19. Estafet Kasih
Peraturan kelima We Don't Need Love menyebutkan 'Spend to charity instead rose'. Kalimat itu mengimplikasikan untuk tidak membuang uang demi cinta. Alih-alih menghabiskan uang pada yang nanti membuang lebih baik diberikan kepada yang membutuhkan. Sama halnya seperti kegiatan besar dari WDNL sekarang.
Jam sepuluh pagi ini mereka sudah berdiri di depan gerbang putih yang memagari rumah panti asuhan Kasih Tak Sampai. Sesuai yang sudah Windu rencanakan bahkan sebelum Riani dan anggota baru masuk WDNL, mereka berniat memberi santunan ke anak-anak panti. Sejalan dengan tujuan WDNL untuk memberikan kasih kepada mereka-mereka yang menghargai. Hal itu termasuk menyisihkan uang dalam bentuk santunan kepada panti asuhan.
Tentang uang dan kasih sayang, ketika orang yang sudah mabuk kepayang oleh cinta, mereka rela menghamburkan dua hal tersebut untuk seseorang yang mereka puja. Namun, kerap kali dua objek itu menjadi percuma saat sebuah hubungan berakhir. Entah seseorang yang menuntut balik semua yang telah dikeluarkan, seperti meminta kembali uang dan barang-barang ataupun kebencian yang memimpin orang untuk membuang barang pemberian, termasuk hatinya.
Tidak selalu berakhir baik bukan memberikan milikmu secara besar-besaran?
Bagi Riani sendiri, ia tidak pernah terlibat dalam membuang atau menuntut suatu objek. Jehian tidak memanjakannya sampai ke tingkat selalu membelikan sesuatu atau dirinya memberi pemuda tersebut barang. Akan tetapi, Riani termasuk orang yang menghargai barang pemberian, jika Jehian pernah memberinya suatu hal, mungkin ia akan tetap menyimpannya walau itu berakhir di pojokan kamar.
Hal yang Riani tuntut hanyalah kejelasan. Ia tahu latar belakang Jehian seperti apa, bahkan dengan latar belakangnya, pemuda itu masih tidak sanggup memberi kejelasan yang murah. Apa lagi memberinya sesuatu yang berharga.
Kini Riani tidak lagi peduli hal tersebut. Satu yang menjadi acuannya sekarang cuma menyingkirkan Jehian dari matanya, yang berarti mengeluarkannya dari WDNL. Akan tetapi, lelaki itu sedari awal sampai panti asuhan semakin menghapus jarak berusaha mendekati Riani.
Riani tidak bisa bersikap defensif di hadapan anggota lain. Jika tidak, mereka mungkin akan menemukan kejanggalan di antaranya dan Jehian. Kak Egar, Kak Windu cepetan datang, pinta Riani di dalam hati.
Bicara mengenai Windu, ada perubahan yang terasa aneh bagi Riani. Seniornya itu meminta pulang bersama setelah menyantuni di panti asuhan serta berharap membantunya dalam menghadapi pengurus panti. Padahal beberapa senior WDNL semua lengkap ikut kegiatan ini, tetapi mengapa pemuda tersebut meminta bantuannya?
Lamunan Riani buyar ketika ia menyadari Jehian berdiri setengah meter di sebelahnya. Ia berniat pura-pura pergi ke sisi lain sembari menempelkan gawainya di telinga. Namun, Jehian dengan cepat menariknya kembali dekat tempat dia berdiri. Setelah itu bunyi klakson mobil terdengar dan berhenti di tempat anggota WDNL kumpul.
Itu Windu dan Egar yang baru datang membawa barang-barang donasi.
"Hati-hati, jangan terlalu ke pinggir," bisik Jehian di belakangnya. Namun, Riani mengabaikan suara yang menggelitik itu bertepatan matanya bertatapan dengan Windu yang baru keluar dari mobil.
