#9


Sepanjang perjalanan pulang aku hanya diam, sesekali aku lihat Delano menoleh padaku, aku juga melihat sekilas dan membalas senyumnya jika ia tersenyum. Aku memejamkan mataku terbayang lagi ciuman yang membuatku lemas dan kehabisan napas ah seumur-umur baru sekarang aku mengalaminya.

"Hayo membayangkan ciumanku tadi ya, mau aku cium lagi?" godanya dengan suara pelan, tapi sanggup membuat aku kaget, tahuu saja dia, aku jadi malu dan bingung mau menjawab apa. Aku mendengar Delano tertawa pelan.

"Inaaa Ina, kamu benar-benar lugu, ah ibu direktur, ibu direktur," ujarnya sambil tertawa, aku hanya tersenyum aneh dan tidak berkata apa-apa.

Aku hanya ingat saat Kevin menciumku dulu, ia seperti ketakutan juga, hanya menempelkan bibirnya perlahan lalu ia menunduk dengan malu. Kevin selalu melakukan apapun dengan lembut, aku tidak pernah merasa ketakutan jika dengan Kevin.

"Jangan bandingkan aku dengan Kevin, Ina, dia orang baik, berpacaranpun ya baru dengan kamu itu, dia pemalu," ujar Delano seolah tahu apa yang aku pikirkan. Aku jadi ngeri mau berpikir apa, aku pejamkan saja mataku.

"Ina sayaaang sudah sampai," Delano menepuk tanganku, aku tergagap dan turun dari mobil waktu ia membuka pintunya. Ku lambaikan tangan saat mobilnya berlalu.

Perlahan ku buka pintu dan kembali aku menemukan wajah-wajah keponakanku yang bandel.

"Hayoooo sama om itu lagiii, hurraaa hurraaa..kita akan segera berpesta," keponakanku yang bandel tapi manis-manis bertingkah seperti "Marsya" yang nakal. Kuusir mereka dan aku segera berlalu masuk ke kamarku, melepaskan heelsku, membuka baju dan segera ke kamar mandi.

***

Selesai mandi rasanya segar badanku. Kupakai baju tidur kedodoran, biar terasa enak. Lalu mulai merebahkan badanku di kasur. Terdengar notifikasi tanda pesan singkat masuk. Ah kegemaranku yang baru, menjawab pesan singkat, dulu, kegiatan ini sangat aku benci, aku merasa buang-buang waktu saja, mending telpon sudah selesai. Dan entah mengapa sekarang aku menyukainya.

Cepat tidur, besok ngantor lagi bu direktur

😊

Loh, kok malah senyum disuru tidur kok

Iya bentar lagi setelah selesai jawab pesan kamu

😂😂

Kok ketawa Dee

Ah kamu lucu Ina, lugu banget kamu, iya dah selamat tidur 😘

Iya, selamat tidur juga 😊

Kok nggak pake emot 😘

Nggak ah

Kenapa kan cuma emot

Malu

😂😂😂😂😂😂😂

Selamat tidur Inaaa aduh aku jadi ketawa terus kalo gini caranya bai bai 😘😘

Iya

Hmmm orang yang aneh, aku jujur malah diketawain. Aku meletakkan ponselku di meja dan mulai merapatkan selimut ke badanku, tak lupa guling yang besar menemaniku.

***

Pagi-pagi aku sudah di kantor, menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda kemarin, menelpon sekretarisku apa saja meeting yang harus aku hadiri. Ah iya aku lupa, ada pertemuan pengusaha di Nusa Dua Bali, selama tiga hari. Lusa aku sudah harus berangkat.

Hari ini aku sempatkan pamit pada Maxi bahwa aku akan pergi selama tiga hari, ah dia memelukku erat, ada rasa nyaman saat menatap matanya yang bening, kembali aku melihat raut kesedihan di mata mama Delano.
Tepat saat aku akan pulang Delano datang, dan ia tahu jika aku akan ke Bali, ternyata ia juga akan berangkat lusa menggantikan pak Wira. Aku tidak punya alasan untuk menolak saat Delano menyarankan kami berangkat bersama. Aku mengangguk ragu.

Saat akan masuk ke dalam mobilku tiba-tiba Delano menahan tangaku.
"Aku tahu kamu takut, sejak aku menciummu, jangan kawatir, aku tidak akan melakukan hal yang membuatmu mundur dan menjauh," ujarnya pelan seperti berbisik di telingaku. Aku hanya mengangguk tanpa kata-kata. Sekali lagi Delano menahan tanganku.

