8. Penjelasan Bang Ramon

"Maafin Abang, Puspa, Abang kaget!" Rengek Bang Ramon sambil memeluk tubuhku yang menegang kaku. Aku masih terisak, tidak bisa menjawab ucapan maafnya. Semua terlalu mengejutkan bagiku. Suamiku yang terkenal manis, walau tidak terlalu romantis, selalu memperlakukanku dengan baik, belum pernah sama sekali bersikap seperti orang lain yang tidak aku kenali.

"Kenapa harus kaget? Bukankah di rumah ini hanya ada aku dan Abang. Memangnya Abang kira, siapa yang memeluk Abang?" cecarku dengan diiringi is akan pedih.

"Apa yang sedang apa pikirkan? Bukannya baru saja dapat bonus? Tetapi Abang seperti tertekan, sehingga memperlakukanku seperti orang lain," tanyaku lagi. Bang Ramon mendesah berat, ia mengurai pelukannya, lalu berbalik badan untuk meneruskan memakai pakaiannya.

"Aku hanya kaget saja, kamu tidak perlu terlalu berlebihan. Kurangi membaca novel online tentang perselingkuhan, karena hal-hal seperti itu yang akan terekam di otak kamu yang menyebabkan kecurigaan berlebihan pada suami. Ingat, Puspa. Jangan pernah menuduh lelaki atas perbuatan yang tidak ia lakukan, karena bisa saja karena tuduhan itu, ia malah nekat melakukan yang sebenarnya," ujar Bang Ramon panjang lebar. Wajahnya yang tadi merasa bersalah, kini nampak tegang seperti tengah menahan amarah.

Bukankah seharusnya aku yang marah di sini? Kenapa malah jadi terbalik dia yang marah?

"Terserah! Pokoknya aku kecewa dengan Abang!" Aku pun naik ke ranjang dan langsung memunggunginya . Hal yang tidak pernah kulakukan selama setahun lebih kami menikah. Namun malam ini, rasa kesalku masih di atas kepala, sehingga aku malas tidur berhadapan dengan Bang Ramon.

Derit suara ranjang sama sekali tidak mengusikku. Niat hati ingin memberikan pelayanan malam panas di ranjang, malah otakku lebih dahulu terbakar. Biarlah malam ini kami lalui dengan tidur, semoga saja besok keadaan sudah lebih baik. Walau tetap saja aku berharap Bang Ramon membujukku dan membawaku kembali ke dalam pelukannya.

Di luar hujan, pakaianku sudah sangat terbuka. Seharusnya ini saat yang tepat untuk mencari pahala. Namun, sepertinya hal itu tidak akan terjadi.

Bang Ramon pun ternyata tidur memunggungiku. Bukannya membujuk, ia malah mendengkur dengan keras, padahal belum lima menit lamanya kepala suamiku menyentuh bantal.

Keesokan paginya, selesai salat subuh. Aku pun bersiap-siap untuk pergi ke warung. Gara-gara semalam, aku menjadi malas memasak sarapan. Beli nasi uduk sajalah, pikirku.

"Assalamu'alaikum," suara Bang Ramon dibarengi dengan suara pintu rumah yang terbuka.

"Wa'alaykumussalam," jawabku dengan tidak semangat. Suamiku langsung masuk ke dalam kamar, kami berpapasan tepat di pintu kamar. Ia memperhatikanku yang berwajah masam.

"Mau ke mana, Sayang?" tanyanya seolah-olah tidak pernah terjadi hal apapun diantara kami.

"Mau ke warung Bu Sri, beli nasi uduk," jawabku sambil terus berjalan menuju depan rumah.

Hap!

Bang Ramon menahan tanganku dengan tiba-tiba.

"Masih marah dengan yang semalam, huh?" lelaki itu membalik tubuhku. Baru saja ingin kubuka mulut untuk membalas ucapannya, Bang Ramon sudah lebih dulu menyerang bibirku.

