21. Kenyataan Pahit
Windu menyusuri jalan yang dilalui Tanisha. Meski sejujurnya dia tidak pasti ke arah mana Tanisha kabur, tetapi Windu yakin jikalau perempuan yang seangkatan dengannya tengah mencari tempat sepi.
Hanya saja di rentang waktu ini, perkuliahan mayoritas tengah berlangsung sehingga ada banyak tempat yang mungkin sedang sepi juga. Ketika Windu menjulurkan lehernya lebih tinggi untuk memindai lingkungan lebih luas, dia mendapati Tanisha terduduk di lapangan cinta. Tempat yang mengingatkan Windu saat dirinya dan Riani menghabiskan waktu di sana.
Dari kejauhan punggung Tanisha terlihat merunduk, tetapi Windu tidak bisa menebak apa yang gadis tersebut lakukan. Dia hanya berharap Tanisha tidak menangis atau sejenisnya. Windu berjalan pelan sampai suara sepatunya tidak berbunyi, dia tidak ingin mengagetkan Tanisha.
Saat Windu duduk di sebelah Tanisha, tangannya langsung menyodorkan kumpulan kertas. Tanisha menatap Windu tidak mengerti kemudian lelaki itu berkata-kata.
"Bukaannya maneh minta wae data anak WDNL, ini, maaf aing baru bisa kasih sekarang."
Tanisha memandang bundelan kertas tersebut tanpa ekspresi. Namun, dia tetap mengambilnya dan mulai membaca satu per satu.
Windu sedikit melirik wajah Tanisha dan menghembus napas lega. Perempuan di sebelahnya tidak menangis, tetapi raut wajahnya tidak bisa dibilang baik juga. Itu mengingatkannya ketika mereka ikut kumpul pertama kali di klub We Don't Need Love.
"Jangan marahin Riani, ya, dari awal kita emang gak jelasin WDNL kayak gimana di mata kampus," ujar Windu tiba-tiba.
Diamnya Tanisha membuat Windu seolah-olah bermonolog sendiri. Pemuda itu memang tidak apa-apa, tetapi tanpa respons pendengarnya terhadap yang Windu bicarakan takkan bisa dia mengerti.
"Aing janji, WDNL tetep ada."
"Apa bakal sama kayak WDNL sebelumnya?" tutur Tanisha angkat bicara akhirnya.
Senyum Windu tertahan. Ada banyak hal yang telah dia pikirkan dan pada pertanyaan seperti inilah muara pikirannya. Dia menceletuk, "WDNL sebelum masalah ini udah tidak sama."
Tanisha sontak menegang. Pegangan pada kertas-kertasnya menguat, gadis itu melirik Windu hati-hati. Namun, Windu mendadak berkata sebelum Tanisha mengelak.
"Aku tau Sha."
Windu lantas berdiri sembari menyakukan tangannya. Dia menghadap berlawanan arah dengan Tanisha saat ini. "Sekarang saatnya kamu yang perlu tau."
"Win ...," panggil Tanisha lemah. Suaranya terdengar bagai gumaman parau yang tidak bisa ditangkap Windu. Sosok ketua itu berlalu pergi tanpa menoleh kembali.
Windu pakai aku-kamu ... dia serius tau aku dan Jehian, batin Tanisha sembari mencengkeram pinggiran kertas. Perempuan itu buru-buru mencari biodata milik Jehian dan ketika dia membacanya dengan teliti, Tanisha merasa lemas di seluruh badannya.
______________
Sebuah Permulaan harusnya mempunyai akhir. Akan tetapi, kadang seseorang tidak ingin mengakhiri apa yang sudah dia mulai. Jehian sadar itu sedari dulu, tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa runyamnya akan berlangsung lama.
Jehian kini ingin menetapkan akhir bagi semua hal yang dia mulai. Namun, dia sendiri semakin menyadari jikalau mengakhiri yang benar tidak semudah yang terbayangkan. Walau terlalu tepat orang yang berhubungan dengan Jehian memintanya bertemu untuk membicarakan sesuatu, terasa ketidaknyamanan mencuat di hatinya.
Sebungkus teh poci rasa original dia berikan kepada perempuan berambut sebahu di sebelahnya. "Buat Kakak," ucap Jehian.
"Hm makasih, Ian."
Jehian mengatupkan mulut tidak membalas ucapan tersebut. Lantas dia mengaduk minumannya dengan sedotan sebagai bentuk pengalihan pikiran yang tengah merangkai kata-kata.
"Kak Sha," panggil Jehian akhirnya setelah hening cukup lama.
Tanisha berdeham singkat menyahut panggilan Jehian. Sedari awal perempuan itu tidak melihat wajah Jehian sama sekali. Meski seharusnya mereka saling berhadapan sebab keduanya sudah janji temu akan membicarakan banyak hal.
"Aku suka Kakak." Jehian mengucapkan tiga silabel tersebut lalu mengalihkan muka. Hanya dengan ucapan itu, awan mendung seolah-olah menaungi kepala keduanya. Ucapan yang tidak mendapat sambutan baik, melainkan gelisah di hati masing-masing.
Tanisha menyahutnya datar, "Aku tau, kamu pernah bilang itu."
"Lalu Kak Sha gimana?" tanya Jehian menunggu.
"Kamu yakin suka aku?" tanya balik Tanisha yang membuat Jehian tersentak. Putaran sedotan yang lelaki itu lakukan untuk mengusir gugup mendadak berhenti.