"Berbicaralah Ina, jangan hanya mengangguk dan mengerjabkan mata, mana Ina yang garang dan dingin, jika kamu terus-terusan memandangku dengan tatapan takut, aku semakin ingin menciummu," ujarnya dengan wajah menggoda. Dengan cepat aku mengangguk.

"Iyaaa iya Dee, aku akan menjawab," ujarku cepat. Dan tawa Delano membahana membuat aku semakin malu, cepat ku tarik tanganku dan masuk ke dalam mobilku dan segera melaju dengan kecepatan sedang. Aku agak ngeri juga melihat tatapannya tadi. Ah Delano mengapa...dan mengapa...

***

Pagi aku menyiapkan ke berangkatanku ke Bali, Asri sekretaris ku ikut, Delano juga membawa sekretarisnya serta, karena selama di Bali kami kawatir ada hal-hal yang harus kami siapkan.

Jam 08.00 aku pamit pada mama dan keponakan-keponakanku, karena jam 09.30 pesawat akan takeoff ke Bali.

Sesampai di bandara tak lama kami bertemu dengan Delano dan skretarisnya. Kami bersiap boarding. Jam 10.00 pesawat kami takeoff menuju Bali, tumben terlambatnya nggak kebangeten.

***

Pesawat kami mendarat dengan selamat di bandara I Gusti Ngurah Rai, dan kami melanjutkan perjalanan ke Nusa Dua, karena hotel yang kami tempati adalah hotel yang terbiasa digunakan untuk konverensi tingkat tinggi dunia. Hotel ini menghadap langsung ke pantai di Nusa Dua.

Asri sekamar dengan sekretaris Delano, sepertinya dua gadis ini sejak tadi sudah berencana hendak berbelanja macam-macam jika ada kesempatan. Semetara aku dan Delano, memasuki kamar kami masing-masing.

Aku baru saja merebahkan badanku di kasur saat notifikasi masuk ke ponselku, ku ambil dengan malas sambil tetap rebahan di kasur yang nyaman ini

Aku temani kamu di kamar, boleh?

Nggak

Boleh lah In

Nggaaak

Dari pada sendirian, mending aku temani

Nggak, aku takut kita ngelakuin yang nggak-nggak

Ya udah kita ngelakuin yang iya-iya aja

Pokoknya nggak

Dan Delano tidak membalas lagi, hmmmm ada-ada saja tuh orang pikirku. Aku akan segera mandi, meski pembukaan acara Economic Asean Summit ini masih akan dibuka nanti jam 19.00, aku ingin tubuhku segar.

***

Satu jam kemudian aku sudah selesai mandi dan mulai menikmati ombak Nusa Dua dari balik jendela kamar hotelku, indahnya melihat ombak yang berkejaran. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk, ada apa Asri menemuiku. Saat aku buka, kagetku bukan main, ternyata Delano. Aku merasa tidak enak karena hanya mengunakan tanktop dan celana pendek. Terlihat ia tertegun memandangku. Segera ku suruh ia masuk dan aku mengambil jaket untuk menutupi badanku.

"Kok pakai jaket In?" tanya Delano sambil senyum-senyum.

"Hmmm dan membiarkan matamu kemana-mana," jawabku cepat dan pura-pura mengambil camilan yang aku bawa dari rumah dan kusodorkan padanya. Ia menggeleng.

"Nggak ah, aku nggak biasa ngemil, mending ngemil bibir kamu aja, boleh?" tanyanya dengan wajah lucu.

Aku mencibir sambil mulai menikmati keripik kentang. Delano pindah tempat duduk mendekatiku. Aku bergeser dan menatapnya dengan tatapan marah.

"Dee, kita cuma berdua, aku mohon banget kita jangan macem-macem, aku nggak ingin hubungan yang kita mulai ini, jadi selaluuuu dipenuhi nafsu, aku ingin mengenal kamu dengan cara yang lembut," ujarku setengah memohon. Ku lihat dia tersenyum.

"Lagian siapa yang mau macem-macem, aku cuman pingin duduk dekat kamu saja kok," kata Delano sambil tangannya mendarat sempurna di pahaku. Aku letakkan tangannya di kursi tempat dia duduk.

"Tuh kan bener, tangannya ke mana-mana," teriakku marah. Dan Delano tertawa pelan.

"Kan salah kamu, kenapa pakai celana pendek, bertanktop pula dan nggak pake bra lagi," dia semakin mengeraskan tawanya. Aku memekik pelan, semakin kurapatkan jaketku, pasti dia melihat saat awal masuk tadi.

