Dia Sahabatku

"Jack!!" Kenken berteriak sekencang yang dia bisa. Tidak peduli dengan air hujan yang menguyur tubuhnya hingga kuyup. Matanya memindai dengan seksama. Sulit. Hujannya terlampau deras.

Kenken menatap hilir sungai, lalu kakinya mulai bergerak dengan cepat. Beberapa kali nyaris terpeleset karena pinggiran sungai yang merupakan tanah merah, basah karena hujan.

"Jack!!" serunya lagi. Jantungnya berderap cepat.

Di mana Jack? Di mana Jack?!

Kenken terus bergerak, kakinya tidak mau juga berhenti, pandangannya fokus ke arah sungai, mempertahankan kakinta agar tidak sampai tergelinc--

"Aaaa!!"

Tangan Kenken meraih-raih. Dia benar-benar tergelincir sekarang. Secepat kilat diraihnya apa pun yang berada di sana, sebelum tubuhnya benar-benar jatuh.

Akhirnya hanya juntaian akar pohon yang berhasil di gapai. Tubuhnya menggantung, kakinya tak menjejak.

Kenken menahan napas. Debaran jantungnya semakin keras. Bukan hanya untuk Jack, tapi juga untuk nyawanya sendiri. Ditatapnya arus di bawah, masih sama derasnya. Hujan juga masih sama lebatnya, sementara tangannya entah bisa selama apa menahan beban.

"Tolong!!" pekiknya. Berharap ada yang mendengar. Namun, kosong. Hujan begini tidak akan ada yang gegabah melewati sungai yang jembatannya reyot.

Kenken mencoba menarik tubuhnya naik, tapi gagal. Yang ada, telapak tangannya menjadi nyeri.

"Tolonggg!!" pekiknya lagi. Sia-sia.

Diliriknya lagi arus di bawah, dan terkejut.

Itu Jack! Labrador itu sedang bertahan dari arus, giginya terlihat menggigit sebatang kayu yang menjuntai, sementara keempat kakinya berenang-renang mempertahankan diri untuk tidak terbawa arus.

Mata Kenken sontak berbinar.

"Jack!!" serunya girang.

Jack terlihat mencoba menengadah, tapi dia tidak bisa berbuat banyak.

"Tunggu di sana! Jangan bergerak! Aku segera datang!"

Tapi bagaimana? Kenken juga harus diselamatkan.

Sekali lagi dicobanya menarik tubuh ke atas, sia-sia. Tangannya semakin nyeri.

Bagaimana ini?

Dilihatnya lagi Jack di bawah sana. Anjing itu sudah mulai kewalahan tampaknya.

"Jack! Kamu akan baik-baik saja. Kita akan baik saja. Jangan khawatir!"

Apanya yang baik-baik saja? Jelas-jelas ini tidak baik.

Kenken melihat lagi sungai di bawahnya. Kalau tidak sanggup naik, artinya dia harus turun.

Dia mulai melakukan perhitungan. Sebenarnya sungai ini tidak terlalu tinggi, sepertinya hanya satu setengah meter kurang lebih dari tempatnya menggantung. Tapi, Kenken tidak bisa menebak dalamnya. Apalagi ditambah arus.

Ah! Kenken menggelengkan kepala cepat, beberapa kali untuk menyingkirkan air hujan yang semakin menghalangi pandangan.

Kenapa hujannya tidak juga berhenti?

Tiba-tiba suara lenguhan terdengar dari bawah sana. Kenken merunduk lagi. Jack sepertinya hendak menghantar pesan, tapi sulit karena mulutnya tidak mungkin di lepas dari kayu di mulut.

"Sabar!" seru Kenken mulai panik. Yakin kalau Jack tidak akan mampu bertahan lebih lama.

Jack harus selamat, dirinya juga. Kenken tidak bisa membayangkan bantal kekecilan di pojok kamar yang bakal kosong. Siapa yang akan menemaninya bersepeda? Menemaninya bermain? Menantinya di depan pintu sepulang sekolah?

Kenken menengadah lagi, hujan mulai mereda, tapi arus masih lumayan deras.

Namun tidak bisa tidak. Mari berspekulasi. Ditariknya napas panjang, ditutupnya mata, dan mulai berhitung dalam hati.

Satu,
Dua,
Tiga ....

Lalu dilepasnya pegangan pada akar. Ketika dirasanya sepasang tangan lain meraih kedua tangan yang bebas.

