14. Enggan dan Keras Kepala

Mitosnya di lapangan cinta ITT, jika ada yang mulai menjalin hubungan di sana akan terus langgeng sampai menikah. Sementara itu, di sekitar kolam intel atau Indonesia tenggelam berdiri monumen yang bertuliskan 'sekali teman, tetap teman'. Andai kata seseorang mengungkapkan perasaan dan berharap jadi pasangan maka hanya akan berakhir menjadi teman. Riani tidak pernah berpapasan dengan Jehian di monumen tersebut ataupun pemuda itu membicarakan lagi perasaan mereka, tetap saja hubungannya tidak sampai berteman. Justru kini ia berpapasan dengan Windu yang entah memandang apa di lapangan cinta sendirian.

"Jangan ngelamun, Kak, nanti kesambet!"

Windu menjengit kaget ketika ada kepala menyembul di belakang badannya. Dia mengelus-elus dada sambil menarik napas perlahan. "Bikin reuwas aja kamu mah," tuturnya agak sebal.

Riani pun keluar dari belakang badan Windu dan melangkah melewatinya. "Habisnya ngelamun gitu sendirian, kalau ada yang masuk gimana?"

"Kalau ada yang masuk ya takut-takutin kamu."

"HEH!" bentak Riani yang langsung melirik ke belakang sambil melotot.

"Kalem, kalem," ucap Windu menenangkan.

Gadis yang rambutnya dikuncir itu mendengkus seraya memalingkan muka. Riani berjalan ke bangku taman yang tak jauh dari tempat Windu berdiri, ia menyilangkan lengan di atas perut dan berkata, "Lagi ngapain sih sebenarnya melamun sendirian di sini?"

"Cari referensi."

Windu sedikit mundur dari tempatnya berdiri. Cakupan penglihatannya lebih lebar setelah mundur beberapa langkah. Kini di jangkauan matanya tertambah objek kepala Riani menyembul di sisi kanan. Dia mengusung sedikit senyum karenanya.

Riani ikut menatap sekitar kemudian menggaruk sisi kepalanya yang tidak gatal. "Kenapa gak difoto aja, Kak?" ujarnya, "daripada cuma ngamatin pemandangannya, kan kalo difoto detailnya gak perlu repot-repot dihafalin."

Pemuda berambut hitam legam tersebut menghela napas. Dia mengambil posisi jongkok dan mengeluarkan benda seperti buku dari tasnya. "Lagi gak bawa handphone."

Riani agak tidak percaya dengan jawaban Windu, seniornya pun tidak berniat menjelaskan lebih lanjut. Lelaki itu tampak sibuk mencoret-coret di buku sketsanya dalam diam. Saat keheningan yang mengisi di antara mereka, tiba-tiba Windu berbicara.

"Kalau cuma saya foto terus pergi dari sini, saya gak bakal dapat feel-nya," ucapnya sambil fokus menggambar. Windu menatap ke depan seolah-olah tengah merasakan hawa yang lapangan cinta keluarkan. "Bagaimana taman yang kelihatan sejuk ini sebenarnya dingin atau terlihat estetik, tapi terlalu sepi. Warna hijau daun-daun sama rumputnya yang agak gelap karena langit di atas lagi mendung."

Sekilas Riani sempat mengagumi penjabaran Windu yang mendetail, tetapi semua itu buyar ketika ia menyadari hal lain. Penggambaran Windu terhadap pemandangan yang akan dia lukis seperti merujuk berbedanya kepribadian seseorang dari yang terlihat.

Ada banyak orang yang memiliki persona berbeda, seperti Riani dan mungkin juga Windu. Mereka menyimpan kepribadian yang sebenarnya, entah untuk mengelabui yang lain atau menghindari sesuatu.

Riani menatap paving block yang menjadi pijakannya. Ia merenungi pesan berisi pertanyaan yang tidak dibalas Windu hingga saat ini. Jelas sekali mahasiswa fakultas seni itu menghindari pertanyaan yang diajukan Riani.

"Kak," panggil Riani pelan.

Windu balas dengan berdeham. Tatapannya sama sekali tidak teralihkan dari buku sketsa.

"Kenapa Kakak gak balas pesanku yang itu?"

Riani mendapatinya sedikit tersentak, tetapi dengan mudah Windu kembali membiasakan diri. Lagi-lagi Windu diam tidak menjawab pertanyaan Riani. Gadis itu lama-lama bisa kesal terus menghadapi Windu. Pertanyaanku emang gak bisa dia jawab atau dia gak mau jawab?!

Ketika Riani asyik mengomel dalam hati, Windu yang sedari tadi diam seperti patung mengeluarkan suara. "Tidak langsung pulang?" tanyanya.

Pengalihan yang Windu lakukan membuat Riani mencebikkan bibir, ia memicingkan mata menatap lelaki tersebut. Sepertinya Windu benar-benar tidak mau membahas hal yang Riani tanyakan. Perempuan itu jadi menduga-duga kemungkinan Windu mengetahui siapa yang ada dalam pertanyaannya.

Riani menatap ke arah lain sebelum menjawab, "Mau jalan-jalan cari inspirasi."

Windu mengangkat sudut bibir kanannya. Dia menoleh untuk melihat gadis yang sedang melamun malas. Tertawaan yang sengaja Windu keluarkan membuat Riani melihatnya dengan kesal.

