Act 7. We could do this all night!


"Hotel aja, yah?" Bang Andre membersihkan bibir dengan paper napkin. Tangan lainnya melambai memanggil salah satu pelayan yang kebetulan sedang melihat ke arah sini buat minta bill. "Rumah lagi banyak orang, ada Bunda juga."

Gue mengangguk. "Tapi anterin pulang ya, Bang? Kenya nggak bisa nginep," kata gue lesu.

Kepala gue pusing kebanyakan minum. Gue sengaja, buat membersihkan kepala dari rekaman muka Data. Gue ini cewek dan sehat, big problems always best-solved with sèx. Kadang gue heran, kok bisa gue bebas sèx selama sembilan bulan. Itu kan lama banget. Kalo orang hamil, gue pasti lagi kontraksi sekarang. Sekarang gue tahu, akar permasalahan gue adalah Delta dan Data. Selama gue nggak kudu ngelihat mereka berdua, gue nggak ada urge to runaway from my problems. Nggak ada keterdesakan buat having ngentot sembarangan.

Ah come to think of it, gue akan bawa Bang Andre ke launching buku Delta nanti. Kalau sama dia kayaknya gue bisa bebas mau ngenalin dia sebagai siapa aja, dia kayak nggak ada beban hidup gitu orangnya. Gue udah nanya, dan dia bilang dia lagi sendirian, gue percaya aja. Bang Andre nggak punya alasan ngebohong ke gue. Gue ngerasa punya banyak kesamaan sama dia, we're out of love. Cinta itu such a trouble. Cukuplah gue sakit hati sama Delta, cukuplah gue pernah punya impian beranak pinak sama dia atau cowok lain. Gue nggak mau repot!

Kenapa sih Data mesti bikin muka kayak gitu ke gue tadi? Gue masih nggak rela aja kalau dia suka sama gue, atau apa pun itu. Dia bikin gue nyaris mati atau paling nggak kena stroke tadi. Sejak awal kan dia yang nge-set war-mode, kenapa tiba-tiba tumbuh bunga di kepalanya? Gue nggak suka dan gue sungguh-sungguh. Gue nggak lagi denial kayak waktu gue menyadari cinta gue ke Delta, gue seriusan nggak mau ada sesuatu di antara gue dan Data. Kami nggak cocok, nggak kayak Afrika bilang.

"Kenya. Ayok!"

Gue menyambut uluran tangan Bang Andre. Kami pergi dari restoran tanpa pamitan ke Data. Data juga nggak muncul lagi seudah kami berantem tadi. Baguslah. Kalau dia nggak mau ketemu gue lagi, lebih mudah buat gue tossing him away. Gue geli tau, nggak? Apa kata peradaban manusia nanti kalo gue naksir abangnya, lantas jadian sama adeknya? Itu kan lame. Kesannya gue nggak laku gitu, kayak nggak ada cowok lain aja.

Hotel yang dipilih Bang Andre nggak seberapa jauh dari restoran Data, mungkin dia udah saking kepengin kali, ya? Ya ... gue paham sih, kami menghabiskan 2009 Hofstatter Joseph Lagrein yang enak banget berdua doang, karena tempat Data nggak menyediakan penyimpanan. Sisanya masih ada seperempat, gue bawa ke hotel. Wine itu kan bikin anget, bikin hōrny aja gitu.

"Abang bawa kondom, kan?" Gue mastiin aja. Kalau dia nggak bawa, gue bisa lari bentar ke Indomaret seberang jalan. Tapi gue minta duit dulu gitu.

Bang Andre mengangguk pengertian. Cincay lah ya kalo main sama om-om. Bang Andre bahkan pilih kamar yang bagus, rate-nya satu koma dua juta, diskon 30% karena pakai kartu kredit Bank Niagara. Dia milih kasurnya yang king size biar habis nganu-nganu bisa cuddling dulu. Gue suka cuddling dan Bang Andre tahu itu.

"Anak manis nggak boleh langsung disuruh pulang, mesti disayang-sayang dulu," katanya. Gue mesem aja kayak anak kucing, biar dia makin gemes pengen jadiin gue piaraan.

Gue bercanda, ya. Bukannya gue beneran mau dijadiin piaraan, lho.

