16. Tarik-Ulur
______________
Manusia kadang kala terikat dalam sebuah stigma. Tentang statusnya sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian, walau kenyataannya berdampingan dengan orang lain membuat ketergantungan dan dimanfaatkan. Ketika datang waktunya untuk berpisah, sulit terbiasa tanpa sosok pendamping. Maka jangan terlalu menjatuhkan diri pada yang belum pasti bersama selamanya.
WDNL selalu mengingatkan dalam peraturan mereka, hidup sendiri itu lebih baik. Tidak harus menunggu tangan seseorang untuk melanjutkan pilihan. Termasuk dalam hal-hal remeh yang WDNL klaim seharusnya bisa dilakukan perorangan.
Riani buru-buru mendekap gawainya dan melirik kanan-kiri secara hati-hati. Pasalnya saat ia mengambil foto selca, bunyi otomatis dari kameranya terdengar keras, Riani lupa mematikannya. Namun, hingar-bingar di luar bioksop meredam bunyi yang memalukan dari gawainya, Riani pun menghela napas lega.
Salahkan saja daftar terbaru dari WDNL yang mengikuti peraturan keempat mereka. Mengenai pergi dan melakukan apa pun sendiri, jadi, kegiatan kali ini mengharuskan mereka seorang diri. Sebagai laporan kepada WDNL, Riani harus menyertakan potretnya di bioskop sendirian.
Hal yang perlu Riani lakukan seorang diri ini benar-benar aneh. Cobalah cari di jaman sekarang, siapa yang mau pergi dan nonton di bioskop sendirian? Cuma Riani dan teman-teman WDNL pastinya.
"Kursi C8," gumam Riani yang masih menatap tiket nonton tersebut. Pilihan kursinya jatuh ke tempat paling depan supaya terhindar dari bisik-bisik orang dan para pasangan yang suka mangkal di belakang.
Riani kembali menghela napas sebelum masuk ruang bioskop. Gadis yang kini memakai jaket musim dingin coklat sepanjang lutut dan topi hitam serta masker yang menutup muka langsung berjalan cepat ke kursi pilihannya. Agar tak satu pun penghuni bioskop lain menyadari keberadaannya yang sendirian.
Film yang Riani tonton pun sangat klise. Kisah romansa anak SMA dibalut pertikaian keluarga. Saat Riani duduk, barisan teks bertuliskan 'Mencuri Hati yang Salah' terpampang besar di layar.
Judulnya dangdut banget, batin Riani. Akan tetapi, hanya inilah satu-satunya film yang sedang tayang dalam waktu dekat. Jika Riani mencari jadwal film lain, ia takut tidak sempat meluangkan waktu.
Terlepas dari film yang klise, Riani tampak menikmati dengan hikmat. Kisah itu bermula dari siswa yang jatuh hati, berjuang mendapat cinta dari teman sekelasnya. Kebahagiaan si lelaki tak dapat dibendung, selalu memanjakan gadisnya dalam status yang telah resmi, berpacaran sampai ketika siswa itu dengan bangga membawa sang pujaan hati ke hadapan orang tua. Bukan kehangatan dan basa-basi perkenalan yang dia terima, melainkan tuduhan gadisnya adalah mata-mata.
Orang tua lelaki mengenali si gadis sebagai anak dari musuh bebuyutan perusahaannya. Tokoh utama memang merasa aneh ketika gadisnya menolak mati-matian untuk dibawa kepada keluarga, dalam benaknya, dia mengira si gadis hanya sungkan dan malu, tetapi siapa yang tahu kebenarannya sungguh lain. Si lelaki yang sangat menghormati orang tuanya pun meminta kebenaran, tetapi tidak hanya kebenaran, khianat juga dia dapatkan saat gadis tersebut mengungkap dirinya kerap mencuri informasi keluarga lelaki.
Tiap kali lelakinya mengajak jalan dan bermain-belajar di rumah, gadis tersebut melancarkan aksi. Perempuan yang telah mengganti raut penuh cinta jadi dingin tanpa hati berkata, "Lo curi hati yang salah."
Si lelaki berlutut, dia menunduk kecewa. Hatinya diliputi duka dan rasa bersalah. "Karena sejak awal hati yang gue cari gak pernah di sana?" tanyanya masih berharap semua hanya mimpi.
Riani berdecak angkuh terhadap dua percakapan barusan. Makanya jangan mudah percaya hubungan yang baik-baik saja beneran baik! Namun, ketika Riani selesai membatinkan itu, ia masih terbayang lagu yang Jehian sampaikan, pasti untuknya.