Ekspresi Windu kelihatan membeku, tetapi sedetik kemudian dia berlalu ke bagasi mobil. Pemuda itu tiba-tiba berteriak memanggil, "Riani, bantuin!"
Meski panggilannya terdengar menyebalkan Riani justru punya kesempatan untuk melarikan diri dari Jehian. "Ah iya-iya, Kak, tunggu bentar!" balasnya berteriak juga.
Perempuan tersebut segera berjalan cepat ke bagasi mobil. Tanpa basa-basi apa pun Windu langsung menyodorkan Riani satu boks besar yang menutupi badan. "Bawa ke dalam," perintah Windu singkat.
Riani menatap seniornya dengan pandangan malas. Ini yang dia maksud dengan bantuan? Jadi errand girl? keluhnya dalam hati. Begitu mulut Riani terbuka ingin membalas perintah Windu dengan keluhan, boks dalam pelukan Riani mendadak diambil Jehian. Kedua muda-mudi itu lekas melihat Jehian penuh keheranan, sementara yang ditatap sudah berbalik arah dan pergi ke dalam.
Windu menyikut Riani dan berkata, "Jauh-jauh dari dia."
"Ini lagi usaha!!" elak Riani.
"Oh ya sudah, sekalian usaha bawain ini ya," ucap Windu jahil sembari memberi kotak kardus lain yang tak kalah besar.
Riani hendak menolak, tetapi ia sadar Windu memang membutuhkan orang untuk membawa barang-barang. WDNL sesungguhnya terlalu banyak perempuan dan kekurangan anggota laki-laki. Egar dan Iqbal sudah direpotkan dengan membawa dispenser serta galon ke dalam panti, sedangkan barang lainnya mau tak mau harus dibawa anggota perempuan juga.
Kotak dus yang Riani bawa berisi pakaian-pakaian sehingga tidak terlalu berat sekelihatannya. Namun, saat ia baru saja melewati gerbang panti, Jehian berpapasan dengannya lagi. Dia tanpa banyak bicara langsung mengambil kardus dalam genggaman Riani.
"Ini aku yang bawa," katanya singkat.
Kalau bukan karena kegiatan ini, aku udah dorong Jehian sekalian sama barangnya!
Gadis itu kembali lagi untuk mengambil barang yang tersisa, tetapi Windu yang sedang berjalan ke arahnya berhenti. Lagi-lagi tanpa intruksi apa pun, pemuda tersebut menyodorkan barang yang dia bawa ke tangan Riani. Windu mengibas-ngibaskan tangannya mengisyaratkan agar segera membawanya ke dalam.
Barang-barang donasi panti yang WDNL bawa dikumpulkan di ruang tamu. Dengan kerja keras dari sembilan orang, sudah banyak barang yang berpindah dari mobil ke dalam sana. Riani baru saja melepas alas kakinya, tetapi entah sudah berapa kali, Jehian kembali mencuri barang yang ia bawa.
Alis Riani menukik tajam. Perilaku Jehian ini seolah-olah membuatnya tidak melakukan apa-apa. Riani lantas menahan pergelangan tangan Jehian yang melewatinya. "Kamu ngapain?! Emang aku gak bisa bawa sendiri?"
Jehian meliriknya dan tersenyum teduh. "Aku cowok, yang harusnya bawa barang-barang berat aku."
Riani mendengkus lalu kembali memakai alas kakinya dan pergi ke sebelah Windu. Satu hal yang senior gilanya itu benar, jauh-jauh dari Jehian adalah keharusan.
Setelah anggota WDNL selesai menempatkan barang-barang yang mereka berikan untuk panti, Windu memimpin mereka berbincang dengan pengurus panti asuhan. Ketua WDNL itu membawa Riani duduk di sebelahnya seakan-akan ia wakil ketua yang harus menemani pemimpin. Hal itu menyebabkannya harus tetap duduk tegap dan terus memasang senyum ramah.
