1. Roller Coaster Rasa
Kembang jingga kemerahan melambai ringan tertiup angin di atas kepala. Bunga yang mahkotanya menjulur seperti jalaran api seakan-akan mempersembahkan jalan di sisi kanan dan kiri. Filosofinya mengatakan bunga yang kerap disapa kembang agustus ini sebagai penyambut mahasiswa baru Institut Teknologi Terapan. Namun, Riani tidak merasa begitu, satu kelopak baru saja gugur menjatuhinya.
Bunga agustus gagal menyambutnya dengan gembira.
Riani menghalau bunga itu dari selebaran yang ia pegang. Tampak kalimat yang amat mencolok bertuliskan 'WE DON'T NEED LOVE CLUB! For those who have been betrayed, hurted, unrequited, this is the right club for you!'. Dalam hati Riani tertawa meledek diri. Aku pasti terlalu gila!
Klub yang cocok untukku?
Jika rasa itu tidak berbayang dalam benaknya meski telah menapakki jejak baru, Riani tidak perlu merasa sefrustrasi ini berpikir segala cara yang mampu menghilangkan sakitnya. Setelah berurusan dengan cinta di setiap sisi kehidupan, baru kali ini Riani dibuat tak bisa lupa. Andai yang ini berlalu seperti kisah-kisah sebelumnya.
Riani menghela napas panjang dan mencengkeram kuat pinggiran pamflet promosi klub yang ia dapat saat ospek dua hari lalu. Masa bodoh, pokoknya aku mau cepat-cepat lupa cowok itu! batinnya meneguhkan diri. Ia kemudian melangkah lebih cepat di sepanjang jalan utama kampus menuju kawasan organisasi. Namun, suara riang yang mengarah padanya dengan panggilan adik tingkat terdengar.
"Dek, tunggu!" seru perempuan yang lebih tua darinya sedang melambaikan tangan. Dia berlari kecil mendekati Riani.
Sejujurnya Riani tidak tahu siapa kakak tingkat yang kemungkinan menyapanya. Hanya dari wajahnya ia ingat bahwa perempuan itu adalah kakak-kakak yang membagikan selebaran pamflet klub yang Riani pegang.
Tapi kenapa dia memanggilku?
Senyuman perempuan berambut lurus sebahu itu tersemat di wajahnya saat berhadapan dengan Riani. Seakan-akan membawa mentari di belakangnya, Riani agak kesulitan menatap raut bahagia yang tampak bersinar. Ia sempat menduga, isi klub anti cinta benar-benar sekumpulan orang suram yang telah kehilangan cahaya hanya karena cinta, tetapi dilihat-lihatnya dalam wajah kakak tingkat ini tidak seperti itu.
Riani hanya menyungging senyum canggung dan tangannya ragu-ragu melambai.
"Eh, maaf, aku SKSD banget ya," ujar kakak tingkat tersebut sembari menyengir malu.
Ia balas menggeleng pelan. Riani bukan anak yang tidak bisa bersosialisasi dengan orang baru, hanya saja saat ini suasana hatinya tidak mendukung untuk basa-basi. Akan tetapi, melihat keantusiasan orang di hadapannya, ia juga tidak bisa begitu saja malas bicara. "Ada apa, Kak?" tanya Riani kemudian.
Kakak tingkat yang belum diketahui namanya itu menunjuk pamflet di tangan Riani. "Kamu mau ke sekre WDNL, kan? Kalau iya kita bisa bareng."
"Iya, boleh Kak."
"Santai aja." Perempuan tersebut mengibas-ibaskan tangan enteng. Dia tersenyum menatap Riani lalu berkata, "Memang organisasi kita kedengaran aneh, tapi kita gak sesuram itu sama seketat organisasi lainnya, kok."
"Maaf, aku lancang, kamu kayak aku waktu habis diselingkuhin, kebanyakan anggota klub kayak kamu gini awalnya, lesu, malas bicara, hilang semangat. Makanya waktu demo UKM, aku langsung kasih kamu poster WDNL. Nanti kalau udah lama di klub bakalan senang-senang, kok."
Mata Riani sontak melebar, ia menundukkan kepala malu membayangkan kefrustrasiannya tercetak jelas di wajah sampai orang lain mampu melihatnya. Meski Riani tahu di balik wajahnya yang kerap datar tak berekspresi, sorot mata penuh kecewa dan tanya selalu tercurahkan.
Riani menggaruk tengkuknya sambil tertawa hambar. "Sekelihatan itu ya, Kak?"
Sosok di sebelah Riani mendadak berhenti berjalan. Tampak perempuan itu menekan bibirnya hingga membentuk garis lurus lalu berkata, "Buat mereka yang pernah merasakan, bisa lihat dengan jelas."
