Windu sudah mengabarkan di grup chat untuk yang lain kembali saja berkumpul di tempat mereka duduk. Sementara itu keempat muda-mudi ini menemani Riani ke bagian informasi. Di sela-sela perjalanan, Windu menanyai Riani lagi.

"Kamu masih pulang naik angkot?"

Riani menjawabnya dengan berdeham. Tanpa siapa pun mengira, ada dua suara yang tiba-tiba berkata padanya. Namun, karena suasana tempat yang ramai suara beriringan itu langsung hilang seakan-akan tak ingin ditemukan asalnya.

"Pulangnya nanti bareng saya mau gak? Daripada naik angkot," tawar Windu kemudian yang membuat Riani langsung menoleh. Lantaran mereka berjalan depan belakang ia bisa melihat pemuda satunya yang menundukkan kepala dan memperlambat jalan. Jehian mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Dalam keadaannya yang seperti ini Riani juga tidak punya banyak pilihan. Jika anggota lain mengumpulkan uang untuknya naik angkot yang sangat jauh ke arah rumahnya tentu akan sangat memberatkan. Tidak menerima tawaran Windu maka akan membuka kesempatan orang itu. Riani meliriknya dari sudut mata, masih menunduk diam.

Ia pun mengangguk sekali lalu menjawab, "Boleh, Kak."

Cara berakhirnya hari ini memang kurang berkesan. Kejadian hilangnya dompet Riani membuat suka ria WDNL tidak sepenuhnya tersalurkan. Anggota lain mengucapkan rasa turut prihatin padanya saat mereka hendak pulang.

Riani menghela napas lagi sebelum memakai helm yang Windu beri. Ia mendadak teringat sesuatu dan berkata, "Oh iya, aku jadi barengan sama Jehian tadi gak sengaja, kita gak ngapa-ngapain."

"Oke, kamu gak perlu laporan ini, sih. Ke pom bensin dulu ya."

Namun, Riani tetap mengomel membela diri. "Ya bilang aja, soalnya muka Kakak tadi sampai aneh gitu, siapa tau aku dikira melanggar."

Windu hanya menatapnya ke belakang dengan mata yang setengah datar. Di pengelihatan Riani, Windu malah seperti meme Mike wazowski yang kerap beredar dengan watermark Muhammad ibnu. "Turun," kata pemuda itu tidak ada ramah-ramahnya.

Riani menuruti Windu turun dari motor, meski diliputi rasa sebal main-main karena ucapan lelaki tersebut seakan-akan mengusirnya.Ia berjalan menuju dekat area keluar pom bensin dan berjongkok. Saat matanya bergulir acak menatap jalanan, Riani melihat di seberang jalan tepatnya berhenti di indodesember ada motor juga dua orang yang ia kenal.

Kedua orang itu baru saja keluar dari mini market bersama, memakai helm bersama, juga naik motor yang sama. Motor yang pernah membonceng Riani selama setahun ke belakang. Riani tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran tentang sejak kapan Jehian bisa bersama dengan senior klub mereka, Tanisha.

______________

.

.

.

Jumlah kata: 1712

Bersambung

Kamus-kamusan

1. Udunan : ngumpulin uang semacam iuran
2. Saha nu nyaho : siapa yg tau
3. Bisi : Takut

Kenapa jadi rebutan heh?!
Oke besok sendirian lagi yaaa
Sesuai peraturannya 👀

Deskprisi bawah kurang sreg

Yaudahlah

Silakan tinggalkan jejak

Sekian dan Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top