Dua : INSIDEN DI BANGSAL TAHANAN

Selamat malam, Pembaca ...

Saya menghadirkan kisah fantasi saya lagi, dengan harapan kalian akan berkenan membaca dan memberikan kritik serta saran untuk saya. Selain vote tentu saja.

HAPPY READING...


Sore masih saja basah, karena matahari tak juga menampakkan diri setelah pagi tadi kabut menyelimuti lembah Cherokee. Dari bangsal yang terletak di hutan kecil belakang rumah kepala suku, masih saja terdengar teriakan Yiska. Gadis itu terus menangis sambil meraung minta dilepaskan. Sepertinya tempat itu akan berhasil membuat penghuninya menjadi gila tanpa diinginkan.

Beberapa penghuni bilik yang lain yang semula ikut marah dan gerah dengan raungan Yiska, sepertinya mulai menulikan telinga masing-masing. Mereka sudah terbiasa dengan raungan tak berguna yang dilontarkan oleh penghuni baru bilik penjara suku Cherokee.

"Sebaiknya kamu berhenti berteriak," seseorang yang ada di bilik sebelah kanan menasehati Yiska. Kali ini suaranya sedikit lembut, tidak sangar seperti penghuni yang ada di sebelah kiri.

Yiska masih sesenggukan.

"Apa yang membawamu ke sini? Apakah kamu juga seorang pesakitan seperti kami?" tanya penghuni bilik kanan melanjutkan kalimatnya.

"Aku bukan pesakitan. Aku hanya tersesat!" Yiska menjawab singkat.

"Dari suku mana kau berasal?"

"Aku tak memiliki suku."

"Tak memiliki suku?" penghuni bilik sebelah kelihatan terkejut. "Bagaimana mungkin?"

"Aku tersesat saat mengikuti segerombolan kelinci di hutan cemara itu. Kami sedang berkemah dan menjelajah alam," Yiska berkisah lirih yang masih bisa di dengar dari bilik sebelah.

"Namaku Neka. Siapa namamu?" penghuni bilik sebelah memperkenalkan namanya dengan sebutan Neka sambil mengintip Yiska dari lubang dinding kayu.

"Namaku Yiska," gadis itu menjawab dengan lesu. Kepalanya tersandar di dinding bilik. Matanya terlihat sembab dan rambutnya awut-awutan.

"Sebentar lagi pembantu kepala suku akan datang mengantar makanan untuk kita. Sebaiknya kamu tidak berteriak agar tidak memancing kemarahan penjaga," Neka menyarankan dengan lirih.

Tapi Yiska tak menyahut, dia terlalu sibuk dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Apalagi bajunya sudah demikian kotor karena tersaruk dan terseret oleh penduduk yang menangkapnya.

Hening, tak ada suara sesudahnya. Hanya sesekali terdengar obrolan sesama penghuni bilik penjara. Sepertinya memang tidak terlalu banyak yang menghuni bilik-bilik penjara suku Cherokee ini. Biliknya memang banyak, dibuat berjajar di sepanjang sisi bangsal kuno ini. Sementara tengahnya terlihat dibiarkan kosong tak terisi apapun. Hanya sebuah meja yang terbuat dari batang kayu yang besar. Bentuknya yang mengkilap menyatakan bahwa meja itu berusia puluhan tahun.

Seperti yang dikatakan Neka, bahwa sebentar lagi pembantu kepala suku akan datang mengantar makanan untuk mereka, karena pintu bangsal berderit menandakan bahwa ada yang membukanya.

Tak lama terdengar langkah-langkah kaki yang sedikit cepat. Yiska mengintip dari lubang yang terdapat pada pintu bilik tersebut. Terlihat olehnya seorang gadis, setidaknya itu yang Yiska simpulkan karena berambut panjang, sedang membuka lubang-lubang yang sengaja di buat di pintu bilik bagian bawah.

Gadis itu kemudian menyodorkan sebuah piring terbuat dari bahan enamel yang anti pecah, yang berisi makanan. Ya, gadis yang sedang membagikan ransum itu adalah Leti, pembantu di rumah kepala suku yang setiap hari memasak dan mengantar makanan untuk penghuni bilik penjara.

Dan ketika tiba didepan bilik Yiska, Leti juga menyodorkan ransumnya. Tapi dengan kasar Yiska kembali menyampar piring itu dengan kasar membuat makanan itu terserak kembali ke lantai bangsal dan berantakan.

