22. Berkorban dengan Sanksi
Windu menatap tangan Riani yang menganggur di atas meja. Selain gawainya yang sudah redup tidak menampilkan rekaman Jehian dan Tanisha, di meja itu hanya ada tangan mereka berdua. Detik berikutnya dia menggelengkan kepala dan menarik tangan ke bawah meja.
Riani kemudian mengambil gawainya dengan gemetar lalu bertanya, "Kakak kenapa bisa tau Jehian nembak Kak Tanisha?"
Pemuda itu mengarahkan badannya untuk menatap Riani. "Dari asal rumornya aja udah jelas, di fakultas dirgantara ada yang nembak anak klub anti cinta."
"Di fakultas dirgantara, siapa lagi yang termasuk anggota WDNL selain Tanisha sama Jehian?" tanya Windu balik.
Riani mengerutkan kening kebingungan. "Tunggu, Kak Tanisha anak dirgantara juga?"
"Kamu baru tau?"
Pertanyaan Windu membuat Riani melongo tak percaya. Pantas aja Kak Tanisha waktu itu nongol buat fotokopi di fakultas dirgantara! batinnya baru menyadari.
Windu lekas menggeleng-geleng heran saat melihat ekspresi Riani yang tersadar. Jika saja gadis tersebut tahu Tanisha mahasiswa fakultas mana, mungkin Riani bisa mengurai dengan cepat kecurigaannya pada Jehian.
"Riani, Riani ...," ujar Windu sambil menghela napas.
"Kalian yang gak cerita-cerita, jadi mana aku tau," elak Riani membuat alibi. Namun, ia mendadak terdiam kala mengingat status WDNL yang tidak pernah Riani ketahui pasti.
Windu yang melihatnya tiba-tiba merenung langsung menepuk pundak perempuan tersebut. "Jangan diingat-ingat, bukan salah kamu kalau ngira WDNL kayak organisasi elit di luar sana."
"Maaf, Kak," cicit Riani.
"Hm, teu nanaon, bantu saya aja nanti stabilin WDNL," pinta Windu yang dibalas anggukan oleh Riani.
Riani yang sempat menunduk tiba-tiba mendongak ke arah Windu. "Kakak tau Jehian nembak Kak Tanisha, tapi Kakak gak bilang soal ini di klub?" tanya Riani bingung.
Pemuda berkacamata itu lekas mengalihkan mukanya. Dia memposisikan ulang kacamatanya yang tidak longgar sama sekali. "Supaya tidak ada kekacauan awal di WDNL," ucap Windu kemudian melanjutkan sisanya dalam hati. dan Tanisha gak terancam posisinya di WDNL.
"Kekacauannya jadi di akhir," gumam Riani murung.
Lantas Windu tiba-tiba bertanya, "Kamu udah memutuskan mau nyingkirin Jehian?"
Riani merenung lebih lama. Kini ia tahu, Jehian di sana bukan hanya untuknya, tetapi orang lain. Hanya situasi di antara mereka mengarahkan keduanya untuk kembali bersama. Ia memejamkan mata seraya mengembuskan napas panjang. Aku sama Jehian gak akan berhasil, salah satunya harus pergi.
Windu menyilangkan lengan di atas perut. Kepalanya meneleng ke arah Riani seakan-akan menunggu. "Di mata yang lain, Jehian gak ada salah, kamu harus ngasih sesuatu."
"Ada, Kak," jawab Riani tanpa menjelaskan. Karena sesuatu yang bisa membuktikan Jehian pantas keluar WDNL berarti membuatnya terancam juga.
______________
Begitu lama keheningan menyita di antara Jehian dan Tanisha. Keduanya enggan membicarakan cerita yang sudah tidak lagi menjadi rahasia dan menganggap satu sama lain tidak mengetahui.
Jehian menoleh sebentar kepada gadis yang menjadi seniornya sebelum menegakkan badan. Keperluannya untuk menjumpai Tanisha hanya mengakhiri yang dia mulai. Dia mengangkat sebaris senyum lalu menghela napas bersiap akan bicara. Namun, Tanisha lebih dulu angkat suara.
"Setelah ini kamu mau apa, Ian? Bukan cuma nembak aku lagi, kan?"
"Aku memang ingin bilang suka Kakak, tapi itu sebagai ungkapanku yang terakhir kali," jelas Jehian.
Tanisha sontak terkejut saat mendengarnya. Dia memang tidak mengharapkan Jehian masih mengejarnya dengan latar belakang yang pemuda itu sembunyikan. Namun, mengetahui usaha Jehian telah berhenti, Tanisha tidak bisa mengenyahkan pikirannya tentang Jehian yang cuma suka selewat padanya.
Lelaki berusia delapan belas tahun itu lalu memejamkan mata cukup lama. Batin Jehian berbicara, Juga untuk mengakhiri rasa sukaku yang gak pernah benar.
