23. Saudara Kandung
Part 23 Saudara Kandung
Rupanya tak hanya Zevan yang diundang Ethan untuk acara makan malam tersebut. Tetapi juga kedua orang tuan Ethan, Irina dan Roy. Yang sudah menunggu di dalam restoran.
Ethan seolah sengaja memilih lokasi restoran yang ada di pinggiran kota. Dengan suasana yang lebih pribadi. Selain karena restoran ini juga salah satu bangunan yang baru dibelinya bulan lalu.
Ekpreso Zevan seketika berubah dingin ketika beralih pada keangkuhan di wajah Ethan. “Kau menculik mereka?”
Ethan tersenyum, kedua kaki tangannya menahan pria itu yang hendak bergerak ke arahnya dengan ancaman.
“Lepaskan!” Zevan menyentakkan tangannya dari pegangan pengawal Ethan. Matanya melotot penuh kedongkolan. Menghela napas kasar dan mundur satu langkah.
“Menculik? Kenapa pemilihan katamu terdengar sedikit menyinggung perasaanku, Zevan. Mereka anakku. Anak-anakku.”
“Kau membunuh mereka.”
“Mereka masih hidup, bukan?”
Zevan menggeram. Wajahnya semakin menggelap dengan sikap santai yang dipamerkan oleh Ethan. Seolah semua situasi ini berada dalam kendali pria itu. Seperti yang selalu ditampakkan oleh kesombongan seorang Ethan Anthony.
“Ada apa ini?” Arman Anthony turun dari mobil yang berhenti tepat di depan mereka. melerai ketegangan di antara kedua cucunya.
Zevan memaksa menelan amarahnya. Berusaha keras menampilkan ketenangan di wajah ketika berhadapan dengan sang kakek. “Kakek?”
Berbeda dengan Ethan yang hanya memberikan satu anggukan singkat untuk sang kakek.
“Jadi kau yang namanya, Cara?” Perhatian Arman Anthony langsung pada Cara. Tersenyum lembut ketika mendekati wanita muda itu. “Ibu dari si kembar sekaligus istri Ethan?”
Cara menatap Zevan, yang memberikan satu kedipan mata barulah ia mengangguk pelan. Tubuhnya semakin menegang oleh tekanan Ethan di pinggangnya.
Ethan bisa merasakan kemarahan yang begitu pekat di kedua mata Irina dan Roy begitu ia melangkah masuk ke dalam restoran. Perhatian kedua orang tuanya terpusat pada Cara.
Sementara Zevan langsung mendapatkan perhatian kedua kembar, yang melompat turun dari kursi dan menghambur ke arah pria itu.
“Papa Zevan!” Cheryl menangkap kedua lengan Zevan yang melebar untuk keduanya. Melingkari leher Zevan dan mendaratkan hujan ciuman di pipi Zevan. Tawa cekikikan keduanya terdengar memenuhi seluruh ruangan.
“Kakek buyut?” Darrel yang pertama kali menyadari keberadaan Arman. Dengan satu anggukan dari Zevan, kedua kembar menghampiri Arman. Masing-masing mendaratkan kecupan di pipi kanan dan kiri pria tua tersebut.
Interaksi hangat tersebut tak luput dari pengamatan Ethan. Yang masih tak melepaskan pegangan di pinggang Cara untuk ikut dalam kehangatan tersebut. Melihat betapa dekatnya si kembar dengan Zevan, satu-satunya umpan yang dia miliki untuk membawa Darrel dan Cheryl ke pelukannya tentu saja hanya Cara. Dan wanita itu sendiri yang akan membawa si kembar ke pelukannya.
“Mama!” Setelah selesai menyapa Arman, kedua bocah mungil itu menghampiri Cara dan Ethan. Sambutan untuk Cara sama hangatnya pada Zevan, berbeda ketika pada Ethan. Keduanya masih merasa canggung ketika memanggil Ethan dengan sebutan papa. Yang membuat Zevan menatap tajam pada Cara.
Arman mengambil tempat di kepala meja, Zevan duduk di samping sang kakek. Mengikut kedua kembar. Sementara Irina dan Roy di samping kiri. Ethan lalu Cara.
Tak lupa Ethan sengaja memperkenalkan si kembar pada mama dan papanya. Meminta si kembar memanggil dengan sebutan kakek dan nenek. Irina dan Roy tak berkutik untuk menolak meski menahan rasa jijik yang teramat. Menampilkan senyum seapik mungkin di hadapan Ethan maupun Arman.
“Apa makanan kesukaan kalian?” Ethan mencondongkan tubuh ke arah si kembar.
“Apa pun,” jawab Darrel, lalu Cheryl. “Coklat dan strawberry.”
“Steak?” tawar Ethan.
Dareel dan Cheryl mengangguk penuh antusias. “Papa Zevan suka steak. Dengan sayuran dan kentang tumbuk. Papa Ethan juga?”