Leti tersentak, tapi tak berani marah apalagi memungut kembali makanan itu. Dia hanya melanjutkan pekerjaannya mengantar ransum itu ke bilik yang lain.

"Kamu bodoh kalau membuang makanan itu. Karena kamu bahkan tak akan mendapatkannya untuk tiga hari ke depan karena ulah konyolmu itu," Neka memberitahu sembari memakan ransum jatahnya sendiri.

Sementara seorang tahanan di bilik kirinya terdengar tertawa mengejek kelakuan Yiska.

"Dasar perempuan bodoh! Sebaiknya kamu membiarkan dia dengan kelakuannya, Neka. Biarkan saja dia mati kelaparan!" penghuni bilik kiri berkata dengan kasar.

Suaranya sepertinya tak jelas karena sedang mengunyah makanan yang dibagikan Leti. Tapi sepertinya Yiska tak ambil pusing dengan apapun yang dikatakan Neka maupun penghuni bilik yang galak itu. Yang dia pedulikan hanya kemarahannya pada penduduk yang telah menangkap dan memenjarakannya tanpa alasan, bahkan menuduhnya sebagai penyusup dari suku Ramda.

Yiska geram. Semua ini jelas karena kelinci sialan yang telah menipunya hingga terpuruk di sini.

Leti sudah berlalu dari bangsal penjara itu bberapa waktu yang lalu ketika kini terdengar pintu bangsal terbuka. Sebuah langkah gusar terdengar memasuki bangsal.

"Bersiaplah untuk menerima kemarahan anak buah Lewanu, Yiska. Mereka tak suka ransumnya diabaikan."

Yiska sedikit gentar dengan suara lirih yang diucapkan Neka di dekat lobang bilik yang memisahkan mereka. Tapi Yiska mencoba mengabaikan ketakutan yang mulai merayapi kepalanya.

Braakkk!!!!

Tiba-tiba pintu bilik Yiska terbuka dengan kasar dan dihadapannya muncul dua orang centeng Lewanu dengan wajahnya yang sangat jauh dari bersahabat.

"Kamu yang melempar makananmu?"

Yiska menatap mereka dengan nyalang. "Ya! Aku tak suka makanan itu, aku benci kalian! Aku mau bebas. Aku mau pulang! Aku bukan penyusup!" bahkan Yiska bicara dengan lantang dan berani.

Salah seorang centeng yang melihat Yiska bicara tanpa rasa takut itu terlihat marah kemudian tanpa pikir dua kali, dia menampar Yiska hingga gadis berkulit putih itu tersungkur dengan bibir pecah mengeluarkan darah.

Mata Yiska nanar menatap kedua centeng itu. Punggung tangannya digunakannya untuk menghapus percikan darah itu. Kemarahan Yiska semakin memuncak. Lalu dengan segera dia bangkit kemudian menyerang kedua centeng itu dengan membabi buta.

Tentu saja sia-sia karena kedua centeng itu mendorongnya dengan kasar, membuat Yiska kembali tersungkur ke dasar bilik.

"Jangan sekali-sekali melawan!"

"Aku tidak melawan! Aku hanya ingin bebas! Kalian biadab! Aku bukan penyusup! Sudah kukatakan aku tersesat! Tapi kalian tak mendengar kata-kataku!" Yiska menjawab dengan mata basah. Tangisnya pecah tak bisa dibendung lagi.

"Siapa dirimu sebenarnya akan dibuktikan nanti! Tapi kalau memang dirimu seorang penyusup, jangan harap kamu bisa keluar dari lembah ini dengan selamat!" seorang centeng yang bertubuh sedikit pendek berkata dengan nada mengancam.

Lalu kedua centeng itu keluar setelah sebelumnya menutup pintu bilik dan menguncinya dengan kasar pula seorang centeng yang bertubuh sedikit pendek berkata dengan nada mengancam.

Lalu kedua centeng itu keluar setelah sebelumnya menutup pintu bilik dan menguncinya dengan kasar pula. Yiska kembali memburu pintu itu agar tak tertutup.

"Bukaa!!! Buka pintunya!! Aku tak mau ada di sini! Keluarkan aku dari sini!" Yiska kembali meraung yang tanpa balasan sama sekali dari kedua centeng Lewanu tersebut.