"Kenya mau mandi dulu nggak?" Bang Andre nanya sambil naro kunci mobil di samping teve. Gue udah duluan duduk di atas kasur, lalu tiduran. Ngusel-nguselin muka gue ke bantal yang harum dan bersih. Bang Andre ketawa ngelihat tingkah gue dan menyusul gue duduk di kasur. Tangannya mengelus rambut keriting gue.

"Nanti aja selesainya, Bang. Tadi gue udah mandi kok," jawab gue manja, crawling merapat ke Bang Andre dan naro kepala gue di pangkuannya.

Bang Andre melepas jaket dan mijit hidung gue pelan. "Jangan gue-elo ah. Abang nggak suka."

"Iya deh. Abang mau mulai sekarang apa nanti?"

"Abang mandi dulu, ya?"

"Yah kok mandi dulu?"—keburu nggak kepengin lagi nanti gue!

"Soalnya habis minum anggur, nanti keluarnya cepet, atau berdirinya nggak kenceng," ujar Bang Andre jujur. Gue suka cowok jujur, by the way. "Jadi mesti dimandiin dulu, Kenya ikut mandi, yuk?"

"Nggak ah nanti rambut gu—Kenya basah, susah dikeringinnya," tolak gue sambil gue ambil kepala gue dari paha Bang Andre. Gue sambar remote control sambil Bang Andre nyium bibir gue. Sehilangnya Bang Andre ke rest room, gue melepas celana. Nyisa blus sama celana dalam doang.

Bang Andre mau nggak ya diajakin ke launching bukunya Delta? Kalo nggak mau, gue repot, masa ngajak Afrika? Nanti dia minta ditraktir sushi pasti, cih! Biasa makan sayur lodeh aja sekarang dia sok-sok-an makan sushi. Sejak pacaran sama cewek Jepang sebelum Alice, dia jadi ngebet dikit-dikit minta delivery sushi. Pacaran nggak pegang-pegangan aja belagu.

"Bang Andre ikut Kenya ya besok ke launching bukunya temen?" serbu gue begitu denger pintu kamar mandi terbuka dan Bang Andre muncul dalam bathrobe sambil ngeringin rambut.

"Kapan?"

"Nanti Kenya kasih tau kapannya. Pokoknya Bang Andre mesti mau, kalo nggak, Kenya nggak jadi mau dientot!"

"Hus!" hardik Bang Andre sambil melotot. "Jangan bilang entot dong, kasar itu. Bang Andre nggak suka." 

Huh dasar om om. Gue itu udah mau dua lima, ya? Dia maunya fantazising gue kayak gue anak SMA yang manis-manis gitu?

"Jadi Bang Andre mau nggak nih? Kalo mau, Kenya telanjang sekarang."

Bang Andre melenguh panjang, mijit-mijit pelipisnya sambil merhatiin gue buka kancing satu-satu. Pas kancing blus gue udah kebuka semua, gue angkat badan gue. Gue berdiri dengan lutut di atas kasur dan gue tarik blus sampai ke bahu. Bang Andre langsung angkat tangan. Nyerah.

"Oke, fine. Tapi nggak lama-lama, ya? Bang Andre suka males kalo pergi ke tempat yang Bang Andre nggak kenal."

Gue setuju.

"Sini dong!" Bang Andre duduk nyender di kepala kasur, gerakin jari, ngasih gue perintah buat deketin dia.

Oh ya ampun ... dia hot as fµck. Gue terangsang like oh yeah gue mau buka bra gue sekarang, tapi gue tahan. Malam ini gue pake cute bra warna shocking pink, satu set sama panties-nya. Gue jalan dengan lutut ke arah Bang Andre, lalu gue dudukin pangkuannya setelah gue pastiin itu-nya Bang Andre pas berada di antara belahan pantat.

Bang Andre mengerang nyaman sewaktu gue menggesek itu-nya ke pantat. Holly molly, gede juga nih. Gue isep nggak, ya? 

Liat ntar deh.

"Jadi Kenya nggak mau cerita ada apaan sama si Data?" tanya Bang Andre sementara tangannya mengelus pipi gue lembut. Gue menggeleng sambil nyium bibirnya yang dingin sehabis kena air mandi, mulut Bang Andre bau mint, bercampur dengan rasa anggur dari dalam mulut gue. Gue lingkarin lengan gue ke lehernya, ciuman Bang Andre berlanjut pelan berirama. Pake lidah, tapi tetep lembut, gue suka.

"Ayo dong cerita, Sayang..." bujuknya usil. Mau tau aja nih urusan orang tinggal mau ngentot doang!