Ethan melirik tak tertarik pada Zevan dan menggeleng. “Papa lebih suka kepiting.”
Wajah Zevan dan Roy seketika membeku. Kedua pria itu saling pandang.
Begitu pun dengan Cara, mengingat Zevan memiliki alergi dengan daging kepiting. Yang berbanding terbalik dengan Darrel dan Cheryl. Makanan kesukaan kedua kembarnya adalah kepiting.
Mata Darrel dan Cheryl seketika membeliak lebar. Senyum semringah seketika menghiasi kedua wajah mungil dan polos itu.
“Benarkah?” Serempak keduanya dengan riang.
Ethan mengangguk. “Jadi menu utama malam ini adalah kepiting. Kalian bisa makan sepuasnya.”
Cara menelan ludahnya. Di balik senyum ceria si kembar dan Ethan, ia bisa merasakan ketegangan di sisi lain meja.
“Kalau mama kalian suka apa?”
“Dua-duanya. Mama suka steak dan kepiting,” jawab Cheryl.
Kali ini tubuh Cara menegang.
“Kalau begitu, mama kalian masih bisa menikmati semua menunya, kan?”
Darrel dan Cheryl mengangguk bersamaan.
***
Kecuali si kembar dan Ethan, makan malam tersebut diselimuti kecanggungan. Cara semakin dibuat tak nyaman dengan perhatian terlalu besar yang diberikan pria itu untuknya. Membantunya mengeluarkan daging kepiting untuknya, mendekatkan semua menu makanan ke arahnya. Bahkan hanya untuk sekedar sisa saus yang tak sengaja menempel di ujung bibirnya.
Ia tak akan peduli dengan semua perhatian itu jika keduanya sendirian. Tetapi sekarang, ada Zevan maupun si kembar yang menyaksikan semuanya. Juga kedua orang tua dan kakek pria itu.
“Aku ke toilet sebentar.” Akhirnya Cara memberanikan diri untuk beranjak dari duduknya. Bertanya pada pelayan di mana letak toilet.
Begitu masuk ke dalam toilet, Cara seolah mendapatkan napasnya kembali. Setelah terlalu lama berada dalam ketegangan, dadanya terasa sesak dan perutnya melilit karena tak bisa mencerna makanan dengan baik.
Cara mencuci mukanya. Tubuhnya terasa lengket karena Ethan langsung membawanya ke tempat ini sepulang dari kantor. Setelah mengeringkan wajah dan berusaha keras menenangkan perasaannya, barulah Cara berjalan keluar.
“Zevan?!” Cara tersentak menemukan Zevan yang berdiri di samping pintu toilet. Menunggunya.
“Akhirnya kita bisa bicara.”
Cara mendesah sekali. “Apa yang terjadi? Kenapa Ethan tahu tentang mereka?”
“Ethan menyadap ponselmu. Kupikir dari sana dia mengetahui tentang mereka.”
“Apa?” Cara membeliak. “Aku menggunakan ponsel baru, Zevan. Sepertinya yang kau minta.”
“Dia pasti membaca pesan-pesan yang kau kirim padaku. Aku baru menyadarinya.”
Mata Cara terpejam. Entah berapa banyak ketololannya membawanya semakin jatuh begitu dalam ke dalam jeratan licik Ethan.
“Apa Ethan mengatakan sesuatu tentangku?”
“Mengatakan apa yang kau maksud?”
Zevan tak langsung menjawab. “Tentang hubungan kami.”
Cara tak yakin tentang apa.
“Apa dia tak mengatakan kalau kami adalah saudara kandung?”
Cara terperangah. Matanya membulat sempurna. “A-apa?”
“Ya, kami adalah saudara kandung.”
Cara masih tak percaya dengan apa yang didengarnya, begitu pun ketika Zevan mengulang.
“Dari ibu yang berbeda.”
“B-bukankah ibumu adalah adik papa Ethan.”
“Adik angkat,” koreksi Zevan.
“Jadi karena itu …”
“Ethan begitu membenciku,” lanjut Zevan. “Dan banyak alasan lainnya yang tak bisa kujelaskan lebih banyak lagi.”
Cara masih tertegun. Perlahan mencerna semuanya meski begitu sulit. Hubungan sepupu yang begitu buruk masih tak cukup membuat Cara memahami permusuhan di antara keduanya. Dan sekarang satu fakta yang terkuak tersebut semakin membuat Cara bengong. Terjebak di antara kedua pria tersebut.
“Aku sudah mengatakan pada kakek tentang pernikahan kalian. Keluarga inti juga sudah mengetahui tentang pernikahan tersebut. Kakek akan berusaha untuk membuatmu lepas dari pernikahan ini. Apa kau juga memegang sertifikat pernikahan kalian?”
Cara menggeleng. Jika ia memegang salah satunya, ia pasti sudah merobek dan membakarnya.
“Ethan pasti menyimpannya dengan sangat baik.”
“Keduanya.”
