Ken's Babydoll
"Sejak awal, aku tahu jatuh cinta pada seorang biadadari itu adalah ide terburuk." Kepedihan terdengar di sela-sela suaranya. Aviowlloska memeluk Zjuikazdavxanie erat, seolah gadis itu akan terbang kabur. Lelaki manusia itu melonggarkan dekapan hanya untuk memandang wajah berseri sang Bidadari. Tak ada jarak di antara hidung mereka. "Tapi aku manusia bodoh dan nekat."
Tangis Meg pecah, meyamarkan suara film I Fell in Love with an Angel, and I Know It Was Fate, so I Tried to Get into Heaven, but Messed Up and Was Reborn as the Demon Lord's Manservant ... So Please, Just Hear Me Out. "Mereka berdua romantis sekali," komentarnya sesenggukan.
"Kau benar." Aku bohong kalau berkata tak ada aura mesra di antara aktor dan aktris itu. "Jiwa jombloku jadi iri."
"Jangan merasa begitu." June spontan merangkulku. "Kau juga bakal punya pacar baik. Selama menunggu, nikmati saja." Gosh, seandainya menikmati hidup semudah bicara. Sudah berkali-berkali aku jatuh pada orang lain. Namun tak ada yang memiliki perasaan sama sepertiku. Kata-kata semacam ini sudah sering kudengar: Maaf, kita cuma teman; kau sudah kuanggap sebagai adik;aku tidak tertarik pada hubungan romantis. Aku, Fairfax Smith, juga mau dicintai.
"Aku suka kau." Kata-kata itu menembus rintik hujan. Mataku terbelalak. Apa aku tak salah dengar? Aku melayangkan tatapan bertanya-tanya pada pemuda berambut cokelat di hadapanku. Hanya ada keseriusan. Tak ada kebohongan terselip dalam sorot mata hazelnya. "S-sungguh?"
Ia menangguk sebelum mengulangi pernyataannya. "Aku suka kau, Fairfax." Lidahku kelu, tak sanggup menjawab. Sesuatu dalam diriku mendorongku untuk mendaratkan satu kecupan di pipi Ken. Saat aku menjauh, rona merah di kedua pipi lelaki itu tampak jelas. Malu-malu pemuda itu meraih tanganku, menggenggamnya erat. "Babydoll ..."
Babydoll? Aku mendongak, terkesiap. Sadar arti tatapanku, Ken spontan mengalihkan pandangan. Tangannya kikuk menggarruk tengkuk."O-oh, maaf, kau tak suka, ya? Aku—"
"Aku suka panggilan itu." Senyumku melebar. Sejak saat itu, 21 Juni 2010, aku melepas label jomblo dan berpacaran dengan Ken. Secara resmi, Juni kunobatkan sebagai bulan favoritku.
"Cantik." Aku bisa merasakan pipiku merona saat Ken memuji pakaian yang kujahit sendiri (atau aku?). Gosh, harus kuakui, aku jatuh cinta pada gaun off-shoulder ini pada pandang pertama. Tak kusangka gaun rancanganku akan tercipta seimut ini, meski agak ketat pada pinggang. Sekali lagi, aku berputar di tempat. Jadi begini perasaan Cinderella ketika Ibu Peri memperbaiki gaunnya.
Ken menyibak anak rambutku. "Aku suka saat kau memakai pakaian merah muda." Mata hazelnya menghipnotisku. Kata-kata berbalut madu itu memotivasiku untuk mengoleksi dan menjahit lebih banyak pakaian dan aksesoris merah muda, yang kini menjadi warna favoritku.
Meskipun genggaman Ken sudah dilepas, sakitnya masih terasa di pergelangan tanganku. "Babydoll," panggilan Ken membuat bulu kuduk berdiri. Gosh, aku tidak suka nada dinginnya. Takut-takut aku menatap mata hazelnya. Spontan aku menunduk sesaat setelah tatapan kami bertemu. "Kenapa kau memeluknya?"