"Data itu adeknya Delta, yang Kenya mau ajak Bang Andre ke launching bukunya," jelas gue singkat.

"Lho!" kejutnya. "Kamu kenal sama Delta yang penulis terkenal itu?"

Gue mengangguk lalu lanjut menyosor bibir Bang Andre lagi. Gila ya, Nyet. Gue udah berasa kayak ada kebakaran tau di perut gara-gara anggur sama tingkah seksinya Bang Andre selama duduk-duduk di kasur.

Nah! Sekarang dia malah menghindar dari ciuman gue sehabis gue ngomong gitu, padahal gue suka banget ciuman Bang Andre. Gue suka mengulum lidahnya yang tebal dan halus, kenyal-kenyal gitu.

"Terus, apa hubungannya Delta dan Data sama kamu? Bukan karena itu aja' kan kalian tadi awkward gitu?"

Gue lumayan kaget dengan kejelian Bang Andre, ternyata nggak mudah mengalihkan perhatiannya. Gue baru mau jawab, tapi gue tunda dulu, sebab Bang Andre mendorong dagu gue mendongak ke atas dengan hidungnya. Oh. Ternyata dia mau nyium leher gue, gue nikmatin lidah Bang Andre yang menyapu kulit dagu ke seluruh batang leher. Geli gue ketika ujung lidahnya pindah ke lubang kuping.

"Ayo dong cerita, sebelum Bang Andre makin hōrny...," desak Bang Andre.

Jadi dia belum hōrny? Kok gue udah?

"Data sama Kenya gituan, Bang," kata gue, jengkel sebenernya. Ya masa iya gitu ya di tengah beginian disuruh cerita? Kalo dia udah pinter ngatur libidonya, gue mah enggak. Gue udah kepengin banget gitu di push down. Gue 'kan paling hōrny kalo setengah mabuk gini. Gue lepasin aja bra gue sendiri, Bang Andre ketawa, lalu meremas dada gue dengan gemas.

"Terus?" tanggapnya, padahal gue baru mau membungkam bibirnya yang hawt itu dengan dada gue. Batal deh. Gue males ah.

"Ya udah aja gituan, terus lama nggak ketemu. Terus awkward karena dulu habis gituan nggak ada lanjutannya. Finish. The end. Tamat!" gerutu gue. Gue melepas bahu Bang Andre dan duduk lemes di pahanya. "Ini kita mau gituan apa ngobrol sih? Kenya males ah mau pulang aja!" ngambek gue.

Gue serius, ya. Ini nggak asik banget.

Bang Andre ngakak.

"Iya maaf, ya, Manis...!" Didekapnya tubuh gue di pelukannya. Nyes deh. Dada Bang Andre dingin, menempel di dada gue yang ukurannya biasa aja. Bang Andre mulai memperlihatkan minat ke gue, tangannya menelusuri leher gue dan turun ke bahu. Gue diem aja sewaktu didorong sampe ngegeletak di atas permukaan kasur, menelan ludah saat paha gue dibuka lebar-lebar. Bang Andre mulai menahan tubuhnya sendiri dengan lengan, mengajak gue berciuman dalam posisi tubuh nyaris menindih tubuh gue. Gue tarik bathrobe dari bahunya dan gue kunci pinggangnya dengan kedua kaki gue. Gue ngerasain napas gue sesak karena ciuman Bang Andre merakus, sementara dada gue terhimpit dada bidang dan sebagian berat tubuhnya.

"Kenya...." Bang Andre menyebut tepat di tepi daun telinga gue. Gue bales menyebut nama dia, bikin napasnya makin memburu. Gue nggak tahan untuk nggak meremas rambut Bang Andre yang tebal dan halus berwarna kecokelatan, mendesah merasakan bibirnya berpindah-pindah dari satu titik lemah ke titik lemah lainnya.

Nggak lama, bibir Bang Andre mulai sampai ke jarak antara pusar dan garis celana dalam gue. Gue menahan desahan. Napas gue berhenti. Jantung gue lompat-lompat. Ternyata Bang Andre nggak suka kalo gue menahan suara kayak perawan baru mau bercinta pertama kali.

"Moan some more," titahnya. "Let me hear that cute voice, Kenya...!"

