1. Paparazi

Mina tergelak sopan seraya mendongakkan kepala beberapa derajat ke belakang, lalu menahan dalam posisi yang sama selama beberapa detik agar hasilnya tidak buram. Jika seseorang ingin memotretnya diam-diam, hal yang paling penting yang harus dilakukannya adalah memastikan setiap foto dapat menangkap sudut yang bagus. Ia bertahan tidak menyentuh makanannya lebih dari dua sendok dengan ukuran setiap suapan yang tidak terlalu banyak, tidak peduli betapa laparnya dia—karena belum makan apa-apa sejak tadi pagi—demi hasil fotonya agar tidak terlihat jelek. Bukan dia sedang mendiskreditkan pipi gembul ala hamster yang terlihat imut itu, tetapi dia sedang mempertaruhkan nama baiknya di tangan warganet yang terhormat jika foto diam-diam ini sampai tersebar ke media.

Mbak Elena yang bermata jeli melebihi elang sudah menyadari kendaraan mereka dikuntit oleh wartawan sejak mereka meninggalkan gedung agensi model tempat Mina bernaung. Tidak salah lagi, memang hanya manajer senior saja yang ditempatkan untuk mendampingi model-model yang paling terkenal, dan kemampuan Mbak Elena sangat berguna sekali dalam kondisi seperti sekarang. Mereka sedang menikmati makan malam semi formal bersama Ivanovic Moeljadi, desainer pakaian dari Indonesia yang terkenal dengan gaya pakaian glamornya dan Stella Veronica, pemimpin redaksi majalah Glam cabang Indonesia. Seorang Miranda Priestly versi kearifan lokal, begitu yang Mina tahu dan dengar. Sebagai model yang cukup punya nama di kalangan nasional dan internasional, ia bisa mendapatkan semua informasi yang ia butuhkan bahkan tanpa diminta, dan sedang menantikan saat yang tepat untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut.

Seperti yang sudah diketahui, Spotlight dan Glam adalah dua raksasa majalah fashion di dunia. Keberadaan mereka seolah menjadi kiblat bagi para desainer rumah mode untuk trend terbaru pada setiap musimnya. Kemunculan Mina di sampul Spotlight bulan lalu membuat Glam tidak mau kalah dan mereka ingin menggandeng Mina disandingkan dengan koleksi terbaru Ivanovic yang baru akan dirilis bulan depan. Sementara Stella dibantu oleh asisten pribadinya Melia menjelaskan konsep pemotretan dan lokasi yang telah mereka tentukan, dari seberang meja Mina bisa merasakan tatapan tajam Ivanovic padanya. Tentu saja, laki-laki cishet (cisgender-heteroseksual; cisgender adalah seseorang yang mengidentifikasikan diri mereka sesuai gender saat dilahirkan/kebalikan dari transgender) mana yang tidak terpikat padanya? Mbak Elena sudah memperingatkan dari jauh hari karakteristik Ivanovic, dan Mina sudah meningkatkan kewaspadaannya sejak pertama kali mereka berjabat tangan. Mina tersenyum manis saat menurunkan dagunya dan pandangannya berserobok dengan Ivanovic.

Tetap memesona. Tetap elegan. Tetap terlihat cantik.

Mina sesekali menganggukkan kepala saat Stella berhenti bicara untuk menarik napas. Ia memalsukan senyum, menarik ujung-ujung matanya saat melakukan itu agar memancarkan ketulusan secara alami. Stella mungkin mencoba bersifat seprofesional mungkin, tetapi Mina menyadari jika dia berbicara lebih pelan sesekali diselingi aksentuasi pada istilah yang telah disederhanakan. Sikap ini jelas berbeda dari yang ditunjukkannya saat dia membicarakan tentang perjanjian dan surat kontrak pada Mbak Elena atau Mas Bobby—CEO di agensi model tempat Mina bernaung—di mana dia selalu hadir di sana untuk mendengarkan orang-orang itu bicara tentang kariernya seolah dia tidak ada.

Fariza benar, dia mungkin tidak melanjutkan pendidikan formal ke jenjang perguruan tinggi seperti kebanyakan anak lain di SMA mereka, dan di mata beberapa orang dia mungkin terlihat bodoh—karena dia memang membiarkan orang-orang berpikir seperti itu kepadanya, tetapi diam-diam Mina mengikuti kuliah daring yang diselenggarakan oleh salah satu universitas di luar negeri, dan sebentar lagi ia akan lulus dengan gelar ganda. Tentu saja orang-orang tidak perlu tahu soal ini karena bagi mereka cewek cantik pasti isi kepalanya kosong. Dan jika selama ini dia tidak pernah terlibat masalah atau terjebak skandal tidak baik, itu pasti karena Mbak Elena yang menjaganya 24/7 dan Mas Bobby yang rela mengucurkan banyak uang untuk membungkam wartawan karena desas-desus yang beredar bahwa dia tidur dengannya. Mina ingin sekali mendengkus jika saja dia tidak ingat harus bersikap santun di depan Stella. Dari sekian gosip yang menerpanya, gosip Mas Bobby lah yang paling aneh. Selain bahwa Mas Bobby sudah punya pasangan, pacar Mas Bobby bukannya cantik, tapi ganteng. Mina selalu iri sekali pada kulit wajahnya yang mulus dan berkilau meski tanpa polesan tebal setiap kali mereka berpapasan.