"Maksudmu gadis yang tadi?" ini bukan kali pertama Ken bersikap seperti itu. Aku memutar bola mata dan mendengus. "Gosh, kau tahu aku tidak berkencan dengan perempuan."
"Kenapa kau memeluknya?" masih dengan intonasi yang sama, Ken mengulangi pertanyaan.
"Ken, dia mengembalikan dompetku dan pantas mendapatkan pelukan terima kasih."
"Dan kau, Babydoll." Mencengkram daguku, memaksa untuk bertemu tatap. Tanpa sadar, aku menahan napas. "Kau pantas mendapatkan hukuman."
Aku meringis saat menyentuhnya, masih peri. Gosh, kenapa harus di leher? Cupang-cupang tampak jelas di pantulan cermin toilet mal. Kalau begini, bakal sulit ditutupi, memang itu tujuan Ken.
"Hei, kau oke?" otomatis aku menutup leher dengan telapak tangan sebelum berbalik. Aku bernapas lega saat melihat pemilik suara: gadis bertindik hidung yang mengembalikan dompet. Baru saja akan kujawab ketika ia mendadak menarik tanganku. Terbongkar sudah. Sepertinya percuma menyembunyikannya dari mata setajam elang itu. Sudut bibir kirinya ditarik ke atas. "Hah. Sudah kuduga. Dia tak sebaik rupanya. Aku jadi merasa kasihan." Tanpa melepas genggaman di lengan, ia memberiku sebuah kalung choker. Spontan aku melayangkan tatapan bertanya-tanya.
Dia justru memalingkan muka. "Di Toko Death Wish ada promo beli satu gratis satu." Gadis itu melepas genggaman untuk menunjuk kalung choker hitam yang melingkar di leher. "Cuma dua warna ini dan aku tak suka merah muda. Kupikir kau tak mau orang-orang melihatnya, jadi ... ambil saja." Kebaikannya melebihi Zjuikazdavxanie, meninggalkanku terkesiap.
Dari miliaran orang dalam semesta, kenapa dia? Ini pasti takdir! Aku tak sanggup menahan senyum saat melihat gadis bertindik itu berdiri di depan rumahku. Kabar baiknya, dia adalah anak Tuan Parsons yang dititipkan pada keluargaku sampai Juni usai. Bulan Juni memang bulan keberuntunganku! Saking senangnya, aku mengenggam tangan gadis emo itu erat-erat. "Gosh! Kau gadis yang kutemui di mal kemarin-kemarin!" Kegiranganku meletup-letup. "Senang takdir mempertemukan kita lagi. Ah iya, namaku Fairfax!"
"Raven." Ia membalas senyumku. Tuhan, semoga bulan Juni berlangsung sangat lama.
"Kata June, Ken itu toxic." Kata-kata Meg yang sesenggukan nyaris membuatku tersedak berondong jagung. Kenapa topik pacarku muncul di tengah acara menonton I Fell in Love with an Angel, and I Know It Was Fate, so I Tried to Get into Heaven, but Messed Up and Was Reborn as the Demon Lord's Manservant ... So Please, Just Hear Me Out season 4, sih?
"Ken tidak seburuk yang kalian kira. Percalayah, kami sudah berpacaran sejak Juni lalu. Caranya mengekspresikan kasih sayang saja yang ..." dering telepon menyela penjelasanku. Aku menelan ludah saat membaca nama sang Penelepon. Cepat-cepat kupasang senyum sebelum keluar kamar. "Telepon dari Ken. Aku akan bergabung lagi secepatnya."
"Kau tidak lupa hari jadi pertama hubungan kita—21 Juni depan—bukan, Babydoll? Aku sudah meyiapkan tiket untuk berlibur di Pantai satu hari dua malam!" kegembiraan terdengar jelas di sela-sela perkataan Ken. Sayang sekali aku harus menolaknya. "Maaf, Ken. Putri Tuan Parsons dititipkan di rumahku. Aku tidak bisa meninggalkannya ..."
