31. Pembicaraan Antar Suami Istri

Part 31 Pembicaraan Antar Suami Istri

Ethan mempertahankan senyum penuh ketenangannya dengan sangat baik. Reaksi Cara sudah ia perkirakan. Keterkejutan dan kepucatan Cara adalah campuran ekspresi yang paling ia sukai di wajah cantik dan polos itu. Juga kegugupan yang membuatnya semakin gemas pada Cara.

“Akses ke dalam hatiku?” ulang Cara dengan suara yang bergetar.

“Hmm.” Ethan mengulurkan tangan. Punggung jemarinya mengelus di sepanjang rahang wanita itu dengan sentuhan seringan bulu. Sementara wajah Cara begitu tegang, pun begitu tak beringsut menolak sentuhannya.

“Apa maksudmu, Ethan?”

Kali ini Ethan memutar tubuh. Mengarahkan seluruh perhatiannya pada wajah sang istri yang tak bisa lebih pucat lagi. “Aku ingin memperbaiki pernikahan kita.”

“Memperbaiki?” Cara nyaris tak bisa menahan dengusan lolos dari celah bibirnya. “Tak ada apa pun yang perlu diperbaiki, Ethan. Aku bahkan tak pernah benar-benar ingat pernikahan kita selain pistol yang kau tempelkan di kepalaku. Bahkan sekarang, kau tahu alasanku ada di tempat ini. Duduk di sofa karena apa.”

Senyum Ethan melengkung lebih tinggi. “Begitukah? Jadi kau juga tak ingat malam pertama kita?”

Wajah Cara seketika memanas, matanya mengerjap. Tak tahan dengan tatapan intens dan senyum geli Ethan. Tubuhnya bergeser menjauh.

Hanya sedetik, lengannya ditarik dan tubuhnya berpindah di pangkuan Ethan sebelum Cara sempat terkesiap.

“Apa yang kau lakukan, Ethan?” Cara menggeliat, menahan kedua telapak tangan di dada Ethan. Tetap mempertahankan jarak –tak- aman di antara mereka. Pun tahu itu hanya kesia-siaan. Keinginannya tak pernah dikabulkan oleh pria itu. Ethan tak pernah melewatkan kesempatan untuk melecehkannya.

“Kau masih bertanya?” Ada nada geli yang terselip.

“Lepaskan, Ethan. Kumohon.” Cara semakin panik. Keduanya berada di ruangan pria itu dan Cara ingat Ethan tak mengunci pintu ruangan. Sementara pria itu sudah memerintah seseorang untuk membawa makanan ke ruangan ini. Yang sewaktu-waktu bisa muncul.

Cara pikir Ethan tak akan mendengarkan keinginannya tersebut. Tetapi tiba-tiba pegangan pria itu melonggar. Membiarkan tubuhnya melompat turun dari pangkuan pria itu.

Ethan menarik tubuhnya, bersandar di punggung sofa dengan kedua tangan melebar. Wajahnya terdongak, dengan senyum lebar yang terlalu memesona untuk wajah setampan itu.

Cara mengerjap, menepis pemikiran tolol yang muncul di benaknya. Ethan memang tampan. Dan bukan matanya yang salah. Secara fisik, semua orang akan tahu kalau wajah Ethan memang sempurna tampan. Diciptakan untuk menyenangkan dan memanjakan pandangan orang. Hanya aja, dengan sikap berengsek pria itu, seseorang memang tak boleh sesempurna itu.

“Kalau begitu duduklah. Kita lanjutkan obrolan suami istri ini.”

Cara masih bergeming. Selama sepuluh detik penuh dan tak akan duduk jika bukan karena ancaman familiar pria itu lagi.

“Atau kita tak perlu mengobrol. Kau tahu sentuhan antara suami istri juga bermanfaat untuk memperbaiki hubungan pernikahan. Dan aku paling suka dengan cara yang satu …”

Cara lekas mengambil tempat duduknya kembali di sisi Ethan. Tanpa perlu mendengarkan kalimat itu selesai.

Ethan tertawa kecil, tepat ketika pintu ruangan diketuk dan asisten pribadi pria itu melangkah masuk dengan membawa kotak makanan di kedua tangan. Yoanna, senior Cara yang lebih berpengalaman untuk mengurus semua kebutuhan Ethan tersebut sempat berhenti dengan keberadaan Cara di ruangan tersebut. Pun begitu, ia menahan keheranannya tetap berada di dalam hati.

Rasa iri menggeliat di dadanya melihat Cara, yang adalah asisten baru yang bahkan belum genap seminggu bekerja harus mendapatkan perhatian lebih banyak dari sang tuan, yang terkenal begitu dingin pada semua karyawan dan sensitif jika berhubungan dengan sebuah pekerjaan. Tapi Cara, semua peraturan itu tak berlaku.

“Letakkan di sana,” perintah Ethan, memberikan satu kedikan bahu ke arah meja dan kembali memberikan perhatiannya untuk Cara.

