30. Cara Yang Lembut


Part 30 Cara Yang Lembut

“Ayah kandungku berhutang hidup pada ibuku. Jika bukan ibuku yang melakukannya, Ethan tak mungkin memiliki kekuatan untuk menjadi penerus kakek. Pernikahan sah mereka tak lebih dari sekedar kertas dan kesepakatan bisnis.”

“Lembaran kertas itulah yang membedakanmu dan Ethan, Zevan,” penggal Arman. “Kau suka atau tidak. Jangan membenarkan hal yang bahkan tidak kau ketahui dengan baik.”

Wajah Zevan membeku. Ketegasan Arman semakin mengental, berhasil membuatnya kembali terbungkam. Rasa panas kembali terasa di kedua ujung matanya.

“Masa lalu ibumu, ibu Ethan dan ayah kalian. Semua itu bukan hal yang harus kau urus sejauh ini, Zevan. Hari ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan semua itu. Kakek juga sudah memperingatkan tentang batasan yang harus kau patuhi, bukan?”

Zevan kembali memaksa kepalanya mengangguk. Menghapus air mata di ujung mata dengan punggung tangan lalu menyusul naik ke dalam mobil tanpa satu patah pun bantahan. Ia tahu kapan harus berhenti mencoba peruntungannya terhadap Arman Anthony.

*** 

Ethan mengernyit dengan perubahan pada berkas yang baru saja diperiksanya tersebut. Semakin ia membaca, kerutan di keningnya semakin menukik tajam. Membuatnya harus menahan diri hingga selesai memahami semua yang tertera di lembaran tersebut.

“Apa maksudnya ini?” Ethan melempar berkas tersebut ke hadapan Mano.

Mano menghela napas panjang dan berat. Begitu pun dengan Zaheer. “Aku tahu perusahaanmu cukupu kuat secara mandiri, Ethan. Kau memiliki pemegang saham yang tak peduli dengan uang mereka dan lebih mementingkan kepercayaannya terhadapmu. Tapi kau tahu kekuatan kakek cukup menguasai pasar bisnis. Mau tidak mau, kau membutuhkan sedikit dukungan dari kakek untuk pasar global. Nama belakang kita tak berarti apa pun jika itu urusan uang. Kita semua tak asing dengan masalah yang satu ini dan kakek tak pernah membantu kita tanpa keuntungan yang setimpal.”

Ethan bersandar pada punggung kursi. Satu helaan lolos dari bibirnya. 

“Dan proyek besar kita kali ini bukan hanya melibatkan perusahaanmu saja.”

“Lalu kenapa kakek harus mengirim pria sialan itu, hah?” gusar Ethan dengan bibir menipis tajam. Emosinya berhasil terusik, meski detik berikutnya ia berhasil mengendalikan diri dengan cepat.

Zaheer menghela napas lebih panjang. “Karena rasa iba setelah ibunya meninggal?”

Ethan tak akan menyangkal untuk yang satu itu. Zevan memang cucu kesayangan Arman Anthony. Hal-hal yang tidak bisa dimiliki Zevan sebagai anak haram papanya, membuat Arman semakin lebih banyak memberikan hati pada pria itu. Ya, menjadi lemah tak sepenuhnya tidak baik. Tak bisa memiliki apa pun tak sepenuhnya buruk, kan?

“Kau pikir sebanyak apalagi kami para sepupu harus mentoleransi kecemburuan ini, Ethan?” Mano mendecakkan lidah. “Semua yang diberikan kakek pada kami membuat kami terlalu sibuk hingga tak lagi peduli.”

Ethan terdiam. Tampak mempertimbangkan. 

“Kau kesal bukan karena canggung harus terlibat dengannya dalam pekerjaan ini, kan?”

Ethan mendengus tipis menanggapi pertanyaan retoris Zaheer. “Kelicikannya terlalu mudah ditebak. Satu hal besar sebagai bekal untuk menghadapinya, kan?”

Mano dan Zaheer mengangguk setuju.

“Tak akan lebih sulit dari sebelumnya,” tambah Zaheer lagi.

Mata Mano menangkap sesuatu yang mengusik Ethan. “Kenapa? Ada hal lain yang kau cemaskan?”

Ethan berkedip sekali, menatap pintu kaca dan pandangannya berhenti pada Cara yang sibuk menatap layar komputer.

Mano mengikuti arah pandangan Ethan. Tahu kecemasan apa yang mengusik sang sepupu. “Kau tahu dia akan menjadi kelamahanmu menghadapi Zevan, Ethan. Kebodohannya benar-benar tak tertolong.”

Pandangan Ethan membeku sejenak dan kemudian beralih pada Mano dan Zaheer, yang setuju dengan pernyataan Mano. Ia pun. Tapi … “Maka aku akan membuat anak kami menjadi kelemahannya.”

“Ah, si kembar.” Zaheer menarik diri dan bersandar dengan kedua lengan saling bersilang. “Kau menggunakan naluri keibuannya, itu seperti pisau bermata dua, Ethan. Dia bisa saja nekat dan kehilangan akal sehatnya. Seperti yang terakhir.”

“Kau mencemaskan aku yang akan dikendalikan olehnya?”

“Aku tidak bermaksud menghakimi obsesimu terhadapnya.”

“Lalu?”

Zaheer menghela napas panjang. Tak langsung menjawab, menatap mata Ethan sejenak. “Terkadang, wanita yang terlihat lemah dan tak berdaya. Dia tak benar-benar seperti yang kita lihat. Kau belajar banyak di masa terburuk dan tak berdayamu, kan? Kenapa kau tak mempertimbangkan hal yang serupa terjadi padanya.”

Mata Ethan memicing tajam. “Sebenarnya apa yang ingin kau katakan, hah?”