Semua anggota We Don't Need Love datang dengan kisah percintaan gelap yang membuat mereka memutuskan berada di sini. Tentu saja bagi kakak tingkatnya yang telah kedatangan berbagai orang dengan kenangan pahit bisa bersimpati atas perasaan yang lain. Riani pikir, meski pilihannya ini benar-benar aneh, mungkin ia memang datang ke tempat yang tepat.
Namun, kakak tingkatnya tiba-tiba bertepuk tangan dengan semringah. Setelah mengungkit kecutnya kisah lama, dalam sekali balikan dia bisa kembali ceria. Oh Riani ingin sekali semangat yang seperti itu.
"Tapi gak usah dipikirkan, di klub WDNL, segala ribetnya tetek-bengek cinta gak bakal ada," ujarnya sembari merangkul bahu Riani.
"Hah? Kenapa?" Riani sungguh-sungguh bertanya. Sebab dalam tebakannya, kegiatan klub anti cinta akan berorientasi pada konseling cara-cara untuk melupakan hubungan yang telah usai. Ia sudah mempersiapkan hati untuk menceritakan kembali sakit cintanya yang berakhir tidak jelas.
Tapi apa katanya, tetek-bengek cinta tidak ada?
Ini memang klub anti cinta, apa mereka menjalankan klub ini secara harfiah?
Perempuan tersebut melirik Riani dari sudut matanya. Bibirnya menyeringai kala mendengar tanya Riani yang keheranan.
"Karena peraturan pertama dan utama di WDNL adalah 'Tidak membicarakan cinta!'."
Tidak membicarakan cinta ....
Cinta yang seperti apa? Apa itu cinta terhadap seseorang yang telah meninggalkanmu di kubangan ketidaktahuan dan berlalu selayaknya tak pernah ada aku di hatinya?
Jika tidak membicarakan cinta yang seperti itu, maka Riani semakin senang hati bergabung di organisasi ini. Baru sekarang matanya tidak terasa layu dan memandang sang Kakak tingkat dengan berbinar-binar.
"Oh iya, udah jalan bareng gini masih belum kenalan," ungkap si Kakak tingkat terkikik. Aura bahagia yang tiba-tiba menerpa Riani pun meracuni dirinya. Mereka berdua sama-sama tertawa keras sesudahnya. "Aku Tanisha, Tanisha melody, bisa panggil Sha, kamu?"
Tanisha yang berjalan mundur di depan Riani hampir terjengkang. Saat itu angin penghujan bertiup lagi membawa serta kelopak kembang agustus terbang di belakang Riani. Melukiskan sosok gadis sembilan belas tahun yang tampak sederhana, tetapi menyimpan keanggunan murni.
Rambut Riani beterbangan mengikuti garis mukanya. Ia menyampirkan helaian yang menusuk mata ke belakang telinga kemudian berkata, "Aku Triani Damawangsa."
Tanisha agak terpana dengan pemandangannya, tetapi dia kembali menetralkan diri. "Triani ..., dipanggil Tri apa Ani, nih? Oh sama dari fakultas apa?"
Riani memasang senyumnya yang paling hangat lalu menjawab, "Riani aja, tapi kadang Riri juga bisa, dari Fakultas ilmu bahasa."
"Oke Riani, selamat datang di We Don't Need Love club ya! Jangan malu-malu!" Tanisha kemudian berlari terlebih dahulu ke dalam ruang sekretariat klub We Don't Need Love.
Di atas ruang tersebut terpasang papan yang bertuliskan nama klub ini. Akan tetapi, yang lebih menarik perhatian Riani, ada sebuah spanduk berdiri dengan desain yang sama di pamflet genggamannya. Benar-benar sangat mencolok!
Ia juga hampir tertawa begitu mendengar seruan Kak Tanisha di dalam sana. Klub anti cinta memang lain dari yang ia bayangkan. Ketika kakinya melangkah masuk, Riani melihat Kak Tanisha dan salah seorang pemuda saling mengobrol atau lebih tepatnya merengek satu sama lain.
"Kapten Win! Naha kamu mah meuni kitu wae ka aku teh?!"
Namun, pemuda yang dipanggil Kapten Win hanya membalas satu kata mengundang tawa, "Balem." Dia pun meninggalkan Tanisha yang asyik mendongeng tidak jelas tentangnya ke anggota baru.
Sekilas mata Riani bertemu pandang dengan Kapten Win. Ia hanya mengangguk canggung dan segera menuju jajaran kursi. Akan tetapi, seluruh tubuh Riani mendadak tegang hanya dengan melihat satu variabel yang seharusnya tidak di sini.
Bohong besar jika Riani tidak ingin berlari saat itu juga. Pikirannya selalu memerintahkan lupakan dan jangan peduli hanya berfungsi sebagian kecil kala orang itu tidak ada. Namun, kini ia dihadapkan langsung dan tidak memiliki kesempatan untuk pergi. Jika aku kabur, apa yang akan dia lakukan? Bagaimana reaksi anak klub juga nantinya?