Riani mencuri lirik ke anggota lain, beberapa dari mereka ada yang sudah pergi menemui anak-anak panti dan yang lainnya berbisik masing-masing. Ketika matanya bertemu tatapan Tanisha, Riani agak tidak enak melihatnya. Jelas sekali Tanisha lebih diam dari yang biasa. Perempuan itu langsung memalingkan muka kala mata mereka saling bertatapan.
Perhatian Riani teralih saat suara pengurus panti mengajak mereka berkeliling. Mereka semua dipandu ke ruangan-ruangan yang ada di panti sampai akhirnya Ibu pengurus membiarkan WDNL bermain dengan anak-anak.
Kata pengurus panti, anak-anak yang ada di sini berkisar dari usia nol bulan sampai 17 atau 18 tahun. Di atas umur tersebut, beberapa anak memilih jalan mereka sendiri ke dunia sehingga tak banyak yang sudah dewasa di sana. Riani tidak memiliki masalah bermain dengan anak umur berapapun atau merasa enggan meladeni anak kecil, tetapi ia lebih ingin menjumpai bayi-bayi.
"Permisi," ucap Riani sembari membungkuk masuk ke ruangan bayi.
"Oh masuk, masuk, Teh," sahut ibu-ibu yang tampak seumuran pengurus panti. Orang yang berada di dalam sedang duduk di atas karpet bersama beberapa bayi yang tengah ditidurkan. Ibu tadi memberikan bayi ke dalam gendongan Riani saat ia bergabung.
"Makasih ya Teh kedatangannya," ucap Ibu itu lagi dengan tulus.
Riani membalas dengan senyum hangat. "Sama-sama, Bu." Ia menimang hati-hati bayi dalam gendongannya dan beruntung bayi tampan itu masih tertidur pulas.
"Bayi-bayi di sini kebanyakan ditinggalkan depan pintu panti, ada juga yang dikasih posyandu karena orang tuanya kabur," jelasnya muram.
Perasaan iba Riani menyeruak, ia menatap bayi di gendongannya lalu mengelus perlahan rambutnya yang belum tumbuh banyak. Bayi ini adalah hasil cinta orang tuanya, tapi kenapa mereka tidak mau membawa cinta mereka? Batin Riani.
"Tidak bertanggungjawab."
Perkataan orang di belakang membuat Riani menoleh. Postur lelaki muda yang baru saja masuk sambil berkomentar menyadarkan Riani mengenai siapa yang datang. Ia lantas menggeser duduknya untuk memberi orang tersebut jarak yang luas.
Namun, Jehian tidak terpengaruh sama sekali dengan usaha Riani yang membuat jarak. Pemuda itu justru mengambil tempat duduk hampir rapat dengan Riani.
"Iya banyak yang gak bertanggungjawab, A, akhirnya mah kasian ke anak-anak nantinya," sahut lagi Ibu pengurus bayi.
"Mau sama orang-orang di sini dikasih sayang juga pasti beda dibandingin sama orang tuanya langsung."
"Orang tuanya gak layak disebut orang tua," timpal Riani. "Kasih sayang apa yang bisa dikasih, kalau sekecil ini aja udah ditinggal."
Ibu pengurus bayi mengangguk-angguk sedih. Dia berpindah ke sisi lain membuat Riani dan Jehian tampak duduk berdua sebelahan. Ibu tersebut ingin menggendong bayi yang tiba-tiba menangis. Setelah bayi itu tenang, Ibu pengurus memberikannya ke gendongan Jehian. Akan tetapi, Jehian yang tidak begitu luwes menggendong bayi sedikit ragu.
Jehian menerima hati-hati si bayi ke dalam gendongannya, tetapi karena tangannya yang tidak segera menopang kepala bayi hampir membuat kepalanya terjatuh ke belakang. Untung Riani langsung sigap menahan kepala bayi, meski harus membuat dirinya sangat dekat dengan Jehian.