Kenken membuka mata terkejut. Lalu segera merunduk ketika didengarnya gonggongan membahana dari bawah. Hatinya hancur seketika, Jack melepas gigitan dan tubuhnya lepas terbawa arus sungai.

"Jackkk!!" pekik Kenken panik, sementara tubuhnya ditarik ke atas.

Tubuh Kenken bergetar, tidak terima dengan Jack yang hanyut.

"Kamu baik-baik saja?"

Sebuah suara menarik sadarnya. Lelaki kecil yang mungkin hanya dua atau tiga tahun lebih tua darinya, berjongkok di depannya yang terduduk dengan pakaian yang benar-benar kotor di tanah merah yang basah.

"Kamu gila? Kamu hampir jatuh!" Bocah lelaki itu terdengar cemas.

Kenken menatap si lelaki kecil nanar.

"Jack! Jack jatuh dan harus ditolong," gentarnya sambil berusaha berdiri.

"Jack? Anjing yang menggonggong tadi? Punyamu?" Bocah itu membantu Kenken bangkit.

Untungnya, hujan sudah berhenti sepenuhnya.

Kenken mengabaikan pertanyaan. Dia bergegas kembali menyusuri sisi sungai, ke arah di mana tadi dilihatnya Jack hanyut.

"Relakan saja! Kan kamu bisa piara yang baru!"

Langkah Kenken sontak berhenti. Dibaliknya tubuh untuk menghadap si bocah lelaki yang tadi menolongnya.

Bocah itu berdiri di sana dengan wajah tak bersalah meski jelas-jelas dia baru saja mengatakan agar Kenken merelakan Jack.

"Piara yang baru?" Kenken mengulang ucapan.

Bocah itu mengangguk. Dan Kenken merasa hatinya terbakar.

"Seharusnya tadi kamu enggak usah nolong aku. Kalau tadi aku sudah di sungai, anjingku enggak bakal hanyut lebih jauh!" jeritnya kesal. "Aku enggak mau piara yang baru! Jack itu sahabat aku, kami akan bersama sampai tua!"

Lalu dibaliknya tubuh, kembali menyusuri sungai. Air matanya turun lagi. Bisa-bisanya bocah itu memintanya untuk tidak menghiraukan Jack. Dia tidak tahu betapa berharganya Jack. Teman setianya.

Tiba-tiba sebuah langkah menyamainya. Kenken menoleh tanpa menghentikan langkah, bocah itu mengikutinya.

"Aku Ben. Maaf. Aku akan membantu mencari Jack-mu." Lalu langkahnya lebih lebar, maju lebih dulu.

*******

Kenken menghentikan langkah. Sudah setengah jam lebih menyusuri sungai dan Jack belum bertemu.

Ben mau tidak mau turut berhenti, menoleh pada Kenken yang tampak lelah.

"Mau berhenti?" tanyanya.

Kenken menatap Ben, lalu menggeleng. Tidak ada sedikit pun keinginan untuk berhenti mencari Jack. Dia pun yakin, Jack masih berusaha bertahan hidup. Tubuhnya besar, Jack juga pemberani. Dia akan selamat dan mereka akan saling menemukan.

"Ayo!" ajak Ben lagi. Kenken menghela dan mengatur napasnya, kemudian mulai berjalan lagi. Kali ini langkahnya lebih lebar dari langkah Ben.

"Jack!!" serunya, sesekali memanggil.

Sudah hampir satu jam. Kenken nyaris putus asa. Apa sebaiknya pulang dan bilang pada ibu? Orang dewasa pasti lebih tahu apa yang harus dilakukan.

Kenken menghentikan langkah, menunduk dan merasa kalah.

"Jack!"

Kepalanya sontak kembali terangkat mendengar seruan Ben. Dilihatnya bocah itu berlarian di depannya, lalu matanya menangkap sosok kecokelatan yang terbaring di sisi sungai yang cukup rendah.

"Jack!" Kenken segera berlari, menyusul Ben yang sudah tiba terlebih dahulu disi Jack.

Kenken tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Jack terlihat lemah dengan luka dibeberapa bagian tubuh. Mata cokelat labrador itu membuka ketika Kenken memanggil namanya.

"Jack ...," panggil Kenken dengan suara gemetar. Tangannya bergerak meraih leher Jack dan mendekapnya.

Jack mencoba menggonggong, tapi yang terdengar hanya lenguhan lemah.

"Bertahanlah, Jack."

To be continued ....
















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top