satu

"Tayyar.!" Hazel berlari menuju Tayyar yang baru keluar dari mobil, tidak peduli wajah masam datar dan sorot dingin yang Tayyar tunjukkan, Hazel tetap memeluk dan mencium pipi tunangannya itu.
Dia tidak malu, semua orang tau hubungannya dan Tayyar.
Meski statusnya di kantor ini hanya pekerja magang sedangkan Tayyar adalah CEO tapi kan hubungan mereka diluar pekerjaan adalah tunangan.
Namanya akan berubah jadi Hazel Namazi.
tak sabar rasanya mendengar orang memanggilnya nyonya Namazi.
"Kemana saja, dua hari ini aku tidak melihatmu. Aku rindu sekali padamu."
Dia mengangkat wajahnya, melihat rahang kokoh Tayyar yang bahkan tidak membalas pelukannya atau membalas tatapan cintanya yang menggebu.
Paling sedih Tayyar bahkan mengabaikan panggilan telpon dan tidak membalas chat nya.
Dia tau Tayyar sibuk karena lagi ada masalah kecil di perusahaan.

"Nona.!" Asisten pribadi Tayyar, orang kepercayaan, tangan kanan, sopir pribadi, bodyguard atau apapun namanya, maju ke depan, bicara pada Hazel.
"Tolong lepaskan dulu bos. Ada pertemuan penting. Beberapa orang sudah menunggunya di atas."
Dengan sopan Asisten Gun meminta Pengertian sang wanita muda yang membuatnya lelah.
Tapi anehnya sang bos yang yang punya kesabaran setipis rambut dibelah tujuh biasa saja menghadapi perempuan manja penuh stamina ini.

Hazel menekan dagunya pada dada Tayyar.
"Boleh aku tidur di kantormu.?" Pintanya.
"Aku mengantuk, lelah sekali."
Dia tidak peduli tatapan sinis yang dilemparkan padanya oleh beberapa pegawai yang baru kembali dari makan siang.
Biar saja dia dianggap manja dan tidak tau diri karena itulah kenyataannya.
Di rumah dia bahkan tidak pernah memegang sapu atau mencuci sendok.
Dia kerjapun hanya demi bisa dekat dengan Tayyar.
Mau orang mengejek bagaimanapun dia tidak peduli selama bisa terus berada di sisi Tayyar yang tidak pernah mengeluh meski selalu mengacuhkannya tapi yang penting tidak pernah mengusirnya.

"Hazel.!" Tayyar menegur saat Wanita masih terus memeluknya meski dia sudah berjalan memasuki gedung.

"Sungguh aku lelah sekali. Aku belum menebus waktu tidurku yang terpakai dua malam lalu karena kau tidak membiarkanku tidur."
Goda Hazel mengedip manja meski Tayyar sedang melotot padanya.

Tayyar menarik napas panjang, menarik lengan Hazel, memaksa sang tunangan melepaskan pelukan.
"Cukup.!" Desis Tayyar saat si wanita ingin kembali memeluknya.
Dia mencengkram kedua pergelangan Hazel.
"Jangan sampai aku marah.
Jangan kelewatan."
Nadanya lebih keras.
"Jika kau ingin istirahat di ruanganku silahkan saja tapi gajimu hari ini hangus."

Hazel tersenyum, Tayyar pasti tau uang segitu tidak berharga baginya.
"Aku tau kau pasti mengizinkanku. Kau paling sayang padaku kan.!"

Tayyar berdiri di depan lift dengan tangan dikedua saku celana, mengabaikan Sang tunangan yang bergelayut di lengannya.
"Kau tunanganku, selama tidak merugikan dan mempermalukanku, aku tidak akan melarangmu."

Hazel menelan ludah
taukah Tayyar kata-kata nya barusan mempermalukan Hazel.?
Apakah harus menegaskan bahwa Tayyar tidak punya perasaan apapun padanya di depan umum seperti ini.?
Beberapa orang terang-terangan mendengus, yang lain berpaling sambil tersenyum.
Apa Tayyar tau kalau status Hazel sebagai anak angkat membuatnya kehilangan rasa hormat.
Mereka takut padanya karena nama orangtua dan tunangannya saja.
Hazel melepaskan pelukannya dari lengan Tayyar tapi saat itu kakinya justru salah pijakan.
Dia terdorong ke belakang, menabrak orang yang ada di belakangnya.
Mereka berdua jatuh terduduk ke lantai, kertas dan map yang dipegang orang tersebut langsung berhamburan.

"Maaf.!" Ucapnya saat melihat semua orang bergegas membantu mengumpulkan kertas.
"aku tidak tau kau ada di belakangku."

"Tidak apa-apa nona. Saya baik-baik saja."
Jawab wanita itu dengan tatapan tertuju pada Tayyar yang ikut mengumpulkan kertas kerjanya.
"Saya juga minta maaf karena kurang waspada."

Safiye.!
Hazel tau nama perempuan ini.
Umurnya sama dengannya.
perawakan mereka mirip. Bahkan tai lalat di tengah pipi sama persis.
Orang bilang mereka kembar yang terpisah dari lahir tapi tentu saja Hazel tau itu tidak benar.
Yang pasti adalah Safiye sama seperti Hazel, jatuh cinta pada Tayyar.
Tapi siapa yang tidak.?
Lebih dari setengah pegawai perempuan menyukai Tayyar dan Hazel tidak punya waktu untuk memikirkan mereka semua, dia cukup menjaga Tayyar saja agar tidak melirik satupun dari mereka.