"Itu aja?" tanya Tanisha belum yakin.
Jehian mengatupkan bibir rapat-rapat kemudian membuka mulut. Dia masih ragu mengumbar kata-katanya yang mungkin akan terdengar tidak pantas.
"Kakak udah nolak, gak mungkin juga aku ngejar hati yang suka sama orang lain."
Tanisha mendengkus seraya memalingkan muka. "Kayak habis ini aku bisa sama Windu aja."
Jehian malah menyahut sarkas, "Gak bisa, dia sama yang lain juga."
Perempuan di sebelahnya menatap Jehian sampai terbelalak. Di pikiran Tanisha, dia kira hanya dirinya yang menyadari kalau Windu tampak dekat dengan orang lain. Oh, aku lupa, anak ini mantannya, jelas dia bakal memperhatikan.
Tanisha pun tertawa terbahak-bahak, tetapi terdengar menyayat hati. "Kita sama-sama miris gak sih?"
"Suka orang yang suka orang lain," tambah Tanisha getir.
Mereka sama-sama menunduk dan bergejolak dalam batin masing-masing. Menyembunyikan kerapuhan yang mungkin disebabkan sendiri.
"Apa kita jadian aja supaya gak miris?" Tanisha mengeluarkan tawa lagi. Gadis itu menertawakan ucapannya seolah-olah lelucon paling menggelikan, padahal dalam hati dia menyinggung seseorang. "Kamu nyesel gak, Ian?"
Hati Jehian terasa berdenyut sakit ketika Tanisha menanyai penyesalannya. Ada banyak yang Jehian sesali, dari terpaksanya meninggalkan Riani, beralih suka pada seseorang yang cuma seperti replika lalu kehilangan kepercayaan Riani untuk membangun kembali hubungan mereka.
"Kamu nyesel suka sama aku?" Atau menyesal Riani dekat sama Windu?
Jehian pun tertawa kecil kemudian menggeleng-geleng. "Kakak jangan bercanda, masa aku nyakitin diri sendiri buat jadian sama orang yang bahkan gak ada rasa sama aku."
"Lagi pula kita masih di WDNL, kan, Kak." Jehian melanjutkan kata-katanya. Meski dari awal dia tidak pernah menganggap serius klub ini, sepertinya Jehian butuh alasan klub anti cinta agar Tanisha yang galau tidak lagi melanjutkan.
Mendengar Jehian menyebutkan WDNL, Tanisha teringat akan nasib tentang organisasi kesukaannya. Perangai perempuan senior itu mendadak berubah. Suaranya menjadi datar dan tidak bersahabat.
"Seberapa banyak kesempatanku sama Windu untuk jadian, aku gak akan ngorbanin WDNL."
Karena di situlah, aku bisa ketemu sosok Windu, lanjut Tanisha dalam hati.
"Baiklah, dengan situasi kita, memang gak akan ada yang jadi," ucap Jehian final sebelum berdiri. Dia menatap Tanisha teduh sebagai orang yang pernah disukainya lalu melangkah mundur. "Maaf, kalau aku menyakiti, Kakak."
Tanisha hanya bergeleng-geleng. Perempuan itu tidak mengucap apa-apa bahkan ketika Jehian pamit pergi lebih dulu.
Ikatan yang membelit antara Tanisha dan Jehian mungkin telah berakhir. Sayangnya, akhir dari kisah itu tak dapat disaksikan Riani yang sudah melarikan diri sedari tadi. Riani tidak mendengar sampai akhir tentang Jehian yang memilih untuk berhenti mengejar Tanisha.
Padahal niat Jehian yang sebenarnya untuk mengakhiri kisah itu hanya agar bisa memegang Riani lagi. Namun, pemuda tersebut perlu siap-siap dengan konsekuensi yang telah dia buat.
Ketika Jehian menunggu Riani di gerbang utama ITT, gadis yang dia tunggu langsung melewatinya seolah-olah kehadirannya nihil. Jehian mengejar Riani dengan berusaha menggapai tangan perempuan tersebut. Akan tetapi, Riani segera meremas tangan Jehian hingga yang punya tak siap dan melepas pegangan.
Mahasiswa fakultas dirgantara itu merasa Riani menjadi lebih enggan. Padahal sejak dari insiden keceplosan pada wartawan, gadis tersebut tidak lagi menghindarinya secara terang-terangan.
Jehian mencoba lagi menangkap lengan Riani, tetapi detik berikutnya perempuan berambut panjang melebihi bahu berbalik menatapnya tajam. Seolah-olah mengatakan lewat mata untuk berhenti mengusiknya.
Pemuda itu tidak tahan untuk bertanya, "Nini, kamu kenapa lagi? Kemarin-kemarin kita udah mendingan!"
