7. Kembali Mengingat Masa Lalu

Part 7 Kembali Mengingat Masa Lalu

‘Rh-null?’ Kedua alis Ethan berkerut dengan laporan medis yang dibawa oleh Zaheer. Ia tak sungguh menyuruh sepupunya itu membawa berkas tersebut, hanya untuk memastikan tak ada yang serius sehingga tak perlu menjadi baku hantam mereka sebuah masalah di depannya. Namun, ketidak sengajaan yang ia temukan dalam berkas tersebut berhasil menarik perhatiannya. ‘Kenapa golongan darahnya Rh-null? Bukankah dia AB-?’
Zaheer menjulurkan kepala, membaca laporan tersebut. ‘Dia memang Rh-null, Ethan. Kenapa kau terkejut?’
Wajah Ethan terangkat, menatap Zaheer dengan pikirannya yang melayang ke masa lalu. Saat Cara mengalami pendarahan, sudah terlambat baginya untuk membawa gadis itu ke rumah sakit besar yang berada di bawah naungan Anthony Group.
Keduanya bertemu Zevan yang baru saja turun dari mobil, dan permusuhan di antara mereka membuat Ethan tak memiliki pilihan selain menumpang di mobil pria itu. Membawa Cara ke klinik terdekat.
Saat itu kecemasan yang begitu besar dan tak pernah ia rasakan di seumur hidunya, membuatnya dibutakan oleh segala hal. Dokter mengatakan stok darah habis, terutama dengan golongan darah Cara yang langka. Keduanya tak bisa menolong dan anak dalam kandungan Cara tak terselamatkan.
Ethan menggeleng. Hanya itu satu-satunya yang diingatnya sepuluh tahun yang lalu. Yang anehnya. Mendadak ia merasa janggal dengan kejadian tersebut. Ethan pun menyuruh Zaheer mencari tahu tentang kejadian itu lebih lanjut dan kembali ke apartemen.
Dan Zaheer mendapatkan jawabannya lebih cepat dari biasanya. Ketika ia masuk ke dalam lift apartemen, sang sepupu menghubunginya.
‘Klinik itu sudah tidak ada.’
‘Apa maksudmu?’
‘Sejak kebakaran sepuluh tahun yang lalu, tak ada apa pun yang bisa diselidiki di sana. Daftar dokter, perawat, dan pegawainya. Semua hilang. Itulah sebabnya aku mendapatkan informasinya secepat ini.’
Cengkeraman Ethan pada ponsel di telinganya menguat. ‘Kapan?’
‘Tepat sehari setelah kau membawa Cara ke sana.’
Suatu kebetulan yang janggal, bukan?
Tentu saja itu perbuatan Zevan.
“Apakah keguguran itu benar-benar terjadi?” Ethan mengulang pertanyaan. Bibirnya menipis keras, tak sabaran menunggu satu detik pun untuk mendengar jawaban dari mulut Cara.
Cara berhasil mengendalikan kepucatan di wajahnya melihat emosi di kedua mata Ethan. “Kenapa kau bertanya?”
“Jawab, Cara!”
“Karena kau merasa bersalah? Kenapa kau merasa bersalah? Kau tak punya hati, Ethan. Kau lupa dirimu sendiri.”
Ethan menggeram. Cekalan di kedua pergelangan tangan Cara semakin menguat.
“Kau berandai-andai untuk menghilangkan rasa bersalahmu yang telah membunuh darah dagingmu sendiri?” Cara tertawa kecil. Ia bisa merasakan ketegangan di tubuh Ethan, begitu pun dengan amarah yang menguar hebat dari pria itu. Jika seluruh kesakitannya berhasil membuat pria berengsek dan kejam seperti Ethan terusik, ia tak akan keberatan menerima semua derita ini untuk membalas Ethan. “Aku ingin membunuhnya karena itu anakmu dan kau yang melakukannya. Kita berdua ikut andil dalam pembunuhan itu.”
“Lalu apa yang kalian sembunyikan di klinik itu, hah?”
Cara menelan ludahnya. Menelan ketakutan yang mulai merambati dadanya. Ethan sudah tahu?
“Aku tak tahu apa yang kau katakan.”
“Kau tahu. Kita berdua tahu itu, Cara. Jangan bermain-main denganku.”
“Bukankah kau suka bermain-main denganku? Apa sekarang kau sudah bosan permainannya tak semenarik dulu?”
Wajah Ethan menggelap. Amarah bergemuruh di dadanya. “Baiklah. Kita lihat berapa lama bibir manismu ini bertahan, sayang.”
Dan terlambat bagi Cara untuk menyadari apa yang akan dilakukan Ethan padanya. Tangan pria itu merobek bagian depan dressnya. Membungkam mulutnya dengan lumatan yang kasar sebelum ia sempat menjerit ingin minta tolong. Dan seolah ada yang akan menolongnya di tempat ini.
Rontaan dan tendangannya berhasil di kendalikan oleh Ethan dengan mudah. Hingga tubuhnya kehilangan tenaga dan berbaring lemas di bawah tubuh pria itu. Sementara Ethan sibuk menelanjangi dirinya dengan tak sabaran. Mengotori tubuhnya dengan gairah pria itu. Meninggalkan jejak-jejak permainan panas pria itu nyaris di seluruh rubuhnya.