“Untuk yang satu ini, aku tak bisa melakukannya, Cara. Hanya kau. Ethan membawamu ke apartemennya, kan? Kau bisa mulai mencarinya di sana.”
Cara mempertimbangkan sejenak dan mengangguk.
“Apa kau yakin mereka adalah anak Ethan?” Suara Irina yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Zevan menginterupsi pembicaraanya keduanya. Wanita paruh baya itu berhenti di antara keduanya. Menatap Zevan dan Cara dengan tatapan mencemooh. “Wajah mereka memang mirip dengan Ethan, juga kakeknya. Tapi …” Pandangan Irina berhenti pada Zevan. “Kau juga anak haram Roy, kan?”
Kedua tangan Zevan mengepal. Cara memegang lengan Zevan, yang membuat Irina mendengus tipis.
“Genetik itu bisa saja menurun darimu.”
“Tante bisa melakukan tes DNA. Seperti yang tante lakukan padaku. Bagiku tak ada perbedaan, mereka tetaplah anakku. Dan akan menjadi kesayangan kakek.”
“Baguslah jika dia memang anak kandung Ethan. Meski aku tak menyukai darah mereka yang harus dikotori olehmu, tetap saja mereka akan menjadi cicit Arman Anthony. Tak perlu menjadi penerus Anthony Group. Sepertimu.” Irina kemudian berbalik, melenggang pergi begitu saja.
“Apakah Ethan benar-benar akan menerima semua itu?”
“Apa? Anthony Group?”
Cara mengangguk.
Zevan menggeleng tak tahu. “Entah apa yang sedang direncanakan pria itu. Aku yakin bukanlah hal yang baik.”
“Apa kau juga tahu kalau Ethan pernah masuk penjara?”
Pertanyaan Cara kali ini membuat Zevan membeku. “P-penjara?”
“Ya. Ethan mengatakan sesuatu tentang hal itu. Kau dan keluarganya yang membuatnya …”
“Omong kosong,” penggal Zevan dengan cepat. Menepis semua emosi yang muncul di permukaan wajahnya. “Dia pasti mengada-ada.”
Cara mengerjap. “Benarkah?”
Zevan mengangguk.
“Berapa lama lagi kalian akan saling melepas rindu di belakangku seperti ini, hah?” Kali ini Ethan muncul menggantikan Irina. Begitu berada di dekat keduanya, lengan pria itu langsung menyambar pinggang Cara. Membawa sang istri mendekat dengan gerakan yang posesif. “Tidakkah kalian memikirkan perasaanku atas pengkhianatan ini?”
Zevan mendengus keras dengan ekspresi terluka yang dibuat-buat Ethan. Menoleh sekali pada Cara lalu berjalan pergi. Ia sudah mengatakan apa pun yang perlu dikatakan pada Cara.
Ethan terkekeh, memutar tubuh Cara dan keduanya saling berhadap-hadapan. “Sekarang giliranku, kan?”
“A-apa?”
“Ini.” Ethan mendorong tubuh Cara hingga membentur dinding. Memerangkap tubuh mungil tersebut dengan kedua lengan dan menangkap bibir lembut wanita itu sebelum berhasil mengeluarkan penolakan.
Di ujung lorong, langkah Zevan seketika terhenti. Memutar kepala dan wajahnya mengeras melihat Ethan yang sibuk mencumbu Cara bahkan sebelum dirinya benar-benar menghilang dari pandangan. Pria itu memang sengaja. Sengaja menyulut kecemburuan yang bergemuruh di dadanya.
***
Setengah jam kemudian. Saat Ethan dan Cara keluar dari toilet dan memperbaiki penampilan mereka. Semua orang sudah pulang. Begitu pun dengan si kembar. Ethan langsung membawanya ke mobil pria itu.
Karena terlalu lelah setelah seharian bekerja dan dipaksa melayani Ethan di toilet, Cara ketiduran dalam perjalan pulang. Rasanya ia baru saja terlelap ketika keduanya sampai di basement gedung apartemen. Ethan menggandengnya masuk ke dalam lift yang membawa mereka langsung ke lantai tertinggi.
“Aku ingin melihat Darrel dan Cheryl dulu.” Cara melepaskan lengan Ethan dari pinggangnya, hendak berbelok ke lorong di samping tangga ketika Ethan tiba-tiba berkata.
“Mereka tidak ada di sana.”
Cara berhenti, kembali memutar tubuh. “Apakah mereka bersama Zevan?”
Ethan tertawa kecil. “Tentu saja tidak.”
“Apa maksudmu?”
“Mereka berada di tempat yang aman.” Ethan mengedikkan bahunya. Maju dua langkah dan membawa tubuh Cara kembali ke pelukannya. “Agar aku bisa bebas melakukan ini pada ibu mereka.”
Cara menggeliat. Meronta lebih keras ketika Ethan membawanya masuk ke dalam kamar.
“Tadi aku sudah bilang kalau semuanya belum selesai, kan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top