"Babydoll." Oh, tidak, lagi-lagi intonasi itu. Aku menggigit bibir bawah sambil menyandar pada dinding. "Kau tahu aku tidak bisa mengencani gadis yang menolakku—"
"Kalau begitu, putus saja. Dah, Bangsat." Itu penutup perbincangan telepon kami. Bukan. Bukan aku yang blak-blakan begitu. Itu Raven, yang merebut ponselku dan menyela Ken. Sejak kapan dia ada di sini? Apa saja yang dia dengar? Beribu pertanyaan menghantam otak. Aku tak tahu berkata apa, yang kulakukan Cuma menatap mata kelabu Raven. Kali ini ia tidak memalingkan muka.
"Kenapa, Raven?" kukumpulkan nyali sebelum berkata-kata, meski pelan. "Dia itu pacarku."
Memang tak terlihat jelas, tapi ada keterkejutan di raut wajah gadis itu. Raven tampak ... terganggu. "Aku ... aku yang harusnya bertanya, Blondie." Kedua tangannya mendarat di kedua pundakku. "Kenapa kau tahan dengan orang, tidak, makhluk itu?" Ketika aku akan menjawabnya, tukas Raven menusuk tepat di hati, menyibak kain yang selama ini membutakanku, "tolong jangan bilang itu karena cinta. Karena kau tak terlihat bahagia bersamanya."
Bendungan air mataku pecah. Maaf, Raven, kausmu jadi basah karena aku.
"Babydoll!" Akhirnya batang hidung Ken muncul juga. Dia datang lebih awal ke kafe. Mungkin karena ini hari 21 Juni dan aku menolak liburan pantai darinya? Raven benar. Kebahagiaan dan kehangatan yang biasa kurasakan saat bersama lelaki itu sudah dipecat, diambil alih oleh takut dan khawatir ... sejak ia mengecek isi ponselku tiap kencan dan melarangku sering-sering mengobrol laki-laki lain. Aku menatap mata hazel itu lurus-lurus dan memasang senyum. Fairfax Smith, saatnya kau menamatkan Ken.
[TAMAT. Cerpen dari sudut pandang Raven Parsons: Not Like Other Girls]
Awalnya aku ga kepikiran bikin cerpen ini. Cerpen Raven aja, udah. Terus aku merasa kehidupan Fairfax bisa digali lebih dalam jadi ... kuharap kalian suka (灬º‿º灬)♡
Proses menggali Fairfax dibantu sama lagu Barbie Girl oleh Aqua yang di-cover Postmodern Jukebox ✨
Aku ga punya pengalaman hubungan romantis (kecuali game simulasi dan roleplay Wattpad lol), tapi beberapa kali aku baca cerita romantis dengan male lead yang posesif (banget) dan banyak yang suka (kadang-kadang aku juga lmao)—bukannya terlalu posesif itu justru ga baik? Bukannya itu bisa jadi toxic relationship? Dan aku berakhir cari-cari di internet.
Kenapa Fairfax?
Fairfax artinya fair hair (rambut yang cantik/terang)
(Karena itu juga Raven memanggilnya Blondie)
Pas buat konsep "the other girls" yang mainstream.
Kenapa Ken?
Seperti yang kalian ketahui, Ken itu pacar Barbie.
Ya, cuma karena itu.
Adegan pertama Aviolloska dan Zjuikazdavxanie?
"Aku tahu jatuh cinta denganmu adalah ide terburuk sepanjang masa, tapi aku orang bodoh dan nekat." Itu bahan mentahnya. Ga bisa lupa, soalnya aku ngerasain hal kayak gitu. Seandainya aku bisa mengontrol perasaan ;-;
Judul filmnya?
Nama tokoh film? Asal ketik aja lol.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top