Begitu pria itu berhasil mencapai puncak kenikmatan, Ethan memisahkan tubuh mereka dan berdiri menjulang di samping ranjang. Dengan napas terengah, pria itu tersenyum puas melihat Cara yang beringsut menjauh. Menarik selimut untuk menutupi ketelanjangan.
“Tadi siang tak menarik karena kau tiba-tiba pingsan,” gumam Ethan sambil memakai celana karetnya. “Mulai sekarang, kau boleh tinggal di tempat ini,” seringainya sebelum berjalan ke kamar mandi.
Cara tak menjawab. Dadanya berdebar oleh kebencian dan kemarahan yang bercampur aduk jadi satu pada pria itu. Bersumpah akan membuat Ethan membayar semua ini. Meski itu dengan nyawanya.
***
Cara tak mengira Ethan akan langsung mengajukan pertanyaan itu hanya karena golongan darah Zevan. Ada ketakutan Ethan akan mengetahui rahasia yang berusaha ia tutup rapat-rapat dengan Zevan. Tetapi ia kembali meyakinkan dirinya bahwa mereka telah menutup semua itu rapat-rapat. Tak ada apa pun yang bisa mereka temukan tentang klinik itu. Zevan sudah membakar semuanya. Tak menyisakan satu berkas pun untuk diselidiki. Termasuk jika kekuasan Ethan berusaha mengais informasi dari sana.
Ethan tak akan mendapatkan apa pun. Apalagi menemukan mereka.
Cara menelan ketakutan yang sempat menyelinap ke dalam dadanya. Menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan. Mereka aman di sana. Dan seumur hidup, Ethan tak akan mengetahui tentang mereka.
Setidaknya itu hukuman untuk semua keberengsekan dan kekejaman Ethan padanya. Dan ia akan membiarkan pria itu mati dengan rasa penasaran yang menyiksa.
“Pakai ini.” Ethan melempar kaos dan celana karet miliknya ke hadapan Cara. “Atau kau lebih suka mengenakan pakaian Emma? Aku akan meminta padanya.”
“Aku tidak butuh,” sengit Cara menyambar pakaian tersebut dan langsung mengenakannya di depan Ethan. Tak ada lagi rasa malu. Ethan bahkan tak layak untuk mendapatkan semua itu darinya.
Ethan tersenyum tipis, menatap Cara yang membanting pintu kamar mandi. Hidup dengan hujanan pujaan dan pujian sejak kecil, membuat Ethan merasa bosan dan muak dengan semua itu. Yang membuat kebencian dan kemarahan Cara semakin tertarik. Membuatnya tak berhenti melihat seorang Jasmine Caralie.
Pertama kali bertemu dengan Cara, ia pikir ketertarikannya hanyalah rasa penasaran. Tapi rupanya Cara satu-satunya gadis yang tak tahu diri dan menolak semua perhatian yang ia berikan. Menginjak-injak harga dirinya. Penolakan Cara membuatnya bersemangat. Memacu adrenalinnya untuk menaklukkan gadis itu.
Semua kekejaman dan keberengsekannya tak membuat gadis itu menyerah dan berpikir jernih untuk jatuh di bawah kakinya. Meski pada akhirnya gadis itu tak berdaya untuk tunduk di kakinya, tetap saja penolakan di kedua mata Cara membuatnya semakin frustrasi, semakin terobsesi untuk memiliki Cara. Lebih dan lebih. Dengan segala cara apa pun.
Ethan meraih ponsel di nakas. Menghubungi Zaheer. Ia perlu membuat semuanya menjadi jernih. Sejak mengetahui tentang golongan darah Zevan, tentu saja kemungkinan bahwa keguguran itu hanyalah sandiwara bukanlah kemungkinan yang mustahil. Zevan lebih dari mampu untuk membantu Cara bebas dari cengkeramannya.
Tak hanya itu, keduanya juga telah berhasil menjebloskanya ke penjara. Membuat kedua orang tuanya lepas tangan dari masalah yang menimpanya.
Namun, ia tak menyesali apa pun. Ia  sudah membayar semua perbuatannya pada Cara selama tiga tahun di penjara. Lalu bangkit dalam keterpurukannya selama tujuh tahun ini.
“Ada perkembangan?”
“Aku sedang berusaha.”
“Itu klinik pribadi, kan? Aku ingin bertemu pemiliknya.”
“Ya, akan aku usahakan untuk mencari informasinya dari kolegaku yang lain.”
Ethan mengangguk tipis, duduk di sofa dan melihat tas milik Cara yang diletakkan di meja kaca.
“Kenapa kau begitu penasaran? Bukankah itu hanya kecelakaan?”
“Aku mencekokinya dengan obat penggugur kandungan.”
Suara Zaheer tercekat keras terdengar dari seberang. “K-kau apa?”
“Dan aku memiliki firasat yang tak menyenangkan tentang rahasia di balik hal itu.”
“Apa?”
Ethan menghela napas panjang, tampak mempertimbangkan kemungkinan tersebut. “Hubungi aku jika ada kabar terbaru,” pungkasnya kemudian mengakhiri panggilan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top