Permulaan
Ahad, 20 Februari 2005, tepatnya 15 tahun yang lalu, dua bayi cantik telah terlahir di dunia. Memberikan kebahagiaan di tengah-tengah kesenangan yang terjadi. Memancarkan aura baru, menambah data anggota keluarga, sekaligus merekatkan kedua hubungan yang telah bersatu dalam ikatan.
Tangisan sehat yang menggema membuat haru orang yang menyaksikan. Rona merah di wajah si kembar terlihat menyejukkan, gerakan badan tak beraturan membuat bidan harus ekstra perlahan membersihkan tubuhnya, apalagi ditambah outfit berwarna sama membuat kedua bayi makin menggemaskan. Hingga sepasang kekasih itu menyebutnya bahagia.
Beberapa tahun berlalu. Kantung mata sepasang kekasih tersebut telah sedikit berkurang. Namun, warna yang sama di baju dan aksesoris si kembar tak pernah pudar. Bahkan perkembangan mereka pun hampir bersamaan.
Perselisihan tak pernah absen dari si kembar Athena dan Anna. Mulai dari mainan, tempat makan, dan segala hal yag sebenarnya sama, tetapi tak dapat memuaskan keduanya.
"Loh kok jadi aku sih yang disalahin?" ucap Anna meninggikan suara ketika hendak memasuki rumah.
"Ya emang! Selalu kamu yang menang! Selalu kamu yang dipuji, selalu kamu yang dibela! Semua-semua kamu! Apa-apa kamu! Aku kapan?!" bentak Athena sambil menunjuk muka Anna tak sopan.
"Loh ada apa ini?" tanya Mawar—Ibu si kembar yang tanpa sengaja mendengar bentakan anak-anaknya dan langsung keluar tanpa melepas celemek yang tergantung jelas di badannya.
Athena yang terlanjur kesal, tanpa sengaja menabrak pundak Mawar pelan dan berlari menuju lantai dua kamarnya. Ia merasa tak beruntung hari ini. Dengan sorot mata iba, Mawar menatap Anna bingung seakan bertanya, 'ada apa dengannya?'
"Udah, Ma jangan dikhawatirin. Cuma urusan remaja biasa." Anna tersenyum dan mendorong mamanya masuk ke dalam rumah sekaligus hendak membantunya memasak.
Mawar menggelengkan kepalanya pelan. "Kalian ini, bisa enggak sih sehari aja akur. Punya dua orang anak aja kok ribut mulu," tegur sang mama dibalas senyum menggemaskan Anna. "Terus itu, kenapa Thea hari ini pakai tas lama? Tas barunya ke mana?"
Anna yang tahu bahwa Thea tidak mau segala hal sama dengannya pun menggaruk kepala. "Sebenernya Thea itu enggak mau semua hal sama kayak aku, Ma. Dia enggak suka model dan warna yang sama dengan yang aku pakai."
Mawar tak terkejut mendengarnya. Ia masih setia memotong wortel agar sesuai ukuran yang ingin didapat. "Kenapa? Bukannya dari dulu barang kalian selalu sama? Kenapa baru protes sekarang?"
"Ya justru itu, Ma kita enggak punya ciri khas tersendiri. Apalagi Thea kan anaknya ingin dilihat. Wajar dong, Ma dia ingin tampil berbeda dari aku atau yang lainnya," jelas Anna melepas hijab dan seragamnya di ruang makan.
"Eh, itu baju sama tas taruh dulu di kamar. Enak aja ditaruh sembarangan." Yang ditegur hanya nyengir dan berlari menuju lantai dua.
Suara pintu dibanting membuat wajah yang sama dengannya terkejut bukan main. Sampai-sampai sang empu melempar ponselnya ke sembarang tempat di ranjang. Lalu seketika menatap sinis pelaku dari berisiknya lantai dua rumah minimalis mereka.
"Kurang keras!" teriak Thea mengambil ponsel yang tak jauh dari jangkauannya.
"Sorry, enggak sengaja sumpah," elak Anna nyengir lebar membanting tasnya ke arah ranjang yang lain di kamar besar mereka. Tanpa peduli lagi, Thea masih terus memainkan ponselnya yang menunjukkan banyaknya pesan di benda pipih tersebut. "Sorry kalau kesannya aku ngerebut crushmu."
"Jijik gue, lo manggil nama langsung gue. Pakai aku-kamu kan bisa. Enggak usah sok imut deh lho," cecar Thea mulai duduk dari tengkurapnya seraya menstabilkan rasa pusing yang barusan ia dapat.