Mahasiswa senior satu tingkat di atas Jehian itu lantas berbicara lagi, "Jehian, aku ... awalnya bingung, tapi sekarang gak bisa."
Mendengar penolakan Tanisha, Jehian malah menyungging senyum di ujung bibirnya. Dia sudah menduga seniornya itu akan menolak, tetapi perasaannya kini justru lega. Seakan-akan ikatan yang tercengkeram di antara mereka akhirnya lepas. Dan mungkin aku bisa mencengkeram yang lain.
"Kakak suka sama Kak Windu," tebak Jehian langsung.
Tanisha menjauhkan sedotan dari bibirnya dan melamun ke depan. Dia sesekali menggeleng kemudian mengangguk. "Aku gak tau, gak tau itu beneran suka atau bukan."
"Aku juga takut kalau aku berusaha cari tau perasaan yang itu bisa hancurin hubunganku sama Windu sekarang dan WDNL," ungkap Tanisha murung.
Kepala Tanisha tiba-tiba tertunduk. Perempuan tersebut berusaha menahan tidak menghancurkan gelas plastik teh poci lantaran tengah mengingat hubungannya di masa lalu. "Aku juga masih trauma."
Bundelan biodata WDNL yang dua hari lalu diberikan Windu berputar-putar di ingatan Tanisha. Dia tahu meski hubungan yang satu telah berakhir, tetapi keadaannya seolah-olah menempatkan Tanisha seperti sang Sepupu yang beselingkuh dengan mantannya.
Orang terdekat yang ditaruh kepercayaan malah mengambil kesempatan. Persis sekali saat Tanisha akhirnya tahu di balik kedekatan sepupu dan mantannya, ada hubungan yang lebih. Kini Tanisha tidak bisa mengenyahkan rasa bersalah karena telah menaruh hati bahkan di saat peraturan WDNL yang jelas mengatakan tidak adanya teman spesial.
Tanisha memaksa memasang senyum. Dia menoleh kepada Jehian sekilas lalu bertanya, "Hubungan terakhir kamu gimana?"
Jehian terdiam tak mengucapkan sepatah kata. Tanisha menghela napas diam-diam sudah menebak Jehian tidak akan mau menceritakan. Lelaki yang satunya pun tidak memiliki keberanian untuk berbicara jujur mengenai hubungan terakhirnya yang masih terseret sampai saat ini.
Mereka berdua akhirnya memilih diam dan membiarkan angin yang berbicara. Hanya satu yang mengeluarkan suara, tetapi berusaha diredam dalam persembunyian. Ia berjalan mundur dengan hati-hati lalu menekan tombol berhenti rekam sebelum pergi berlari.
Keinginannya untuk pergi malah membawa diri ke kawasan fakultas seni rupa. Di sana Riani langsung bersirobok dengan Windu yang begitu mudah menemuinya di antara kerumunan.
Penampilan Riani yang tampak tegang sembari memeluk gawainya di dada membuat Windu tergerak menghampiri gadis tersebut. Dia berkata pelan, "Kamu kenapa?"
Riani enggan menjawab sehingga Windu memutuskan untuk membawa perempuan itu duduk di kelasnya. Mereka duduk di bangku paling depan, tetapi berlawanan dengan pintu. Windu meminta teman sekelasnya yang masih nongkrong untuk tidak memedulikan mereka.
Windu bertanya lagi kalimat yang sama. Namun, Riani malah mendorong gawainya di depan Windu. Tangan pucat gadis itu menekan tombol putar sampai video di dalamnya mengulangi hal yang Riani rekam.
Awalnya Windu terkejut mengapa ada video seperti ini. Akan tetapi, dia akhirnya mengerti kalau Riani memergoki Jehian sedang bersama Tanisha. Terlebih yang dua orang itu bicarakan adalah perasaan mereka. Windu mencuri lirik ke arah Riani, tetapi tatapannya salah menyiratkan. Ketika perempuan itu menatapnya seolah-olah bertanya, Windu memasang mata takut akan kekecewaan dari Riani.
"Kakak udah tau," ucap Riani langsung ke inti, "tau dari lama, kan?"
Jauh lebih lama, jawab Windu di dalam hati. Sewaktu mencuatnya rumor anggota klub anti cinta yang mendapatkan pengakuan perasaan, Windu sudah menyadari itu siapa. Asal fakultas yang langsung menjelaskan kedua sosok itu, membuat Windu juga menahan untuk menindak lanjuti penyimpangan yang terjadi di WDNL.
"Jangan buru-buru ungkap ini ke yang lain, WDNL belum stabil," pinta Windu cepat. dan Tanisha sayang banget sama WDNL.
Karena pertimbangan itu juga, Windu tidak mengungkap Jehian yang menembak Tanisha setelah masa orientasi. Belum lagi ambisi milik Riani yang membuat Windu menyimpan semua rahasia ini sendiri.
______________
.
.
.
Jumlah kata: 1192
Bersambung
Heehheehheehhe
Kayaknya pas ngerjain ini rekor tercepat ngetik 1k kurang dari sejam, tapi hasilnya agak mmmmmm
Sampai sini kayaknya makin keciri deh plot holenya
Rada bingung juga aku sama kisah cinta berempat ini 😭
Kalo ada kritik saran mengenai ceritanya kasih tau aku ya
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top