"Maaf yang semalam ya," bisiknya saat ciuman kami terlepas. Aku menunduk dengan wajah merona. Padahal sejak semalam aku berniat untuk memboikot suamiku seharian ini, tetapi apalah daya, pesona dan sentuhan Bang Ramon membuat kemarahan di hati dan kepalaku sirna seketika.

"Dimaafkan tidak?" tanya Bang Ramon yang kini sudah menggendongku masuk ke kamar. Tanpa aku jawab pun, suamiku pasti tahu jawabanku. Tentu saja aku memaafkannya, namanya juga orang kaget. Mungkin juga dia sedang banyak pikiran tentang pekerjaan. Kuputuskan untuk memaafkan suamiku dan melupakan kejadian semalam.

Kini aku sudah berbaring di ranjang. Mata suamiku berkabut. Ia membuka baju salatnya dan juga sarungnya dengan tak sabar.

Tok! Tok!

Aku dan Bang Ramon menoleh serentak ke arah pintu.

"Siapa ya?" tanyanya padaku. Aku mengangkat bahu tidak tahu. Suamiku pun kembali meneruskan aktivitasnya. Kali ini tangannya sudah siap untuk membuka tali celana boxer.

Tok! Tok!

Ketukan itu sungguh menganggu. Aku dan Bang Ramon menghela napas kasar secara serentak. Ia memakai sarung kembali dan juga kaus dalamnya. Dengan wajah marah ia melangkah lebar untuk melihat siapa tamu yang mengganggu acara kami.

Cklek!

"Ada apa sih? Kamu ganggu saja!" suara suamiku seperti membentak.

"Mas, dapur saya kebakaran, tolong!" Mendengar kata kebakaran, aku pun meloncat dari tempat tidur. Untung pakaianku masih lengkap, sehingga aku pun langsung keluar dari kamar untuk mengetahui apa yang terjadi.

Ayu menangis dengan gemetar menceritakan kejadian di dapurnya. Suamiku pun berlari kencang diikuti tiga orang tetangga yang juga baru kembali dari salat subuh di masjid, menuju rumah Ayu.

"Kamu di sini saja, Yu!" Kataku padanya. Namun Ayu menggeleng, ia berlari menuju rumahnya. Asap mulai terlihat mengepul dari arah belakang rumah Ayu.

"Kebakaran, kebakaran!" Teriak salah satu bapak yang ikut melihat kejadian di rumah Ayu. Aku pun tidak kalah panik. Rumah Ayu dan aku bersebelahan persis. Bagaimana jika api itu menyambar rumahku juga?

Suasana menjadi riuh karena banyak orang yang datang untuk melihat dan juga membantu memadamkan api. Aku tidak melihat suamiku. Semua orang sibuk memadamkan api. Aku pun memilih masuk ke dalam rumah, membawa barang berharga dan surat-surat penting yang ada di laci lemari. Semua kumasukkan dalam tas besar. Begitu juga dengan beberapa helai baju dan celana.

Aku pun berlari keluar rumah untuk menyelamatkan diri.

"Alhamdulillah api sudah padam!" Seru salah seorang bapak yang keluar dari rumah Ayu. Aku bernapas lega, begitu juga dengan banyak orang yang ada di sana.

"Tolong! Pak Wahyu, mobil, Pak. Ayu pingsan!" Suara suamiku menggelegar dari depan pintu rumah Ayu. Bukan main terkejutnya aku melihat suamiku keluar dari rumah Ayu sambil menggedong gadis itu.

"Pak Wahyu, mobil! Cepat!" Teriak suamiku dengan begitu paniknya.

"Ya Allah, maafin saya," gumaman itu keluar dari bibir suamiku, saat ia melewatiku begitu saja saat menggendong Ayu yang pingsan.

Bersambung

Sudah tersedia versi ebook di google play store ya. Siapakah Ayu sebenarnya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top