Yoanna menuruti perintah tersebut dengan patuh. Menata menu makanan yang disediakan untuk dua orang, seperti yang diminta sang tuan. Hanya saja, ia pikir dua menu tersebut untuk sang tuan dan Emma Warren. Tunangan sang tuan. “Apakah ada yang perlu saya bantu …”

“Aku sudah mendapatkan semua yang kubutuhkan. Keluarlah,” jawab Ethan tanpa menolehkan kepala sedikit pun pada Yoanna. Yang memucat karena malu dan berpamit keluar.

Sebelum wanita itu benar-benar keluar, ia sempat mendengar sang tuan yang bertanya, “Katakan apa yang kau inginkan?”

Didorong oleh rasa penasarannya, Yoanna sengaja melambatkan langkahnya. Untuk mendengarkan jawaban Cara. Tetapi hingga ia melangkah keluar dan menutup pintu, ia tak mendengarkan apa pun.

“Ada apa?” Bella, sang kepala asisten mendekati Yoanna dengan suara lirih. Mencoba mengintip ke dalam ruangan yang dinding kacanya sudah diburamkan sejak Cara melangkah masuk.

“Kenapa tuan Ethan membiarkannya di dalam?”

Bella memicingkan mata penuh curiga. “Apa kau memikirkan hal yang sama?”

Yoanna dan Bella saling pandang, untuk beberapa detik dengan kecurigaan yang semakin meningkat. “Kau ingin aku melaporkan pada nona Emma agar dia mendapatkan pelajaran?”

Bella tak langsung menjawab. Tuan Ethan tak pernah suka pengkhianatan. Sekecil apa pun. Tetapi pertanyaan Yoanna cukup menarik untuk dilakukan. Ia pun memberikan satu anggukan singkat.

*** 

“Kau tak menjawab pertanyaanku, sayang.”

“Tak ada.”

“Tak ada?”

“Ya, tak ada yang kuinginkan darimu. Lagipula, kalaupun ada. Aku sangsi kau akan mengabulkannya, Ethan. Jadi untuk apa kau mempertanyakan hal yang sudah pasti.”

Ethan terdiam. Tampak memikirkan kalimat panjang Cara.

“Kau ingin kita makan bersama, kan? Makanan sudah datang, aku lapar.” Cara mulai membuka kotak makanan di depan mereka. Ia tak benar-benar lapar, tapi topik pembicaraan yang dibawa Ethan cukup menguras emosi dan pikirannya. Dan makan adalah satu-satunya alasan yang bisa digunakan untuk menghindar.

Ethan tak membalas. Bibirnya tersenyum mengamati Cara yang mulai melahap makanan. Bahkan cara wanita itu makan pun menyenangkan pandangannya. Dan ia akan berhenti mempertanyakan kenapa ia begitu terobsesi pada Cara. Ia tak pernah tidak menyukai apa pun itu tentang Cara. Bahkan kebencian dan kemarahan yang bersinar di kedua mata wanita itu untuknya.

“Kenapa kau menatapku seperti itu?” Cara berhenti mengunyah. Ujung matanya melirik ke samping, pada tatapan tajam Ethan yang terasa seperti mengelupas setiap ekspresi wajahnya lekat-lekat.

Dengan senyum semringahnya, Ethan menggeleng sekali. “Aku hanya selalu menyukai semua hal tentangmu. Bahkan caramu bernapas.”

Cara membeku, wajahnya merona. Meski terdengar ngeri karena Ethan yang mengatakannya, tetap saja kata-kata tersebut berhasil membuatnya tersipu. Ya, inilah cara Ethan mempermainkan wanita-wanitanya, kan? Membuat mereka tersipu sebelum kemudian dicampakkan dengan cara yang berengsek. Ethan memang pandai mempermainkan perasaan siapa pun.

“Aneh sekali. Kenapa kau selalu terlihat salah di mataku, bahkan caramu bernapas pun tetap salah.”

Ethan terkekeh. Sama sekali tak tersinggung dengan pernyataan tersebut. “Ya, itu artinya kau memperhatikanku. Kau melihatku bernapas dengan cara yang salah.”

Cara menganga. Kenapa ia masih saja terkejut? Melengoskan wajah sembari memasukkan makanan ke mulutnya banyak-banyak. Menyumpal makian yang sudah ada di ujung tenggorokan. Mulai memahami perubahan cara main Ethan kali ini.

Suara getaran pelan dari samping Cara menyela di antara keheningan keduanya. Dengan ujung matanya, Ethan melirik ke samping. Ketegangan tubuh wanita itu ketika melihat siapa yang menghubungi pun bisa ia rasakan dengan sangat jelas.

“Aku ingin ke toilet sebentar.” Cara meletakkan gelas air putih yang tersisa setengah.

Ethan memberikan satu anggukan, berpura tak tahu ketika Cara beranjak sambil menyembunyikan ponsel di tangan yang lain. Ck, cara Cara mengkhianatinya pun membuatnya geli, batin Ethan kemudian.  

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top