Bang Andre ternyata cukup suka didominasi. Berkali-kali, dia mengarahkan tubuh gue supaya berada di atasnya. Dia suka melihat wajah pasangan seksnya, sekaligus suka membiarkan si pasangan mengeksploitasi dirinya. Which means dia orang yang sangat percaya diri. Sangat jarang kami punggung-punggungan, kecuali waktu gue minta digituin dari belakang. Bukan anūs gue, ya, maksudnya. Gue mah ogah digituin, gue konvensional seks aja lah lewat yang mana harusnya sesuai ajaran agama. Biar barokah.

Oh my oh my... a proper sèx is always good, as good as the spontaneous one. Kalau gue disuruh milih, gue lebih suka yang proper gini. Siapa aja temennya nggak terlalu masalah selama gue nyaman, since gue nggak banyak punya cinta dalam hidup gue. Of course, gue ingin Delta jadi partner gue. Gue ingin dia yang menelanjangi gue, menyentuh kulit gue dan bikin love marks di sekujur tubuh, mengayun pinggul gue barengan sampai klimaks bersamanya, tapi ah ... gue capek berharap.

Gue mau jatuh cinta lagi.

Waktu gue bilang gue mau jatuh cinta lagi, gue nggak ada pikiran tentang Bang Andre. He is good in bed and that is all. Gue bahkan ngerasa sikap manisnya itu maksain banget. Bukan palsu, bukan. Tapi perasaan gue bilang itu bukan nature-nya dia aja, mungkin dia habis dapet pencerahan, atau mungkin dia habis patah hati yang parah dan bikin dia mengubah cara memperlakukan orang lain. Gue nggak tahu.

"Kenapa kamu ngotot nggak mau punya cerita sama Data?" Bang Andre mengelus kening gue di atas pahanya yang telanjang.

"Sebab Kenya nggak suka sama dia, Bang. It was sèx out of nothing, itu one night stand, Bang!" Gue puter bola mata. "And it was out of pity," tambah gue. Lemah.

"Karena dia ngeliat kamu patah hati?"

"Yes."

"Gimana kalo itu bukan out of pity? Kalo dia memang suka kamu, misalnya?"

"Funny," ejek gue. Gue tarik hidung mancung Bang Andre sampai bibirnya bisa gue kecup. "Itu kejadian sembilan bulan lalu, ya, Bang. Bukan seminggu dua minggu lalu. Semalem Kenya habis ketemu dia juga, kami berantem. Kenya nggak bisa bilang dia benci Kenya, tapi tiba-tiba pasang tampang kayak gitu waktu ada Bang Andre? Itu konyol. Kenya bukan anak bego, Kenya tahu itu egonya yang terluka. Kenapa dia ngejekin Kenya ketika ada Delta semalem, itu karena egonya lagi menang. Sebab dia tahu Kenya nggak akan ngedapetin Delta."

Bang Andre melanjutkan ciuman gue yang terhenti karena harus bicara. "Terserah kamu, deh. I hope you leave no sorry in the future, Baby. Mau mandi atau mau tidur-tiduran dulu?"

"Bang Andre nggak mau sekali lagi?"

"Nggak ah, capek! Gimana? Mandi bareng aja, yuk?"

Gue diem sebentar. Bukan mikirin mau mandi atau tidur-tiduran, tapi mikirin sebaris kalimat Bang Andre sebelumnya. Memangnya penyesalan macam apa yang bakal gue rasain? Gue jarang kok nyesel, kecuali waktu gue ngenalin Delta ke Bella. It hurts so much waktu gue tahu kalau semua itu adalah andil gue, gue gali lubang kubur gue sendiri. Sampai beberapa bulan kemudian, gue memang tenggelam dalam rasa penyesalan. Sampai sekarang pun, kalau gue inget lagi, gue masih ngerasain sakit yang luar biasa. No. Gue nggak akan terluka lagi. Gue nggak akan gegabah lagi.

Gue mau keluar dari lingkaran friendzone gue dengan Delta, tanpa memperkeruhnya dengan melibatkan Data.

Akhirnya gue bangkit dari kasur, mengikuti Bang Andre masuk kamar mandi. Gue mencelupkan tubuh gue ke dalam bathtub yang udah diisi air hangat dan dicampur bath soap wangi bunga mawar oleh Bang Andre. Menyandarkan tubuh gue dengan nyaman di dada cowok yang belum gue kenal banget itu, merasakan batang perkasanya kembali mengeras menyodok tulang ekor gue, dan membiarkan dia mengecup bahu gue, menggodai tengkuk gue dengan lidahnya sebelum akhirnya gue memaksa satu ronde lagi di dalam air. Bang Andre bilang oke asalkan gue yang di atas. Meh! Dasar letoy!

