16. Darrel dan Cheryl

Part 16 Darrel Dan Cheryl

Tubuh Cara menegang, tanpa sadar tangannya memegang perutnya dan seketika menyesali keputusannya mengambil satu gelas. Tadinya ia pikir Ethan akan mengajaknya minum untuk melecehkannya. Tak sulit menebak apa yang ada di otak kotor pria itu ketika menatap tubuhnya. Ia tahu ke mana keduanya akan berakhir.

Dan sekarang, ia tak peduli jika tubuhnya harus menjadi boneka pemuas nafsu pria itu. Selama dirinya tidak hamil lagi.

“Aku akan mengambil gelas tambahan.” Cara berbalik, dan setengah detik berikutnya memekik keras karena tubuhnya yang ditarik Ethan dan jatuh ke sofa yang empuk.

“Ck, kenapa pikiranmu selalu mudah ditebak, sayang,” decak Ethan geli. “Duduklah.”

“Kau ingin aku menemanimu minum, kan?”

“Jika itu juga yang kau inginkan,” senyum Ethan penuh makna. Mengambil pembuka botol anggur dan membukanya. Menuangkan ke gelas yang kemudian disodorkan pada Cara. “Minumlah.”

Cara meneguk ludahnya. Sejenak menatap gelas anggur yang berisi setengah lalu mengambilnya dan meneguknya dalam satu tegukan. Rasa panas yang menyiram tenggorokannya dengan tiba-tiba membuatnya tersedak keras sementara Ethan menertawakannya. Tenggorokannya terasa perih hingga kedua matanya terasa basah.

Ethan mengambil gelas kosong di tangan Cara dan mengisinya kembali. Kali ini pria itu menyeruputnya dengan perlahan. Menikmati setiap tetesnya sambil menatap wajah merah Cara dari balik gelas. 

“Kau sengaja.”

“Aku akan mengajarimu cara bersenang-senang dengan cairan ini, sayang.” Ethan menuang lagi, meneguknya hingga mulutnya penuh dan meletakkan gelas di meja. Dan sebelum Cara menebak apa yang akan dilakukan pria itu, Ethan mendorong dan menindih tubuhnya. Menangkap mulutnya dan membiarkan cairan pekat itu masuk ke mulutnya. Cara terpaksa membiarkan anggur itu melewati tenggorokannya. Matanya mendelik kesal, memukul lengan atas Ethan dengan keras.

“A-apa yang kau lakukan?!” pekiknya berusaha lepas dari tindihan Ethan.

Ethan terkekeh. Wajah Cara semakin merah padam. Tampaknya pengaruh alkohol mulai mengaliri tubuh wanita itu. 

“Menyingkirlah, Ethan,” delik Cara. Menggeliatkan tubuh dengan sekuat tenaga. Tetapi berat tubuh Ethan jelas bukan tandingannya. “Ethan!”

Kekehan Ethan terdengar lebih keras, ketika tiba-tiba pintu kamar dibanting terbuka dan Emma berdiri di ambang pintu. Wajah wanita itu diselimuti amarah semakin geram menemukan pemandangan yang terhampar di hadapannya saat ini. Ia langsung menyeberangi ruangan dengan langkah lebar-lebarnya.

“Apa yang kalian coba lakukan, hah?!” bentak Emma dengan penuh emosi.

Ethan mendesah kesal kesenangannya mendadak diganggu. Ia menarik tubuhnya, membebaskan Cara yang langsung melompat berdiri. Merasa lega terbebas dari pria mesum itu, yang selalu saja punya cara untuk melecehkannya.

“Wanita murahan,” desis Emma dengan kedua mata yang membara.

Meski kata-kata makian itu sudah sering ia dengar dari mulut Emma, tetap saja ia merasa kesal dengan kata-kata kotor tersebut. Tapi napasnya masih terengah dan tenggorokannya masih panas untuk membalas.

“Dan kau, Ethan. Apa yang membuatmu menikahinya? Kau bilang tak melibatkan perasaan dalam permainanmu ini, kan? Lalu kenapa kau menikahinya? Kau yakin benar-benar menikahinya dalam keadaan sadar? Bukan karena pengaruh alkohol?”

“Ya, aku yang menikahinya dengan pistol yang menempel di kepala. Kau pikir dia masih hidup jika aku berada dalam pengaruh alkohol?”

Bibir Emma berkerut oleh amarah. Tatapan sinisnya menusuk Cara.

“Ada banyak alasan aku menikahinya, Emma. Lebih banyak alasan dibandingkan yang kumiliki padamu.” Ethan menatap lurus Cara yang berdiri di samping kirinya. “Karena dia mainanku. Aku tak suka barangku dimiliki orang lain saat aku masih suka memainkannya. Karena orang tuaku tak akan menyukainya. Juga … menurutmu seberapa banyak kecacatan yang akan diterima kakekku jika dia masih berniat menyeretku ke kursi Anthony Group? Dia yatim piatu, tanpa orang tua, asal usul yang tidak jelas. Beberapa alasan yang membuat Zevan tak bisa menjadi pilihab terbaik meski dia adalah cucu kesayangannya.”

Kedua mata Emma semakin membeliak dengan penjabaran tersebut. Wanita itu tak habis pikir dengan kegilaan Ethan. Sekaligus tak bisa terkejut karena mereka berteman cukup lama. Keluarga besar mereka saling mengenal. Hubungan di antara keduanya juga sangat baik. Tak hanya hubungan pribadi. Pernikahan mereka akan menjadi hubungan bisnis yang bernilai jutaan dollar.

“Dan … kupikir wajahnya tak terlalu memalukan untuk dipamerkan di depan kamera.”