Riani mendesis pelan kala Jehian menangkap bahunya saat mereka menyeberang. "Kamu pikir, karena kemarin kita gak ribut sama sekali aku bakal oke di deketin kamu?"
"Jangan berharap, Jehian," ucapnya seraya menepak tangan Jehian di pundaknya. Riani kemudian menghentikan angkutan umum yang lewat dan segera naik. Membiarkan Jehian yang kalang-kabut ketinggalan olehnya.
Di dalam angkutan umum, Riani menenangkan detak jantungnya yang terus berdegup karena emosi. Gadis itu tak habis pikir dengan Jehian yang telah menyatakan cinta pada orang lain, tetapi masih ingin mengejarnya. Dia bener-bener gak punya hati, batin Riani.
Riani menyandarkan kepala pada kaca mobil. Tanpa gadis itu sadari, Jehian yang tadi berusaha menahannya terburu-buru mengambil motor dan mengikuti mobil yang Riani naiki. Dia tidak menyambangi Riani ketika sosok tersebut turun mobil dan berganti rute angkutan umum.
Pemuda berambut ikal nan hitam tidak ingin membuat Riani semakin marah. Dia hendak memunculkan diri saat Riani sudah sampai ke rumah dengan tenang. Namun, setelah cahaya terang dari matahari yang mulai hilang berganti malam, Jehian agak kesulitan menilik Riani di kegelapan.
Gadis tersebut sudah turun dari mobil yang kedua dan akan berjalan sebentar menuju angkutan umum berikutnya. Jehian tidak tahu kenapa Riani memilih turun di gang, tetapi jika menghitung lokasinya mungkin ini adalah perpotongan jalan untuk ke angkutan arah rumah perempuan itu.
Jehian tetap menjaga jarak lumayan jauh, sebab itulah dia tidak bisa melihat Riani jelas. Beberapa motor dengan kecepatan di atas Jehian pun melewatinya. Pada saat itulah, Jehian merasa khawatir.
Jalur kecil yang terbilang sepi lantaran jam pergantian sore ke malam berlangsung, semua orang seharusnya sudah di dalam rumah. Motor-motor memang berlalu-lalang, tetapi hanya sedikit dan Jehian melihat motor yang baru melewatinya memelan dekat Riani.
Pada awalnya pemotor dan Riani hanya bertukar bicara, tetapi ketika tangan orang tersebut mulai memegang lengan Riani dan benda runcing di samping tubuhnya terlihat, Jehian segera menaikkan kecepatan ke sana. Kedatangan Jehian tidak membuat orang yang tengah memaksa Riani pergi. Akhirnya Jehian menabrakkan motor dan dirinya ke orang tersebut. Mereka sama-sama jatuh, tetapi karena bunyi yang keras menyebabkan lingkungan sekitar menyadari keributan tersebut.
Jehian jatuh dengan motor yang menimpanya. Sayang, arah jatuhnya mengenai Riani juga. Dia hampir berteriak kalut ketika mendapati Riani jatuh.
"Ni, kamu berdarah!" ucap Jehian panik melihat sikut Riani yang tergores tanah.
Riani tak kalah panik begitu melihat setengah badan Jehian tertimpa motor. Setelah melepaskan diri dengan mudah dari stang motor yang menghalangi, Riani berusaha membantu Jehian. Namun, lelaki itu tak mendengarkan sama sekali.
"Kamu bodoh atau gimana? Kamu juga berdarah! Jangan peduliin lukaku dulu!" bentaknya.
"Tapi kamu takut darah ...," gumam Jehian rendah.
Orang-orang sekitar membantu Riani mengangkat motor dari badan Jehian. Lelaki itu bahkan tidak berdiri setelahnya. Beberapa luka gores dengan darah segar masih mengucur termasuk lebam-lebam karena tertimpa. Riani memang langsung gemetar saat melihat Jehian, tetapi pemuda itu menghalangi pandangannya dengan telapak tangan.
"Jangan lihat."
"Ian bodoh," celetuk Riani menahan isakan. Ia menyingkirkan tangan Jehian yang beberapa senti dari matanya. Begitu pandangannya terbuka, gadis itu melihat lengan dalam kanan Jehian memiliki lebam panjang. Warga di sekitarnya pun banyak mengatakan, Jehian harus segera dibawa ke klinik atau rumah sakit untuk memeriksa kemungkinan adanya luka dalam.
Sesaat sebelum Jehian dibawa oleh bapak-bapak warga sana, laki-laki itu menarik Riani mendekat. "Iya aku bodoh, bodoh karena ngebiarin kamu sendirian untuk waktu yang lama."
______________
.
.
.
Jumlah kata: 1643
Bersambung
😶😶😶😶😶
Motor jehian, are you okay?
Ngapa coba 😢
Dah lah
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top