"Minta maaf pada Safiye.!"
Tayyar bangun dan membentak Hazel.

"Aku sudah minta maaf tadi." Jawab Hazel dengan kening berkerut.
"Lagipula semuanya sudah terkumpul, tidak ada yang hilang atau rusak."
Matanya tertuju pada tumpukan yang di peluk Safiye ke dada.

"Permintaan maafmu sama sekali tidak tulus.
Apa kau pikir Safiye tidak lelah harus menyusun semua kertas itu agar kembali berurutan.?"
Tayyar menghempaskan tangan Hazel yang di pengangnya.
"Bantu Safiye, susun kertas itu sesuai urutan, jangan temui aku jika belum selesai."
Lalu Tayyar melangkah ke dalam Lift yang di peruntukan khusus untuknya, memberi instruksi agar Asisten Gun menutup Lift agar Hazel tidak mengejarnya.

Hazel terpaku di sana, dia tidak akan mengejar Tayyar.
"Serahkan padaku. Aku akan menyusunnya kembali."
Bibirnya tersenyum.
"Aku janji kau tidak akan kehilangan apapun." Janjinya pada Safiye yang dalam dia menyerahkan tumpukan kertas di tangannya.
"Jangan cemas, aku akan meletakan semua pada tempatnya." Hibur Hazel saat melihat sorot cemas Safiye.

Satu persatu orang meninggal tempat tersebut termasuk Safiye.
Hazel lalu mengurungkan niatnya untuk menggangu Tayyar.
Dia duduk di kursinya, memilah dan menyusun kertas dokumen setinggi gunung Everest tersebut.
Hazel bukan gadis pintar seperti Safiye tapi dia juga bukan orang tolol.
Meski lambat tapi pada akhirnya pekerjaan itu selesai juga.

"Nona sudah hampir jam sebelas, kenapa anda belum pulang."
Penjaga yang akan mematikan lampu, sudah dua kali datang untuk memeriksa.

"Semua sudah selesai. Aku akan pulang sekarang."
Hazel merapikan semuanya lalu meletakan diatas meja Safiye.

Si penjaga mengangguk.
"Siapa yang menjemput anda atau mau saya panggilkan taksi saja.?"

Hazel langsung menggeleng.
"Tidak. Tidak perlu aku bisa pulang sendiri."

"Tapi diluar hujannya deras sekali. Apa tidak sebaiknya menghubungi orang rumah minta dijemput.!?"
Usul si penjaga.

"Jangan pikirkan aku. Lanjutkan saja kerjamu."
Dia menyambar tasnya dan segera berlari meninggalkan si penjaga.
Mana mungkin dia minta di jemput, dia tidak mau pulang. Dia mau bertemu Tayyar, dia rindu laki-laki itu.
Dia sengaja tidak bawa mobil, rencananya dia mau pulang dengan Tayyar saja tadi.
Dia berlari menuju Halte, menembus hujan mengejar bus terakhir yang akan melewati kawasan rumah Tayyar.
Sepanjang jalan, Hazel menggosok lengannya.
Bajunya yang basah oleh hujan ditambah AC bus yang masih menyala dalam cuaca sedingin ini membuatnya gemetar.

Dua puluh menit, Hazel turun di halte lalu sambil tersenyum dia berlari kembali menembus hujan menuju rumah Tayyar yang terletak di bagian paling ujung perumahan elit tersebut.
Dia menekan bel berulang kali, tidak menyerah meski tidak ada tanda-tanda Tayyar yang tinggal sendirian akan membukakan pintu untuknya.

"Tayyar kau tidak di rumah ya.?"
Dia bertanya tidak lagi menekan bell atau mengetuk pintu.
"Baiklah kalau begitu aku pulang saja."
Gumamnya yang tak sempat berbalik karena saat itu pintu di depannya terbuka, sosok Tayyar yang bertelanjang  dada, hanya memakai celana tidur berdiri di depannya.
"Tayyar.!" Senyum Hazel langsung merekah.
"Ternyata kau ada di rumah."
Dia segera memeluk Tayyar, tidak peduli saat itu dia basah kuyup dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Dengan kasar Tayyar langsung mendorong Hazel, menyapu air yang menempel padanya.
"Apa kau tidak punya rumah. Kenapa terus mengangguku.!" Kesalnya yang masuk dan membiarkan Hazel mengikutinya lalu menutup pintu.

"Tak lama lagi ini akan jadi rumahku."
Hazel memeluk Tayyar dari belakang.
"Aku rindu sekali padamu. Hari ini kita hanya bertemu selama lima menit." Rajuk nya.

Tayyar melepaskan diri.
"Lihat kau basah kuyup. Tanggalkan bajumu."

"Di sini.!?"

Tayyar berbalik, tidak mengerti apa yang Hazel katakan.
Matanya langsung bersinar melihat Hazel yang tanpa malu-malu, tergesa-gesa membuka pakaian yang basah, berdiri toples di depannya.
Jakun Tayyar bergerak, matanya menyusuri tubuh Hazel.

Hazel tersenyum saat tangan Tayyar terulur menariknya hingga terhempas ke dada laki-laki itu.
Tayyar membungkuk, mengangkat Hazel yang langsung melingkarkan lengan ke lehernya.
Fokus dan tujuan Tayyar hanya satu yaitu kamar dan tempat tidurnya yang luas.

***************************
(19012024) PYK

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top