Zaheer memindahkan silang di depan dadanya ke meja. “Kenapa kau tidak menggunakan cara yang lebih lembut. Alih-alih menggunakan cara yang keras.”

Kedua alis Ethan saling bertaut, tampak mempertimbangkan. Dan kali ini ide yang diajukan Zaheer cukup menarik.

“Meski dia membencimu, cinta kasih yang dimiliki Cara pada anak kalian adalah sebuah ketulusan, Ethan. Kita tahu itu. Zevan menggunakan cara licik itu untuk menipu Cara. Bahkan pada anak kalian. Kenapa kau tak bisa menggunakan cara munafik itu juga?”

“Zaheer benar,” timpal Mano, ikut memajukan tubuh ke arah Ethan yang mulai berpikir keras. “Jika Cara cukup beruntung, setidaknya mata hatinya akan terbuka dan melihat dengan jelas topeng asli Zevan.”

Ethan menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan. “Berapa banyak presentasi keberhasilan yang kalian perhitungkan untuk cara ini?”

Mano dan Zaheer saling pandang. “Tergantung semunafik dan seberengsek apa dirimu, Ethan. Tak akan lebih kecil dibandingkan presentasi keberhasilan Zevan, kan?”

Ethan menyeringai puas. Mungkin ia harus mencobanya. Tak ada salahnya jika tak berhasil. Cara kerasnya masih bisa digunakan.

*** 

“Kau sudah makan?” Pertanyaan Ethan dengan nada lembut tersebut membekukan Cara yang baru saja mendekatkan berkas di hadapan Ethan.

Pandangan Cara bergerak naik, menatap wajah Ethan yang terangkat perlahan. Bertemu manik abu gelap tersebut tersenyum padanya.

“Belum, kan?” Ethan mulai membuka berkas tersebut, membacanya sambil berucap lagi. “Duduklah. Kita makan siang bersama.”

“Kau ada jadwal makan siang dengan …”

“Aku sudah bicara dengan Kilian untuk membatalkannya.”

Mata Cara melebar. Ethan bahkan tak bicara padanya untuk membatalkan jadwal pertemuan tersebut. Ia pikir pria itu hanya ingin sedikit terlambat, khas kesombongan seorang Ethan Anthony. Dan kenapa pria itu repot-repot membatalkan pertemuan tersebut secara pribadi.

“Kau tak penasaran alasan apa yang kugunakan?”

Cara menegakkan punggung. Itu jelas bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban darinya. 

“Aku dan istriku sedang bertengkar. Jadi aku ingin memperbaiki hubungan dengannya.” Ethan menggoreskan beberapa tanda tangan di tempat-tempat yang dibutuhkan, lalu kembali mengangkat wajah dengan senyum terlalu semringah sambil menutup berkas tersebut. “Dan dia menyarankan untuk lebih banyak mendengarkan istri demi kelanggengan rumah tangga kita.”

Cara menelan ludahnya. Nasehat pernikahan yang bagus, tapi tak akan bekerja untuk pernikahan mereka, kan? Karena Ethanlah peraturan dalam pernikahan paksa ini.

“Sepertinya kita tak boleh menyia-nyiakan nasehatnya, kan? Meski pernikahan Killian baru empat tahun.”

Ethan beranjak meletakkan pennya. Beranjak dari kursi dan berjalan memutari meja. “Kemarilah,” ucapnya mengambil lengan Cara. Membawa wanita itu duduk di sofa. “Kau ingin makan apa?”

Cara semakin dibuat bengong dengan Ethan yang tampak semringah seperti ini. Jika pria itu ingin makan dengannya, biasanya Ethan hanya perlu menyuruhnya duduk. Tak lupa dengan perintah sekaligus ancaman.

“Kenapa? Kau punya rencana makan siang dengan temanmu?” Salah satu alis Ethan terangkat. “Bukankah kau tak punya teman? Jika aku aku salah tebak.”

“Makan apa saja yang kau inginkan.”

“Oke. Kita makan kepiting.” Ethan mengangguk. Mengambil ponsel dan menghubungi seseorang untuk membawakan mereka makan siang ke atas. “Kau tahu Zevan alergi kepiting?”

Cara mengernyit dengan topik pembicaraan yang tiba-tiba diangkat oleh Ethan.

“Sama seperti papaku.”

Cara membeku. Masih tak sepenuhnya percaya kalau Ethan dan Zevan adalah saudara seayah.

Ethan memutar tubuh menghadap Cara yang masih terbengong. “Tapi lupakan tentang mereka. Aku ingin bicara tentangmu.”

Napas Cara tertahan. Sedikit beringsut menjauh karena jarak di antara mereka yang begitu dekat. Tak ada dominasi dalam tatapan Ethan seperti biasanya. Akan tetapi tatapan lembut pria itu malah memberikan ketidak nyamanan baginya. “Apa maksudmu?”

“Aku ingin mencoba mengenalmu lebih dekat. Kau tahu, kita menikah sudah lebih dari sepuluh tahu. Tapi aku tak benar-benar mengenal dirimu.”

“Tak ada hal apa pun yang tidak kau ketahui tentangku, Ethan. Kenapa masih mempertanyakannya?”

Ethan tertawa kecil. Menampilkan penyesalan yang dibuat-buat. “Ck, kau benar.”

Cara merasakan cengiran Ethan yang terlihat janggal.

“Aku bahkan tahu setiap inci tubuhmu dengan sangat baik,” tambah Ethan yang membuat wajah Cara seketika memerah. “Hanya saja, sepertinya aku butuh tahu bagaimana caranya memiliki akses ke dalam hatimu, kan?”

Seketika Cara tersedak liurnya sendiri

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top