13. Siap Berperang
Riani tengah mengayun-ayun kaki di bawah meja. Gadis tersebut duduk hampir dekat pintu masuk kantin sambil sesekali mencondongkan badan melihat yang ia tunggu. Kantin memang lagi sepi-sepinya lantaran jam sepuluh ini banyak yang sedang ada kelas, terkecuali Riani saja yang jadwal kuliahnya terpaksa mundur.
Ia menghabiskan waktu di kantin sekalian mau bertemu dengan seseorang. Akhir-akhir ini pula Riani tengah sering mengobrol karena suatu hal yang sama-sama mereka alami. Ketika di sekelilingnya mulai banyak orang, Riani celingak-celinguk mencari orang tersebut. Tepat saja saat kepalanya menoleh ke pintu, sosok yang ditunggunya ada di sana. Riani menghentikan ayunan kaki dan mengangkat tangan sambil melambai-lambai.
"Riani! Udah lama nunggunya?" tanya perempuan yang Riani tunggu.
Riani berdeham pelan. "Lumayan, tapi enggak apa-apa da gak ada kelas, mau ngapain lagi." Ia menunjukkan ke bawahnya yang terdapat piring makan setengah habis dan camilan lain.
"Alah kamana atuh dosennya." Perempuan tersebut berujar dengan nada bercanda sembari mendudukkan dirinya di kursi depan Riani.
"Jemput incuna ceunah."
Celetukan Riani membuat keduanya cekikikan. Selera obrolan dirinya dan gadis bernama Denada yang cocok satu sama lain membuat mereka akhir-akhir ini sering berbagi cerita, khususnya tentang masalah cinta yang keduanya alami.
"Rabu ini mau kumpul?" ucap Denada tiba-tiba. Dia terlihat agak merenung dengan ucapannya sendiri.
Jujur Riani mulai malas mengikuti kumpul mingguan WDNL, apalagi setelah Jehian tampaknya mendekati lagi dengan semangat yang berbeda. Jika bukan karena jadwal kuliahnya yang bentrok dengan Jehian, pemuda itu mungkin menemuinya tanpa absen.
Riani memangku dagunya dan membatin, Kalau aku tanya soal putus, apa dia bakal jawab sekarang? Ia menghela napas lelah. Riani yang agak gengsi tidak sudih melakukannya, terlebih Jehian juga masih berlagak misterius. Matanya menatap Denada kemudian menjawab, "Mungkin, kalau gak sore banget."
Denada melirik ke bawah sekilas. "Mulai malas ikut kumpulnya."
"Kenapa?" tanya Riani.
Namun, sebelum menjawab, Denada tiba-tiba melambaikan tangan ke belakang Riani. Ia pikir gadis itu tengah menyapa teman sesama fakultas bisnisnya, tetapi siapa menduga kalau nama lelaki yang meneror gawai Riani terdengar.
"Jehian!"
Riani mencondongkan tubuh ke Denada dan berbisik, "Kok ajak Jehian??"
"Eh ... dia anggota klub juga, kan?"
"Ha?" Mulut Riani setengah terbuka keheranan. Ia menatap Denada lekat, tetapi sepertinya perkataan mereka tidak bertemu di satu titik. Riani mendesah pasrah, dalam benaknya tidak mungkin juga terang-terangan menolak kehadiran Jehian di depan Denada.
"Hm, enggak jadi," ucapnya setengah hati.
Riani hanya berharap Jehian ada perlu lain sehingga bisa menolak bergabung dengan mereka. Namun, memang keberuntungan tidak pernah di pihak Riani, Jehian malah duduk di hadapannya.
Riani lantas memainkan sumpit di setengah kwetiau yang belum habis. Itu cuma usahanya saja supaya tidak langsung bertatap muka dengan Jehian.
"Baru beres kelas juga, Jehian? Eh kamu dipanggilnya apa?" ujar Denada ketika Jehian di sebelahnya.