"Hati-hati kepalanya," tegur Riani.
Jehian berdeham dan mengikuti arahan Riani. Sementara itu, Riani memutar bola matanya malas. Perempuan itu tahu Jehian memanfaatkan ini untuk menariknya dalam usaha pendekatan pemuda berambut ikal tersebut.
"Bu maaf lam-eh ada orang lain?" ucap seseorang di belakang.
Tanpa menunggu Riani atau Jehian berbalik, orang tersebut ikut duduk di karpet bersama tiga orang lainnya.
"Enggak apa-apa, Mas, silakan gabung aja sama Teteh Aa mahasiswa ini."
Lelaki yang berumur sekitar tiga puluhan lekas menengok ke arah Riani dan Jehian. "Eh ini dari mahasiswa mana?"
Riani memasang senyum ramah. Ia tidak yakin Jehian akan menjawab jadi ia langsung menyahut, "Dari ITT, Pak." Namun, suara Jehian juga ternyata keluar bersamaan. Sedikit membuat mereka terlihat tidak saling sinkron dalam menjawab.
"Oh mahasiswa ITT, dalam rangka apa?" tanyanya lagi.
Riani melirik tanda pengenal yang tersemat di saku lelaki tersebut, tetapi tidak bisa membaca isinya jelas. Mungkin cuma basa-basi aja, gumam Riani santai.
"Dalam rangka nyantunin ke anak panti aja, Pak, kan kebetulan sekarang hari kasih sayang mending di kasih sayangnya ke anak-anak sini."
Jehian di sampingnya sedikit cekikikan, sementara Ibu pengurus langsung tertawa. Dia berkata di sela tawanya, "Si Teteh mah bisa aja."
"Benar Bu, lebih positif ini kalau ngasihnya ke anak daripada ke kabogoh, tapi belum pasti jadi," imbuh juga si Lelaki tiga puluh tahunan.
Ucapan Riani menjadi bahan pembicaraan mereka selama beberapa menit ke depan. Tiba-tiba lelaki yang lebih tua bertanya lagi, "Oh iya, ini teh dari organisasi? Organisasi apa?"
Riani spontan menceletuk, "WDNL." Ia ingin menutup mulutnya, tetapi tangan Riani masih menggendong bayi. Lelaki yang menanyainya pun turut sadar dengan apa yang Riani katakan.
"Organisasi yang gimana WDNL teh?" tanyanya penasaran.
Jehian menaruh tangannya di atas paha Riani. Sontak ia langsung menatap pemuda tersebut dan melihatnya menggelengkan kepala. Riani mengerti gestur tersebut menyuruhnya untuk tidak menjelaskan WDNL.
Ia menyengir ke arah si lelaki tiga puluh tahunan. "Ah bukan-bukan."
Lelaki asing di antara mereka pun tidak menanyakan lebih lanjut, melainkan meminta foto bersama ia, Jehian serta Ibu pengurus. Karena Ibu pengurus menyetujui hal tersebut, Riani dan Jehian pun tidak enak untuk menolak. Potret yang berlangsung sebentar jadi perpisahan antara mereka dan lelaki asing.
Seusai kepergiannya, Riani bergeser mendekati ibu pengurus untuk bertanya. "Bu, yang tadi itu siapa?"
"Yang tadi? Oh itu wartawan."
Jehian dengan Riani langsung tidak bisa berkata-kata. Mereka hendak menanyakan hal lain, tetapi suara yang dikenal tiba-tiba menginterupsi.
"Ada apa sama wartawan?!" seru Windu yang baru saja masuk untuk mencari Riani dan Jehian.
______________
.
.
.
Jumlah kata: 1819
Bersambung
Kamusnya nanti lagi, aku maluuu sama bab ini
Rasanya pengen ngulang lagi 😭 aneh banget
Ah ntaran langsung revisi dah
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top