Emma tersedak ludahnya sendiri. “K-kau akan membawanya keluar?”

Ethan tampak mempertimbangkan. “Sejujurnya ya. tapi … tampaknya dia masih menikmati perannya sebagai simpananku. Sebagai suami yang baik, aku harus memahami keinginannya yang cukup tolol itu, kan?”

Cara melotot tak terima, seolah belum cukup penghinaan yang dijabarkan Ethan tanpa peduli bahwa dirinya masih punya perasaan. Tidak seperti pria itu. Pun begitu tak ada protes apa pun yang keluar dari mulutnya.

Tak ingin mendengar lebih banyak perdebatan antara Emma dan Ethan yang mengungkit-ungkit tentangnya. Cara gegas meninggalkan keduanya. Menuju pintu dan keluar. Ia butuh makan atau minum sesuatu untuk menghilang rasa asing yang masih memenuhi mulutnya.

“Ada lagi yang ingin kau bicarakan?” Ethan menaikkan salah satu alisnya. Setelah memberi jeda bagi Emma untuk menelaah keterkejutan wanita itu.

“Kau yakin tak melibatkan perasaanmu dalam pernikahan ini?”

Ethan tersenyum tipis.

“Kau tak melalukam hal menye itu, kan? Lalu apa salahnya dengan pernikahan kita? Semua itu untuk kepentingan bisnis, kan? Apa kau sudah memperhitungan berapa banyak kerugian yang harus perusahaan keluargaku terima karena putusnya hubungan ini?”

“Kau ingin aku peduli?”

“Ya, kau harus peduli.” Kemarahan di wajah Emma perlahan berubah menjadi kelicikan. “Kau pikir berapa banyak orang yang akan menyerang mainanmu jika rahasiamu ini terungkap? Keluargaku orang yang pendendam, Ethan. Begitu pun dengan Zevan dan orang tuamu. Juga keluargamu yang akan ikut merasakan dampak dari putusnya hubungan ini. Kau tak suka dengan keributan ini, kan? Aku tahu tak mengurus hal receh seperti ini hanya untuk sebuah mainan.”

Ethan terdiam. Mencerna setiap kata-kata Emma. Dan ia memang tak suka membuat kerepotan semacam itu. Ditambah …. Pandangan Ethan melewati sisi tubuh Emma. Menatap pintu kamar yang tertutup rapat.

“Kita tetap akan menikah seperti yang sudah direncanakan. Aku tak akan peduli dengan apa pun yang kau lakukan pada Cara. Kau bebas melakukan semua yang kau inginkan seperti biasa. Hanya saja, aku ingin pernikahan ini harus tetap berlangsung. Dan jika memang tujuanmu hanya untuk mengusik kakek dan kedua orang tuamu, kupikir kau tak perlu membawa Cara ke hadapan umum. Aku yakin mereka pun akan menyembunyikan rahasia ini rapat-rapat. Mereka akan melakukan segala cara untuk memendam rahasia ini. Bukankah semua itu lebih membuatmu tertarik?”

Ethan menghela napas panjang dan rendah. “Aku akan mempertimbangkannya.”

Napas Emma kembali, kelegaan tersirat di wajahnya. “Baiklah. Aku akan keluar. Kalian bisa melanjutkan.”

Ethan mengangguk singkat. Menuangkan anggur ke gelas dan menyesapnya perlahan saat Emma berjalan keluar. Kerutan tersamar di antara kedua alisnya. Ia memikirkan sesuatu yang lebih menarik.

*** 

Cara tak pernah menyangka pengaruh alkohol akan seburuk ini. Padahal ia hanya minum satu gelas dan satu tegukan besar dari mulut Ethan. Tapi kenapa kepalanya mulai pusing dan seluruh tubuhnya terasa gerah.

Ia sudah menghabiskan satu mangkuk es krim yang ia temukan di lemari pendingin. Tapi malah membuat perutnya mual. Pusingnya semakin menusuk, membuat kepalanya terasa berat.

Cara melompat turun dari kursi pantry yang cukup tinggi. Tubuhnya terhuyung, berpegangan pada pinggiran meja dan berjalan pergi.

“Kau mabuk?” Kekehan dari arah samping mengagetkan langkah Cara. Pandangannya berkunang-kunang, tapi ia masih cukup sadar untuk mengenali pria yang berdiri di sampingnya adalah Ethan. Pria itu menangkap pinggangnya, merapatkan tubuh keduanya. “Wajahmu memerah,” bisik Ethan di telinga Cara.

Cara tersentak. Mendorong tubuh Ethan dengan tenaganya yang semakin melemah. Yang malah membuat Ethan tertawa geli. “Lepaskan, Ethan.”

“Aku sudah melepaskanmu.”

Kesadaran Cara naik turun, begitu pun dengan pandangannya. Wajahnya terdongak, berkedip beberapa kali karena kepala Ethan yang berputar-putar dan ada tiga.

Ethan menangkap tubuh Cara dalam gendongannya sebelum wanita itu meluruh ke lantai. Dan membawanya ke ruang tidur. Dengan hati-hati membaringkannya di tempat tidur.

Gerutuan tak jelas keluar dari mulutnya. Pada awalnya igauan Cara hanya makian-makian yang sudah tak asing didengar Ethan. Tetapi tiba-tiba suara Cara melunak.

“Aku merindukan kalian.”

Tubuh Ethan membeku. Menatap mata Cara yang sudah terpejam dan bibir yang bergerak-gerak pelan. Ethan membungkuk. Mendekatkan telinganya di bibir Cara. “Siapa?” bisiknya.

“Darrel dan Cheryl.”

Ethan menyeringai. Jadi nama mereka Darrel dan Cheryl?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top