Pertanyaannya memiliki petunjuk besar, tetapi mengarah pada hal yang Riani tidak pernah duga. Ingat jika Riani selalu merasa Jehian pengkhianat besar dalam hubungan mereka. Akan tetapi, kalau pemuda itu sebelumnya memang tidak ingin berpisah, lalu apa yang membuat dia mengambil langkah tersebut?
Riani mulai takut dengan cabang lain dari pertanyaan awalnya. Ia mengembuskan napas kasar, berusaha tak mau memikirkannya dulu.
Perempuan tersebut segera membenahi barangnya seusai film berakhir. Matanya celingak-celinguk memastikan banyak penonton yang telah pergi sejak halaman persembahan film. Kala kepalanya menoleh ke sisi kanan, Riani tak kuasa membelakakkan mata. Di atas kursinya duduk terpaut jarak dua bangku, hadir sosok Jehian yang sama menunggu ruang bioskop sepi.
Tatkala mata mereka saling memandang, Riani refleks menghindarkan diri. Lain lagi bagi Jehian yang sudah niat dari kapan malah menghampirinya.
Riani tidak tahu harus bereaksi apa, terlebih setelah ungkapan tersirat lagu Jehian. Akan tetapi insting Riani ketika dihadapkan dengan Jehian selalu ingin kabur dan marah-marah. Hanya kali ini, kaki Riani terlalu kaku untuk berlari. "Kamu lagi? Kebiasaan stalking pas SMA jangan dibawa ke aku lagi!" seru Riani membuat alasan.
Meski sejujurnya sejak Jehian mendekati Riani di SMA, memang pemuda itu kerap mengikutinya. Kegiatan menguntit yang Jehian lakukan pun berhenti kala Riani secara terbuka membuat pendekatan Jehian terlihat oleh anak kelas.
Jehian tersenyum simpul. "Aku enggak, kebetulan ingin nonton di sini." Dia menunjukkan layar gawai yang menampilkan bukti pembayaran film tepat setelah daftar kegiatan WDNL ketiga turun.
Riani pun menundukkan wajah malu. Bukti tersebut memberinya kenyataan bahwa Jehianlah yang lebih dulu membeli tiket di sini. Hal itu menandakan pertemuan mereka yang ini juga sebuah kebetulan.
Mereka terdiam dalam keheningan sampai petugas bioskop berseru menegur keduanya. "Hei, kalian berdua yang di depan! Cepat keluar bioskop, jangan macem-macem di dalam!"
Riani tidak mengucap sepatah kata dan langsung menyelonong pergi. Jalannya tergesa-gesa, antara malu kepergok disangka yang tidak-tidak serta ingin menghindari Jehian. Namun, ia sudah terlanjur hafal aura Jehian yang mengikutinya di belakang dalam diam.
Gadis tersebut berbalik dengan cepat sampai Jehian tidak sadar dan hampir menabraknya. "Jehian! Kamu masih ingat, kan, kita ada di klub apa?"
Dengan jarak yang amat dekat, Jehian perlu menunduk untuk melihat Riani. Dia menjawab singkat, "Klub anti cinta."
"Nah, kita kan nonton sendiri-sendiri, sesuai peraturan dan daftar kegiatan klub, tolong jalan masing-masing," ucap Riani pelan, tetapi penuh penekanan.
Jehian buru-buru menceletuk, "Kamu masih belum jawab dua pertanyaanku." Pergelangan tangan Riani ditahannya supaya gadis tersebut tidak langsung lari.
Riani mendorong genggaman Jehian hingga terlepas. "Kamu sendiri belum jawab apa yang ingin aku tau," balasnya agak ketus.
Entah Jehian kerasukan apa-menurut Riani-lelaki itu tetap mengambil tangannya. Dia membuka telapak tangan Riani dan menatapnya lama. "Aku ... it's never goodbye, Ni."
"But?" Riani menunggu Jawaban yang lebih jelas, tetapi sepertinya mulut Jehian seolah-olah terkunci rapat. Ia menghempaskan pegangan Jehian dan berkata, "It's never meet an ending, Ian, ... aku capek."
"Kalau kamu bisa bilang dengan jelas kenapa, baru datangi aku lagi." Tubuh Riani mundur dari kedekatan mereka. Walau perempuan tersebut agak lama berbalik, sebab ia menaruh harapan pada pemuda di hadapannya akan mengambil langkah tegas. Namun, tidak terjadi apa-apa, Riani pun memutuskan pergi. "Bye."
Jehian menangkap telapak tangan Riani dan meremasnya dalam genggaman. "I can't hold your heart anymore, tapi kalau ... kalau kamu masih suka ki--"
"Udah gak ada kita!" seru Riani setelah berbalik. Ia menarik wajah Jehian mendekat dengan menangkup pipinya. "Did you bored of me so you can not hold my heart?"