Yiska kembali merosot dibalik pintu. Tangisnya tak bisa menutupi ketegaran yang coba diusahakannya.

"Aku benci kelinci itu! Aku benci kalian semuaaa!!"

Suaranya yang meraung tak lagi dipedulikan oleh penghuni bilik yang lain. Mereka sudah terlalu hapal dengan reaksi yang keluar begitu ada penghuni baru di bilik penjara Cherokee.

Dan benar saja, setelah lelah dengan teriakannya, Yiska akhirnya terdiam dengan sendirinya. Suaranya kini bahkan menjadi serak. Yiska menyerah.

* * * * *

Malam mulai merayap ketika Yiska terjaga dari tidurnya. Semenjak lelah menangis dan meraung, Yiska akhirnya terlelap. Gadis itu mengusap matanya untuk memperjelas pandangan matanya yang gelap. Sejenak dia lupa berada di mana, tapi kemudian dia mencoba mengingat apa yang terjadi. Dan begitu dia teringat berada di mana, gadis itu segera bangkit untuk menggedor pintu bilik tempatnya berada.

"Bukaaa!! Buka pintunya! Aku tak mau berada di sini! Keluarkan akuu !!!" Yiska kembali meradang.

Tapi reaksi yang dia terima tetap seperti semula, yakni penghuni bilik lain yang merasa terganggu dengan teriakannya.

"Sudahlah, Yiska. Tak akan ada gunanya kamu berteriak sampai menangis darahpun." Ini jelas suara Neka.

"Tapi aku tidak bersalah, Neka! Aku hanya tersesat!" Yiska mengulang kembali alasannya terpuruk sampai di sini.

"Aku sudah mendengarnya puluhan kali, Yiska. Tapi itu tak akan membuatmu keluar dari sini dengan baik-baik saja. Berdoalah agar keajaiban Tuhan menghampirimu dan kamu bisa terbebas dari sini."

Yiska terdiam. Sepertinya Neka benar. Dia tak mungkin keluar dari sini dengan cuma-cuma. Dan Yiska akan memikirkan caranya. Gadis itu menyerah. Dia kemudian merebahkan diri diatas dipan usang biliknya.

Pagi menjelang ketika suara ayam hutan terdengar berkokok. Sinar matahari juga sepertinya akan cemerlang pagi ini. Bisa dilihat dari sedikit cahayanya yang menerobos lubang kecil yang ada di atap bangsal tua ini.

Beberapa penghuni bilik lainnya terdengar mulai gaduh menyambut pagi mereka. Seperti pagi-pagi sebelumnya, penjaga akan menggiring penghuni bangsal menuju ke sebuah sungai yang ada di belakang hutan kecil itu. Meskipun hanya penjara suku, tapi mereka masih sangat manusiawi dalam memperlakukan keperluan manusia yang menjadi penghuni bangsal.

Semua penghuni sudah keluar dari biliknya masing-masing, dan berkumpul di depan bangsal. Tapi Yiska tidak kelihatan di sana.

"Mana penghuni baru bilik itu?" seorang penjaga bertanya dengan galak kepada tahanan itu.

Mereka yang berjumlah 8 orang laki-laki dan perempuan itu terdiam dan hanya saling pandang. Mereka kemudian menggeleng tanda tak tahu.

"Bawa mereka ke sungai, Baron! Aku yang akan mengurus anak tengil itu!" Yoki, seorang penjaga tahanan memberi perintah kepada seorang penjaga lainnya.

"Baik, Yoki. Ayo! Kalian berangkat!" Baron memerintah dan menggiring mereka menuju ke sungai untuk kegiatan rutin mereka, mandi dan buang hajat. karena sore harinya, mereka tak akan diberi kesempatan untuk mandi.

Para tahanan yang tubuhnya terlihat kurus itu berjalan teratur menuju ke sungai. Suasana dingin tak membuat penjaga menunda waktu mandi mereka. Dan para tahanan pun sepertinya sudah terbiasa dengan tajamnya suhu di pagi hari. Meski begitu, tak ada yang berniat lari, karena mereka tahu konsekuensinya.