"Loh aku kan baru selesai mandi, lagian juga ngapain kamu ke sini, tidur ato apa kek di kamarmu," ujarku semakin marah. Dan Delano hanya tertawa sambil melangkahkan kakinya ke kasur dan merebahkan badannya di sana.

Aku biarkan dia di sana sementara aku lanjutkan kegiatanku, ngemil sambil menatap deburan ombak. Ku lihat sekilas ke arah kasur, ternyata Delano sudah nyenyak, napasnya teratur, dan ia tidur menyamping.

Kupandangi ia dari tempat dudukku. Ia hanya menggunakan celana bermuda selutut berwarna khaki dan t-shirt yang pas dibandannya. Sehingga badannya yang besar semakin terlihat. Ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Saat ku buka ternyata Asri. Ia sempat melihat ke arah kasur dan tersenyum aneh kepadaku.

"Ini buku agenda ibu, ada catatan penting di dalamnya, transaksi terakhir dengan beberapa perusahaan besar, bisa ibu lihat di sana, mungkin ibu butuhkan nanti malam," ujar Asri menjelaskan. Aku mengangguk dan Asri segera ke luar kamarku.

Huuuufftttt wajahku pasti merah. Pasti pikiran Asri macam-macam melihat rambutku yang basah dan memakai jaket kedodoran selutut sehingga celana pendekku tidak kelihatan, dan Delano yang masih terlelap tidur.

***

Tak terasa aku juga mengantuk, mau tidur di mana ini, di sofa kok ya jadi pegel semua badan, mau tidur di kasur kok ngeri, ada raksasa tidur, ntar aku ketindih lagi, apes bener.

Akhirnya tidak ada pilihan lain, aku beranikan diri tidur di samping Delano, toh kasur hotel ini besar banget, ada jarak cukup jauh antara aku dan Delano, artinya kulit kami tidak akan bersentuhan. Kupasang erat jaketku, dan kuselimuti badanku, akhirnya akupun terbang ke alam mimpi.

***

Aku terbangun saat merasakan hembusan napas di telingaku, awalnya aku hanya menganggap bagian dari mimpiku, tapi saat leherku mulai merasakan endusan hidung dan hembusan napas, aku terlonjak kaget, karena wajah Delano ada di depan wajahku, aku menjerit tertahan.

"Heiii heiiii nggak usah histeris Inaaa, aku nggak akan memperkosamu, dari tadi kamu dibangunkan kayak orang mati, nggak bangun-bangun, ditepuk pipimu gak gerak, kuciumi telingamu pun nggak ada respon, ya udah aku ciumi leher kamu, baru kamu melek, hmmm dasar, tuh cepat makan, lihat tuh jam berapa, terlambat banget makan siangnya, aku sudah makan nggak kuat lapar, dua porsi aku malah," ujar Delano sambil terkekeh. Akhirnya aku bangun dan turun perlahan, aku mulai makan.

"Dapat dari mana nih makanan Dee?" tanyaku.

"Sekretarisku sama sekretarismu jalan-jalan mereka nelepon kali aku mau nitip apa, sebenarnya sudah disediakan loh di hotel In, tapi aku males ke luar, lebih enak meluk-meluk kamu, jadi ya aku minta mereka bawa makanan dan ngantarkan ke kamar ini tadi," ucap Delano sambil menyesap kopinya perlahan. Aku tersedak mendengar cerita Delano.

"Apa, mereka ke sini tadi, lihat aku tidur, waduh Dee apa nanti yang ada dipikiran mereka, kok ya pas aku tidur," ujarku kawatir.

"Ya biar saja, toh kita memang ada apa-apa, mana tadi aku nyelimuti kamu sampe leher, jadi kamu kayak gak pake baju," ujar Delano tertawa mempermainkanku. Aku jadi tidak berselera makan.

"Mereka berdua tadi sempat senyum-senyum waktu liat kamu tidur nyenyak, kali kita dikira habis...," Delano tak melanjutkan saat mataku melotot.

Selesai makan aku lihat Delano duduk di kursi menghadap ke laut yang berdebur, entah apa yang ada dipikirannya, aku merasa agak panas setelah makan, aku buka jaketku yang tebal. Aku mengambil t-shirt di travel bagku. Aku memilih-milih sambil membungkukkan badanku.

Tiba-tiba Delano memelukku dari belakang, aku merasakan debaran aneh karena aku hanya memakai tanktop, bibirnya sudah ke mana-mana.