Jehian melirik Riani sekilas dari sudut matanya sebelum kembali terfokus ke Denada. "Panggil Jehian aja, aku baru ke kampus, niatnya mau nunggu kelas di sini."
Denada mengangguk-angguk kemudian dia mendadak bangun dari kursinya. "Aku beli daharan dulu ya, lapar," Gadis tersebut berkata sambil meraba perutnya dengan raut melas. "Kalian ngobrol berdua dulu aja," ujarnya langsung meninggalkan Riani dan Jehian.
Setelah Denada pergi, dua muda-mudi itu terjebak dalam keheningan. Terutama Riani yang benar-benar tidak menganggap Jehian ada, perempuan tersebut masih menggulung-gulung kwetiaunya dengan sumpit.
"Kamu masih suka makan kwetiau, kayak dulu," ungkap Jehian tiba-tiba.
Tidak ada sahutan. Riani benar-benar mengabaikan Jehian. Gadis berambut gelombang yang ada highlight pirang malah menopang dagu dengan tangan, melepas si sumpit dan melihat ke luar kantin.
Jehian pun menghela napas terhadap sikap Riani. Dia menyatukan lagi sumpit yang tergeletak asal karena empunya langsung melepas begitu saja. "Habisin dulu makannya, udah berapa lama itu dianggurin?"
"Gak selama kamu nganggurin aku," celetuk Riani cepat.
Jehian tertegun kemudian menundukkan kepala. Riani kira Jehian merasa tertohok sebab kata-katanya, siapa sangka kala Jehian mengangkat kepala, dia meletakkan handuk yang Riani beri saat mereka bertemu di derasnya hujan. Dia bergumam pelan, "Kamu masih suka aku."
Kalimat itu bukan pertanyaan seperti waktu Riani keceplosan, melainkan pernyataan yang Jehian ungkap. Seolah-olah mengingatkan lagi Riani akan kalimatnya yang harus dipertanggung-jawabkan.
Riani menoleh kepada pemuda itu dengan tatapan sinis, tetapi sebelum sempat mengatakan apa-apa, Denada pun kembali. Ia mengambil sumpitnya dan melanjutkan makan seolah-olah tidak membahas apa pun.
"Udah ngobrolin apa aja?" tanya Denada yang kini mengambil kursi di sisi kiri meja.
Riani langsung melihat-lihat ke arah lain begitu juga dengan Jehian yang membuang muka. Mereka sama-sama berkata dalam hati, ngobrol apanya?!
Jehian lekas menyahut meski terasa dibuat-buat. "Em tentang WDNL."
Denada pun langsung semangat membalas, "Oh iya, kalian penasaran gak sih sama apa yang bikin Kak Windu, Kak Tanisha terus Kak Egar masuk WDNL? Kan mereka pasti ada isi formulir yang nanyain alasan masuk juga, tapi mereka gak pernah cerita."
"Gimana mau cerita, bahas aja gak boleh," tutur Riani. Akan tetapi, ia tiba-tiba ingat saat Tanisha memanggilnya waktu mau pergi ke ruang WDNL di hari pertama. Seniornya itu sempat mengatakan sesuatu tentang kesamaan ekspresi ketika habis diselingkuhi. "Tapi Kak Tanisha pernah bilang ke aku, dia diselingkuhin."
"Wah kapan bilangnya?"
Kala Riani hendak menatap langsung Denada, ia merasakan Jehian memandangnya. Tatapan itu lebih seperti yang sangat fokus, tetapi sedetik kemudian pemuda tersebut kembali bermuka datar.
"Ada lah waktu awal-awal, Kak Egar juga jarang kelihatan kumpul ya, cuma sesekali?"
Jehian yang diam memperhatikan tiba-tiba ikut menimpali, "Kak Egar anak kesehatan, sibuk banget."
Entah bagaimana menjelaskannya, balasan Jehian terdengar tidak ramah. Mungkin hanya Riani saja yang merasa sementara Denada sudah mengajak mereka pindak ke lain topik. Gadis tersebut mengungkapkan masalah percintaannya dengan santai kepada Jehian.