Mulut Jehian diam lagi, tetapi matanya menatap lurus seolah-olah bicara kepada Riani. Gadis itu balas menatap putus asa setengah malas, ia menyembunyikan harapan. "See Jehian, masih belum jelas, kamu, aku, muter di tempat. Lain kali aja."
______________
Satu-satunya hal yang Riani sepakati untuk sendirian yaitu berlama-lama di Mc Donald. Banyak orang yang suka diam di sana, kadang ada yang menumpang Wi-Fi, ada yang ingin merenung tanpa terusik omongan orang, atau sekadar memelankan fase hidup cepat hanya dengan nongkrong.
Pertemuan kebetulan lagi dengan Jehian membuat Riani lelah dan memutuskan menarik napas dulu di MCD sebelum pulang. Hanya saja keputusannya bertahan lama karena ia menemukan dua selca-nya di bioskop kurang memuaskan, jadi Riani terus memotret diri sampai tidak tahu lagi harus bergaya apa.
Foto pertamanya di luar ruang bioskop agak kabur karena dirinya cepat-cepat menarik kamera. Yang kedua pun membuat Riani kesal. Ia memotretnya sesudah film berakhir dan ketika lampu di bioskop menyala, tetapi tanpa sadar sudut fotonya membuat Jehian sedikit terbawa di dalamnya.
Badan Riani merosot ketika menemukan kejanggalan dari selca-nya. Ngenes banget, batinnya meledek diri.
Dengan demikian, Riani melakukan jepretan lain meski suasananya sudah bukan di bioskop lagi. Ketika Riani menempatkan siku tangannya di ujung meja agar mendapat sudut dirinya dan tembok MCD, seseorang yang lewat menyenggol sampai gawainya jatuh. Orang tersebut pun lekas mengambil gawai dan menyerahkannya pada Riani.
"Rudi?" tebak Riani begitu melihat wajah orang yang menyenggolnya tidak asing.
"Riani?"
"Iya! Ini aku, apa kabar, Rud?" tanyanya antusias, "eh, duduk sini, Rud." Riani menepuk-nepuk ujung meja yang berseberangan dengannya.
"Baik, baik, lagi ngapain di sini, Ri?" Rudi bertanya usai dia menempatkan diri berhadapan dengan Riani.
Gadis yang ditanyai melipat bibirnya ke dalam. Sedetik kemudian ia membalas basi-basi, "Lagi jalan doang, biasa."
"Oh,"ujar Rudi, "udah lama lah gak ketemu, sekarang kamu di mana? Masih suka nonton drachin?"
Pertanyaan Rudi menimbulkan gelak tawa di antara mereka. Bak teman lama yang baru berjumpa, obrolan seputar kehidupan yang dijalani kini dan mengenang masa lalu terus mengalir.
"Aku beneran minta maaf, lho, waktu lupa naik motor kamu pas ke rumah Bagas, soalnya si Vicky nawarin lagi."
"Santai aja lagi, Ri, udah lewat juga," ujar Rudi sembari tersenyum tenang. "Baguslah waktu itu kalau kamu udah sama Vicky, takutnya kamu ketinggalan."
Riani menggaruk-garuk belakang telinga. Ada rasa tidak enak kepada pemuda di depan saat mengingat keteledorannya. Ia hanya tersenyum kikuk membalas. Sayangnya suasana mereka setelah itu menjadi canggung. Mereka terdiam untuk waktu yang lama.
"Ri, masih berhubungan sama Jehian?" tanya Rudi tiba-tiba.
Tentu saja Riani sangat tersentak dengan pertanyaan itu. Ia memalingkan muka dan ragu-ragu antara menanggapi atau tidak. Bagaimanapun pemuda di depannya ini teman akrab Jehian.
"Enggak," jawab Riani akhirnya.
Rudi mengangguk-angguk dan memasang senyum tanggung. "Kalau Jehian ngajak balikan, jangan mau ya, gak baik buat kamu."
Kata-kata Rudi membuat Riani terjebak dalam lingkaran kebingungan. Ia mematung lama tak tahu harus bagaimana, di sisi lain Jehian kian mendekat sementara orang-orang memintanya jangan peduli.
______________
.
.
.
Jumlah kata: 1623
Bersambung
Kamus-kamusan
1. It's never goodbye
Tidak pernah ada perpisahan
2. It's never meet an ending
Tidak pernah bertemu dengan akhir
3. I can't hold your heart anymore
Aku tidak bisa memegang hatimu lagi
4. Did you bored of me so you can not hold my heart?
Apa kamu bosan denganku sehingga kamu tidak bisa memegang hatiku?
Hahaha dangdut bat percakapannya
Mending jehian riani balikan apa ngga?
Jangan lupa tetap tinggalkan komen yaa
Sekian dan terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top