"Kamu tuh kenapa sih selalu bisa bikin aku emosi?! Aku nanyanya makruf lho. Lagian crush kamu yang suka aku. Crush kamu yang confes ke aku. Crush kamu yang ngejar-ngejar aku. Terus kalau udah sampai kayak tadi kamu salahin itu semua ke aku?"
Ya. Semua yang terjadi ini karena kehendak orang lain, karena perasaan orang lain, dan karena dia itu lelaki. Thea yang notabenenya ingin selalu menang dari Anna, ditolak mundur satu langkah. Lelaki yang ia sukai ternyata lebih mencintai kembarannya.
Namun, satu hati yang tak tahu apa-apa tersakiti. Ia tidak ingin ini terjadi, tapi di sisi lain ia tidak dapat mengatur perasaan orang lain. Siapa lagi korbannya kalau bukan Anna.
"Crush gue enggak bakalan suka sama lo kalau lo enggak kecentilan. Enggak sok kepedean dan enggak sok si paling bahagia," cerca Thea lagi, bangkit dari ranjangnya dan hendak mengambil jaket dari belakang pintu.
Dengan wajah merah, Anna berusaha sabar dan tenang. Namun, entah apa yang terjadi, pikirannya kacau seketika. "Apa-apaan sih, The! Aku udah berusaha biar enggak mencolok dari kamu lho. Bisa-bisanya kamu nuduh aku begitu! Apa yang kamu tau tentangku hah?! Orang kerjaanmu main aja yang kau tahu."
"Sialan! Diem lo! Cupu enggak berhak berbicara di depan gue!" Thea mendorong bahu Anna dengan keras, berusaha menyingkirkan kembarannya yang sejak tadi di depan pintu. Namun, tangan halus itu memegangnya erat.
"Lo mau ke mana?! Aku belum selesai ngomong! Jangan dibiasakan pergi sebelum pembicaraan kita selesai!"
"Lepas! Lo enggak berhak ngatur hidup gue. Cukup orang tua gue aja yang berhak." Thea menunjuk wajah Anna tepat di depan mata, seakan gemas ingin mencoloknya.
Dengan cepat Anna mengambil satu kain yang tergeletak di kasurnya dan segera melempar ke arah kepala kembarannya. "Pakai kerudungmu, Thea! Rambut itu auratmu!" teriak Anna berusaha mengejar, tetapi tak sampai. Kain itu telah terjatuh di lantai serta kembarannya sudah berlalu pergi ke pintu utama tanpa menghiraukan panggilannya dan Mawar.
"Kenapa lagi itu adikmu, Na?" tanya Mawar mendekati Anna yang tergopoh-gopoh menuruni anak tangga.
"Habis adu mulut sebentar sama aku, Ma. Tapi seperti biasa, dia selalu kabur sebelum pembicaraan kita selesai."
Mawar mengerutkan dahinya bingung. "Coba deh kali ini kamu cerita tentang masalah adikmu. Tolong," mohon Mawar menggiring Anna menuju sofa yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Aku enggak tau, Ma tepatnya sejak kapan Thea begini sama aku. Cuma dari sorot matanya selalu nunjukkin kebencian yang mendalam sama aku."
"Mama udah tau sejak lama kalau hal itu. Cuma yang jadi masalah, kenapa lagi kalian pulang sekolah dah saling serang tuh? Thea ngerebut bukumu lagi? Atau buang tasmu ke tempat sampah? Siapa yang mulai?" tanya Mawar menginterogasi dari sofa seberang.
"Bukan. Ini dah beda lagi, Ma. Masalahnya udah ke orang lain," ucap Anna menggerakkan kedua tangan sebagai isyarat. "Ini masalah cowok, Mah. Tadi di sekolah ada yang confes sama aku. Cuma yang jadi masalah, cowok itu crushnya Thea. Coba kalau bukan, dia pasti dah goda aku, Ma."
Di sisi lain, Thea yang baru saja dijemput temannya menggunakan motor, bingung entah harus ke mana. "Ke rumah lo dulu bisa kan, De?" tanya Thea menepuk pundak sahabatnya pelan mengkode untuk didengar.
"Bisa," balas Dea diam sejenak, "lo tengkar lagi sama kakak lo?" tanyanya lagi yang jelas sudah mengetahui jawabannya.
"Iyalah. Siapa lagi yang bisa buat gue enggak betah di rumah selain dia? Expense," balasnya singkat membuang muka ke arah jalanan.
"Lo pasti dah mikir kejahilan lagi buat Anna," tebak Dea dengan senyum yang mengembang. Esok pasti akan menyenangkan.
"Iyalah. Tunggu aja besok di sekolah," cengir Thea terlihat dari balik helm yang diberikan temannya.
✨️
1137 Kata
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top