Waktu baru menunjukkan pukul sebelas lebih lima belas menit. Gue matiin teve dan menenggak sebotol coke dingin sambil nungguin Bang Andre selesai nelepon. Pinggul gue masih pegel gegara ronde panjang di kamar mandi. Gue pikir dia beneran capek, ternyata bohong. Gue ampe ngos-ngosan, Bang Andrenya nggak kelar-kelar. Kalo nggak inget besok kerja dan Mami bawel, gue mending tidur di sini. Menikmati kamar mewah, cuddling sama Bang Andre yang keteknya punya aroma maskulin.

Nggak sampai semenit kemudian, Bang Andre kembali. "Yuk, Sayang," ajaknya seraya mengacak rambut gue. Gue tersenyum senang dan mengangguk. Mengentakkan kaki gue ke lantai dan berdiri, menggelayuti lengan Bang Andre. Gue happy kalau Bang Andre memperlakukan gue penuh sayang, bikin gue ingat sama Delta. Bikin gue inget sama Papi yang suka manjain gue.

Some cowok really knows how to treat a woman well, yang nggak ngebikin cewek ngerasa cheap meski lo habis tidur sama dia tanpa ikatan. Siapa bilang no string attached itu selalu all about the sèx doang? After all the esek-esek, lalu ditinggalin habis cabut penis, kayak gambaran bad boy pada umumnya? Nggak, kok. No string attached itu tetap bisa melibatkan cuddling, kalimat-kalimat rayuan yang manis, affection dan hal-hal lain kayak yang dilakukan sepasang kekasih.

Sampai di rumah nanti, gue beneran mesti coret nama Bang Andre dari list kandidat pelarian cinta gue. Dia cuma cocok buat pelarian hasrat doang, selama sama-sama belum ada pasangan, gue tau gue selalu bisa snuggling ke ketek Bang Andre. Tentu, gue nggak akan ngelakuinnya sering-sering. Takut bosen. Bukan takut cinta.

"Laper lagi nggak, Ken?" Bang Andre merengkuh bahu gue begitu kami melangkah keluar kamar.

Gue menggeleng, membenamkan kepala gue ke lingkup lengan Bang Andre. "Abang laper?"

"Lumayan. Mau nemenin dulu nggak? Atau udah kemaleman?"

"Ya udah deh nggak apa-apa. Tapi jangan lama-lama, Kenya nggak bawa kunci. Takut Afrika udah molor."

"Jam berapa biasanya dia tidur?"

"Nggak tahu."

Gue emang nggak tahu. Tergantung. Biasanya waktu masih sama Alice, dia bisa semaleman nggak tidur. Kalau udah putus gini, mungkin dia udah mati dari beberapa jam yang lalu. Nenggelemin diri di bak mandi atau kehabisan air mata. Yang kehabisan air mata itu gue ngebual, air mata sentimentil Afrika itu kayak sumber mata air. Nggak tahu air mana dalam tubuhnya yang tersita jadi air mata kalo dia lagi sedih, mungkin termasuk air pipisnya. Hoek! Disgusting.

Gue dan Bang Andre lagi menunggu lift terbuka, gue manfaatin kesempatan buat ngeliat-ngeliat hiasan di sekitar situ. Karena cukup lama dan Bang Andre juga sibuk ngetik-ngetik di layar handphone-nya, gue berjalan agak menjauh. Ada sebuah lukisan yang menarik perhatian gue, gue pandangin, dan terpesona. Gue mau nunjukin acrylic on canvas yang menorehkan gambaran segerombol kupu-kupu warna-warni itu ke Afrika, sebab gue tahu it will make him feel better. Dia akan nyentuh dadanya dengan tangan kiri dan nutup mulut dengan tangan kanan, matanya akan berkaca-kaca karena haru sambil bilang: 'Oh such a beauty!'

PRET!

Gue merogoh saku celana buat mengambil handphone. Gue set kamera handphone sebentar, lalu gue mulai mengambil angle paling bagus. Waktu gue ngebidik, gue tercengang saat kamera menangkap sosok yang gue kenal banget.

Buru-buru gue sembunyi.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top