"Kamu juga perlu jalan-jalan ternyata buat cari inspirasi," ujar Windu setengah meledek.

Jika teman sekelas Riani atau yang hanya modal kenal saja melihatnya, mereka pasti akan terkejut. Gadis itu sekarang memelototi Windu sambil menggulung lengan jaketnya ke atas. Sungguh jauh berbeda dari kesan seorang gadis berekpresi datar. Satu pribadi Riani yang spesial ini dulunya hanya Jehian yang bisa mengeluarkan kini tergantikan Windu.

Pemuda yang masih berjongkok melontarkan pertanyaan lagi, "Cari inspirasi untuk?"

Riani mengaitkan jari-jemari dan meletakkan di bawah dagunya lalu berkata, "Show yourself, show your Ex The Greatest Show of You"

"Oh peraturan ketiga," ujar Windu sambil mengangguk-angguk, "belum kepikiran mau apa?"

"Ada, tapi ... ragu ngelakuinnya."

Mata Riani menatap kosong paving block di bawahnya, jelas sekali pikiran perempuan tersebut tengah melayang entah kemana. Riani memikirkan satu hal yang dulu paling disukainya, yang sekarang sudah tak pernah ia lakukan. Salah satu hobi terpendamnya yang Jehian tahu. Meski mantannya mengetahui kesukaan Riani, pemuda itu bukan alasannya berhenti melakukan hobi.

Riani mendesah sebentar berusaha tidak terpengaruh emosinya yang dulu. Ia kemudian menatap Windu penasaran. "Kakak dulu bikin pertunjukan apa?"

Senyum Windu perlahan turun. Dia mengusap buku sketsanya yang kejatuhan daun lalu berujar, "Lukisan pasir."

Pemuda itu bangun dari jongkok dan ikut duduk di sebelah Riani. Saat Windu menyesuaikan duduknya, buku sketsa lelaki itu terpampang jelas oleh Riani. Dia menaruhnya di atas pangkuan. Akan tetapi, hanya sisi kanan dari sketsa gambar saja yang terhalang telapak tangan Windu.

Mungkin supaya halamannya gak terbang kena angin, pikir Riani.

Windu memandang ke depan, tetapi tampak jelas dia tidak terfokus ke sana. Dia menghela napas panjang seolah-olah mempersiapkan sesuatu.

"Lukisan pasir yang saya buat adalah gambaran saya dan orang itu bersama awalnya."

Rona wajah Windu semakin lama makin redup, kepalanya tertunduk dalam selagi bercerita. Riani yang memperhatikannya ikut merasakan kemuraman Windu.

"Mungkin orang luar akan bilang kalau itu kayak kisah dalam novel, tapi setelah itu saya taburin pasir kayak hujan di atasnya sampai gak berbentuk," ungkap Windu tanpa perasaan berat apa pun. Seolah-olah dia telah melepaskan bebannya sampai tak terasa lagi.

"Orang-orang yang nonton protes, 'kenapa menghancurkan mahakarya', tapi kalau aja mereka tau siapa yang menghancurkan siapa."

Setelah menceritakan itu, Windu langsung kembali menggambar sesuatu di buku sketsa. Seakan-akan ingin menghilangkan memori yang pahit, dia mengalihkannya segera dengan hal lain.

Mengingat kenangan buruk tentu menguras emosi mereka, Riani memahami perasan itu sehingga ia membiarkan kesunyian mengambil alih. Walau Windu tidak menyebutkan secara spesifik apa yang terjadi dalam hubungannya, Riani yakin hal tersebut sangatlah buruk.

Untuk nyebabin laki-laki sampai sepatah ini, pasti bukan hal yang sepele.

Riani tersenyum kecut saat Jehian muncul di pikirannya. Sosok itu bukan lelaki patah hati yang layak menurut Riani, ingat saja siapa yang patah hati sebenarnya dalam hubungan mereka. Ia melirik Windu yang masih tenggelam dalam sendu. Memang Riani tidak tahu masalah yang menimpa seniornya seperti apa, tetapi ia yakin perasaan Windu lebih layak.

Gadis itu lekas mengalihkan wajah dan mengubah senyumnya. Ia akan jadi perempuan tidak punya hati yang terlalu keras kepala setelah ini.

"Kakak gak mau jawab pertanyaanku ya?" tanya Riani pelan.

Windu menggeleng-geleng lemah. Riani harusnya bisa menduga ini sebelum bertanya seminggu yang lalu. Ia mengembuskan napas seiring pundaknya yang turun. "Karena Kakak tau maksud pertanyaanku?"

Mulut Windu kembali bungkam, enggan menjawab. Riani menahan kesal dan penasaran yang menggerogotinya, bahkan untuk mengonfirmasi pun pemuda tersebut tidak mau.

Riani bangun dari bangku lalu berkata, "Kak, aku pulang dulu, terima kasih."

Perempuan tersebut tidak memberi waktu Windu untuk membalas pamitannya dan langsung pergi. Menyisakan Windu tengah termenung menatap gambar yang baru saja dia sketsa. Sebuah gambar yang berisi dua orang terduduk di bangku taman.

______________

.

.

.

Jumlah kata: 1222

Bersambung

Kamus-kamusan

1. Reuwas
Kaget

Semoga bisa up tiap hari

Doain kucingku sembuh ya, doi lagi muntah muntah terus 😢 babu pengen nangis

Kalo ada yang kurang langsung komen aja yaaa

Sekian dan Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top