"Jadi gitu, Mina, udah paham maksud saya, kan?" Stella mengakhiri presentasinya dengan senyuman manis sementara Melia membereskan portofolionya. Mina mengetukkan ujung jarinya yang berhias kristal swarovski di dagu sambil menggumam.

"Tema pemotretannya adalah... retro... victorian?"

"Classic Victorian," ralat Stella cepat dengan dahi berkerut dan sudut-sudut mata yang bergetar, tetapi dia buru-buru menarik kembali wajahnya agar tetap datar tanpa ekspresi. Mina menyeringai sambil menangkupkan kedua tangan di atas meja, kilatan cincin berlian di tangan kanannya terlihat begitu cantik memantulkan cahaya dari kandelier yang berada tepat di atas meja mereka.

"Ah iya, maksud saya classic victorian, jadi seperti era Ratu Elizabeth II waktu masih muda, kan?"

"Mina, era Ratu Victoria, bukan Ratu Elizabeth. Periode akhir tahun 1800-an hingga awal 1900," Melia menengahi. Stella yang wajahnya mulai kemerahan hanya mengatupkan rahangnya kuat-kuat tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Aaah, maafkan, sepertinya saya kurang mengerti soal sejarah," Mina terkikik geli. "Oke, jadi konsep bajunya nanti akan seperti perempuan-perempuan Inggris era tahun 1800-an begitu ya, dan latarnya di hutan atau taman?"

"Benar sekali, Mina," jawab Melia. Mina kembali mengetuk-ngetukkan telunjuknya di dagu. Mbak Elena bilang dia selalu terlihat cantik dengan pose itu, makanya Mina ingin memberikan kesempatan bagi paparazi agar memotretnya dengan bagus.

"Maaf, bukannya saya bodoh atau apa..." Mina memulai. "Tapi bukannya kalau gaya klasik begitu akan lebih cocok jika pemotretannya di bangunan tua atau museum, mungkin?"

Stella terlihat tersenyum puas untuk pertama kalinya sepanjang jamuan makan malam mereka. Mungkin dia mulai melihat bahwa Mina Gauri tidak sebodoh yang orang lain ceritakan.

"Itu juga yang awalnya saya sampaikan pada Ivanovic mengenai latar pemotretannya. Tetapi Ivanovic berkeras untuk melakukan pemotretan di alam terbuka karena warna pakaian koleksinya akan terlihat mencolok jika berada di hutan."

Mina sempat melirik warna-warna yang diusung dalam desain Ivanovic yang akan dikenakannya untuk pemotretan nanti. Kombinasi warna pastel dan merah marun. Mina sempat melihat sekilas gaun putih tulang dengan aksen korset merah. Mirip sundel bolong, Mina tertawa dalam hati.

"Aah... konsep mistis?" Mina menatap Ivanovic lurus. "Maaf, bukannya saya bermaksud kurang sopan. Saya tahu Ivanovic lahir dan dibesarkan di luar negeri, tetapi ada salah satu gaun yang mengingatkan saya akan hantu tradisional jawa. Mungkin Ivanovic mau memikirkan kembali konsep gaunnya seperti apa." Mina tersenyum sangat manis hingga pria tersebut tersipu. Ia kembali memfokuskan perhatiannya pada Stella. "Saya nggak keberatan mau foto di hutan juga, karena saya sudah dibayar mahal untuk ini. Tetapi kalau pemotretannya di hutan, nanti saya semakin mirip sama temen-temen saya, kuntilanak merah dan sundel bolong, dan siapa yang bisa menjamin kalau mereka nanti nggak akan terekam di dalam foto?" Mina pura-pura begidik ngeri.

Dari ekor matanya, terlihat Mbak Elena terlihat bersiap untuk mengemasi barang-barangnya ke dalam tas. Mina tersenyum kembali sambil menggenggam tangan Stella erat. "Saya mau ada acara lain setelah ini, jadi saya mohon undur diri. Saya tunggu kabar dari Stella tentang konsep pemotretan kita. Saya nggak sabar banget bisa kerjasama dengan majalah Glam. Ibu saya sudah baca Glam sejak beliau masih muda, jadi saya ada ikatan batin lebih kuat dengan Glam."

"Kalau begitu, kami permisi dulu," Mbak Elena berdiri dari kursinya dan Mina mengikuti. Ia berjabat tangan dengan Melia dan Ivanovic yang terlihat pias, tetapi berusaha tampak baik-baik saja sebelum mengikuti manajernya ke arah pintu keluar. Mereka berjalan dalam diam hingga mencapai depan lobi. Mina masih bisa merasakan paparazi tadi masih mengikutinya, ia gamit lengan Mbak Elena untuk menyuruhnya berhenti lalu mengisyaratkan ke arah kanan. Mereka berdua berbelok ke arah toilet wanita lalu menunggu di balik pintu yang tertutup.

Suara langkah kaki terdengar mondar-mandir di depan pintu. Mbak Elena mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, lalu membuka fitur kamera. Mereka menghitung sampai tiga, sebelum Mbak Elena membuka pintu dengan cepat, mengarahkan ponselnya ke wajah paparazi yang menguntit Mina.

"Berhenti sekarang!" Hardik Mbak Elena. "Mengikuti seorang selebriti mungkin sudah biasa, meski sebenarnya melanggar privasi. Tetapi mengikutinya sampai ke toilet wanita bukannya ini sangat keterlaluan?"

Pria bertopi yang menenteng kamera SLR di hadapan mereka tidak bisa berkutik. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top