Mata orang tersebut sama membelalaknya seperti Riani yang syok. Dari seratus banding satu kesempatan, Riani benar-benar mendapat jackpot satu keberuntungan (buruk) bertemu lagi dengan mantannya.
Sekali lagi, mantannya berada di sini! Di organisasi yang sama! Mantan Riani semasa SMA yang paling sulit dilupa, si Peringkat dua seangkatan, Jehian Peter.
Rasanya semua suka cita Riani bersama Kak Tanisha tadi sudah rontok kembali.
Ia buru-buru membuang muka, melepaskan kontak keterkejutan mereka. Meski banyak pertanyaan yang mulai melayang naik, Riani enggan mencuri lirik kepada Jehian. Terlebih ruang sekretariat agak sempit, walau Riani sudah mengambil tempat duduk jauh, hanya dengan sudut matanya ia bisa melihat pemuda tersebut.
Sepanjang penjelasan Kak Windu, Kapten klub We Don't Need Love, Riani tidak tenang. Sungguh kaki dan pantatnya ingin segera beranjak dari sana. Akan tetapi, akal sehatnya mengatakan tidak etis jikalau dirinya kabur. Belum ada 24 jam dan pengenalan organisasi, Riani sudah ingin mengundurkan diri?
"Hal yang paling penting di klub kita ini cuma satu, don't talk about love, ingat itu ya teman-teman."
Riani mengangkat kepala saat perkataan dari Kak Tanisha diungkit kembali. Ia mendapati selembaran lain yang berisi peraturan klub beserta formulir untuk data anggota baru. Denyut di kepalanya mulai menjalar. Apa mungkin gak ngomong cinta sama sekali bagiku sekarang?
Kapten Windu kembali angkat bicara. Suaranya cukup meringankan pusing Riani lantaran dia mengabulkan keinginannya saat ini. "Untuk sekarang kumpulnya sampai di sini dulu, kalian boleh pulang atau mau nongki sama Kak Sha yang bawel juga sok aja," ujar Windu.
Tidak memedulikan anggota lain yang berbondong-bondong mendekati kakak tingkat mereka, berharap bisa mencurahkan isi hati, Riani malah langsung pergi. Tentunya dengan sosok pengacau garis kehidupan Riani mengikuti di belakang.
"Riani!"
"Riani, tunggu dulu!"
"Berhenti, Ni!"
"Apa?! Kamu udah buang aku! Harus aku dengar kamu?" Riani enggan berbalik. Namun, suaranya benar-benar menyentak pemuda di belakang sampai tidak lagi mendekat. Jarak mereka terpaut tiga langkah, baik keduanya tidak ada yang ingin menghapus jauhnya itu.
"Kamu masih mempermasalahkan itu?" tanya Jehian lirih.
"Masih?" Kegeraman rasanya tertahan di tenggorokan Riani. Pada akhirnya ia menghadap wajah bersih Jehian, menatapnya dengan segala emosi yang telah ditahannya sejak lama. "Kamu yang tiba-tiba buat masalah pas kita lagi baik-baik aja dan kamu pikir aku gak akan sangat mempermasalahkannya?"
"Ian, kamu sakit!" cela Riani sebelum melenggang pergi.
______________
.
.
.
Jumlah kata: 1456
Kamus Nyunda:
1. Naha kamu mah meuni kitu wae ka aku teh?
Kenapa kamu terus gitu banget ke aku?
2. Balem
Mingkem, tutup mulut
Kamus Nginggris:
1. For those who have been betrayed, hurted, unrequited, this is the right club for you!
Untuk mereka yang telah dikhianati, disakiti,
tidak berbalas, ini klub yang cocok untukmu!
2. Don't talk about love
Jangan membicarakan tentang cinta
1. SKSD: Sok kenal sok dekat
2. UKM: Unit kegiatan mahasiswa
Kembang agustus
Bersambung
Tentang bunga jatuh, berdasarkan prinsip Shen Qiao dari Qianqiu (thousand autumns) akan sayang bunga yang lagi mekar cantik kalau lepas dari tangkainya, yang kutangkep sebagian kecilnya kayak bunga itu hilang masa cantiknya kalau gugur gitu aja. Ini gak ngequote perkata bener
Aku aplikasiin buat bunga yg jatuh ke Riani walo itu bunga penyambut, tapi bunganya gak menyambut Riani di singgasananya.
Aiyooo belum apa apa udah banyak kamus haha
Pembukaan begitu syulit, semoga ini gak fail
"Perdana nulis romens straight setelah bertahun-tahun"
Oke, pleave leave review or comment yaw 😁
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top