"Dee...Deee kamu sudah berjanji untuk tidak macam-macam," ujarku sambil berusaha melepaskan pelukannya yang semakin erat.

"Kka..muu..kamu yang memancingku, mengapa membungkuk dan terlihat bagian belakang, kamu sengaja mengodaku, kkaa muu sadar, kaa..mu pakai celana sangat pendek," suara Delano terdengat parau, aku semakin takut saat bibirnya menjelajah leher, telinga dan punggungku, aku hampir terbawa suasana, saat tangannya tiba-tiba berada dalam tanktopku dan meremas dadaku dengan keras yang tidak menggunakan bra, aku hampir melenguh tapi kutahan dan kupukulkan sikuku pada perutnya.

Delano terdorong sedikit dan aku berbalik. Mataku terasa panas, aku yakin ada genangan air mata.

"Dee aku tidak mau munafik, aku juga menginginkan sentuhanmu, tapi tidak sekarang, tidak Dee," ujarku tertahan. Delano memelukku dan mengusap kepalaku.

"Maafkan aku Ina, aku selalu tidak bisa menahan diri untuk selalu menyentuhmu, sampai kapan kita kayak gini, kita nikah ya Ina?" ucapnya dengan suara memelas. Aku lepas pelukannya. Ku tatap dengam serius.

"Aku belum bisa memastikan perasaanku Dee, menikah adalah keputusan besar untukku, di usiaku yang tidak lagi muda, kita baru mulai, lalu tiba-tiba kamu ngajak aku nikah, ini sungguh mengagetkan,"ujarku bimbang.

"Apa yang kamu risaukan, aku tidak pernah main-main dalam hubungan ini, aku mencari istri dan mama untuk Maxi, tidak ada waktu untuk bermain dengan perasaan Ina," ujarnya sambil mengelus pipiku perlahan.

"Beri aku waktu berpikir Dee, beri aku waktu menghapus kenangan Kevin dan menerimamu seutuhnya sebagai Delano, aku mulai menyukai mu, tapi aku sering bingung saat melihat senyum dan tawamu yang selalu terlihat sebagai Kevin," ujarku pelan.

Tiba-tiba ia menciumku dengan kasar dan menggigit bibir bawahku sampai aku merasakan perih, ku pukul dadanya.

"Kevin tidak seperti itu kan Ina, apakah aku harus bersaing dengan saudaraku yang sudah meninggal, aku selalu cemburu tiap kau sebut nama Kevin," ia menatapku dengan tatapan tajam. Ku peluk Delano dan sandarkan kepalaku pada dadanya.

"Tidakkah kamu mengerti, aku mengalami hal indah pertama dengan Kevin dan itu tidak mudah menghapus Dee, kalian indah dengan cara kalian masing-masing tidak bisa dibandingkan, aku hanya minta waktu aku tidak menolak tawaranmu," ucapku lirih. Aku dengar napas lega Delano. Ia memandangku sekali lagi dan mencium keningku.

"Aku mencintaimu Ina," ucapnya pelan tapi sanggup membuat dadaku sesak dan ingin menangis. Mata ku menghangat dan tersenyum bahagia.

Kami tersentak saat bunyi bel terdengar berkali-kali.

Secepatnya aku menuju pintu dan Delano mengekor di belakangku.

Saat aku buka, aku terkejut bukan main, lebih-lebih orang yang berdiri di depan pintu.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Zigma dengan tatapan curiga dan rahang yang mengeras.

"Aku tidak membuntuti kalian, kebetulan aku juga akan hadir pada pertemuan ini, satu pesawat dengan kalian dan kamarkupun tak jauh dari kamarmu Ina, heh seperti ini ternyata kelakuanmu, akhirnya kau jatuh juga pada laki-laki brengsek dan mau tidur dengannya...."

PLAK!!!

Seketika tanganku reflek melayang ke wajah Zigma.

"Jaga mulutmu, aku bisa menjaga diriku, kalaupun dia ada di kamarku, itu urusanku, dia kekasihku, calon suamiku," suaraku terdengar bergetar, tangan Delano memeluk bahuku.

"Aku tahu kau benci padaku karena kisah lama kita, aku tak berburu wanita diusia seperti ini, aku mencari mama bagi Maxi dan kau dengan sendiri kan, dia calon istriku, terima kasih kau mengkhawatirkannya."

Delano segera menutup pintu kamarku, dan membalik tubuhku, aku menangis dalam pelukannya.

"Dia mencintaimu Ina, aku yakin itu," suara Delano terdengar lirih di telingaku.

****

Revisi 14 November '19 (02.28)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top