"Heran aku mah, dia yang selingkuh, tapi aku yang disalahin coba," keluh Denada. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, baik Riani dan Jehian langsung mengusap punggung Denada agar tenang. Refleks yang sama itu membuat keduanya kaget, untungnya Denada tengah emosi sehingga tidak menyadari. "Mantan aku mutusinnya gak banget, pake fitnah ke teman-teman aku kalau aku teh cewek gak tahu diri."
"Kalau kalian gimana?" tanya Denada yang baru mengangkat kepala.
Riani menghela napas, ia sedikit melirik Jehian sebelum berujar asal-asalan, "Yah mau gimana lagi, ditinggalin gak pakai salam."
"Rata-rata sih pada karena putus yang gak baik-baik, oh iya Jehian, kamu juga sebelum gabung sini, ada masalah apa di hubungan terakhir?" tanya Denada yang terus aktif meramaikan pembicaraan.
Jehian yang tampaknya tersentak karena ucapan Riani, kini menunduk dalam. Riani mengusung seringai kecil. Dia yang buat masalah, harusnya dia malu.
Denada segera melambaikan tangan agak panik ke Jehian. "Kalau gak enak buat diingat, gak usah dijawab juga enggak apa-apa."
Namun, Jehian malah mengangkat wajahnya yang terlihat senyuman sedikit. "Aku pisah sama pacar," ucapnya singkat.
Riani ingin mendengkus kesal lantaran Jehian yang berucap seakan-akan dia juga mengalami hal tidak mengenakkan. Akan tetapi, jika ia bersikap berlebihan, itu akan mendatangkan kecurigaan Denada.
"Tuh kan, rata-rata kita putusnya gak baik," ucap Denada muram. Dia kemudian menepuk pundak Jehian seolah-olah mengirimkan rasa prihatin. "Enggak apa-apa Jehian, di WDNL kita happy-happy!"
Cih! Kalau aja Denada tau, orang ini yang mutusinku gak baik-baik.
"Ngomong-ngomong WDNL, kalian udah lihat to do list buat dua minggu ini?" Denada pun menidurkan setengah dirinya di atas meja dengan tampang menyedihkan yang dibuat-buat. "Dua kegiatan ini kenapa aneh banget?!" rajuknya lalu menutup muka.
"Nonton ke bioskop sendirian sama--"
"Buat pertunjukan untuk mantan," potong Jehian yang menatap lurus Riani. Kesempatan saling bertatap itu sangat kebetulan terjadi, Denada tengah merendahkan tubuhnya di atas meja sehingga tidak bisa melihat raut Jehian serta Riani. Tentu saja Riani memberikan wajah dongkolnya kepada Jehian sementara pandangan Jehian sulit dijelaskan.
Tangan Denada melambai seakan-akan menyerah di tengah Jehian dan Riani yang saling bersitatap. Perempuan tersebut merengek-rengek. "Ke bioskop sendirian malu-maluin terus ngasih pertunjukan apaan buat mantan?! Entar malah dikatain freak!"
Namun, suara yang terdengar tegas menyahut, "Tapi peraturan sama kegiatan klub ada untungnya." Mata Riani menyorot tajam Jehian seperti mengisyaratkan perang mereka akan di mulai.
"Aku mau tunjukin udah bahagia sendiri!"
______________
.
.
.
Jumlah kata: 1233
Bersambung
Kamus-kamusan
1. Alah kamana atuh
Kemana
2. Incuna ceunah
Cucunya katanya
3. Daharan
Makanan
Sebenernya habis yg ini ada bagian favoritku
Wkwk tapi aku lagi 5L 😭
Yah semangat weh pokoknya
Menurut kalian kalo jehian tau riani masih suka dia bakal ngapain?
Tulisanku akhir-akhir ini kayak gak jelas bentuknya :(
Jangan lupa komen yaa
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top