Sepeninggal Baron, Yoki tersenyum sengit ketika ingat bahwa di dalam masih ada seorang tahanan baru yang sepertinya sangat cantik. Dengan langkah pelan dan hati yang mulai bergemuruh oleh nafsu, Yoki memasuki bangsal tahanan dan langsung menuju ke bilik dimana ada Yiska di dalamnya.

Dengan sekali sentak, Yoki membuka pintu bilik dengan kasar, membuat Yiska yang masih tergeletak menjadi terkejut dan terbel;alak kaget. Gadis itu buru-buru bangkit meski rasa sakit yang sangat menggigit dia rasakan menerpa kepalanya.

"Hei, Pemalas! Bangun! Semua tahanan sudah digiring ke sungai, kamu malah enak-enakan tidur!" Yoki bicara dengan suara keras dan tajam.

Meski sebenarnya gentar, tapi Yiska tak mau terlihat lemah dan takut. Dia memandang Yoki dengan galak sambil beringsut menjauh dari laki-laki itu. Yiska merasa ada yang tidak mengenakkan di sini.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Yiska menyalak dengan mata waspada.

Yoki tertawa. "Kau bertanya apa yang aku lakukan di sini? Bangsal penjara ini teritori kerjaku. Dan apapun yang ada di sini berada di bawah kekuasaanku. Termasuk dirimu!"

Yika menggeleng tegas.

"Jadi kalau sekarang aku ingin dipuaskan agar pagiku tak sedingin ini, maka kamu harus menurutinya seperti yang lain!" Yoki menyeringai licik.

Yiska mulai gentar.

"Tidak! Aku tidak mau karena aku bukan mereka!"

"Ha..ha..ha... Kamu bilang kamu bukan mereka? Tapi kalian sama-sama tahanan di bawah kekuasaanku!"

"Tidak! Aku tak peduli! Dan aku tak akan mau menuruti kemauan gilamu itu!" Yiska masih saja melawan dengam kelancangan mulutnya yang dibuat demikian tajam dan bahkan menyulut kemarahan Yoki.

"Tapi jelas aku mau, Nona!" suara Yoki rendah dan tegas membuat Yiska semakin ketakutan.

Lalu tanpa komando lagi Yoki maju hendak menyergap Yiska, namun gadis itu berkelit membuat Yoki hanya menyergap tempat kosong. Hal ini bukan membuat Yoki berhenti, tapi dia semakin bernafsu untuk mengalahkan kelancangan Yiska.

Maka dengan sekuat tenaga, Yoki kembali menyerang Yiska, namiun gadis itu juga tak mau menyerah.

"Nekaaa... tolong akuuu!!!" Yiska berteriak.

Yoki hanya tertawa terbahak-bahak dengan usaha Yiska yang meminta tolong pada Neka, karena jelas akan sia-sia belaka.

"Kamu tahu, seisi bangsal ini sudah digiring menuju sungai di belakang hutan ini. Jadi...hanya ada kita berdua di sini, Nona."

Yiska gemetar ketakutan, membayangkan nasib apakah yang akan dia alami selanjutnya jika tak ada seorangpun yang menolongnya. Dan sepertinya memang tak akan ada yang menolongnya kali ini.

Yoki semakin gelap mata. Laki-laki bertubuh kekar itu kembali mendekatinya dengan langkahnya yang tegap dan pasti. Rambutnya yang panjang –seperti layaknya laki-laki suku Cherokee lainnya- terlihat bergeriap di wajahnya. Memunculkan ketakutan yang coba Yiska tenggelamkan dalam hatinya. Tapi Yiska gagal, karena dia kini benar-benar ketakutan hingga kemudian dia berteriak lantang.

"Toloooonnnggg...!!!!" Yiska berteriak dengan suaranya yang melengking.

Tapi ini justru membuat amarah Yoki tersulut. Laki-laki itu menatap Yiska dengan pandangan tajam dan mengancam. Tanpa berpikir dua kali, Yoki mendekati Yiska kemudian menampar perempuan itu hingga tersungkur ke lantai. Darah terlihat mengucur dari sudut bibirnya, membuatnya demikian kontras dengan kulitnya yang putih. Rambutnya yang kecoklatan itu semakin berantakan.

Dan ketika Yiska berusaha untuk bangkit dan melawan, tiba-tiba pandangannya gelap.

Bugh!!

Masih terdengar samar suara sesuatu yang dipukul, bersamaan dengan kesadarannya yang perlahan menghilang.

* * * * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top