13. Kembali Baku Hantam

Part 13 Kembali Baku Hantam

“Siapa dia?” Arman menelengkan kepala dengan ketertarikan. “Kau ingin memperkenalkan pada kami?”

“Dia akan merasa rendah diri jika keluarga ini mengenalnya.”

“Apa? Kenapa?” Ada tawa lembut yang terselip dalam suara Arman. “Jika kau seserius itu padanya, kau tak mungkin menyembunyikannya dari kami, kan?”

“Dia … bukan berasal dari kelas sosial seperti semua orang di rumah ini.” Ujung mata Zevan melirik ke seberang meja. Ketegangan di wajah Ethan nyaris tak tertahankan. Dengan kemarahan sebesar itu, Zevan yakin sang sepupu mampu membalik meja di antara mereka dan membuat keduanya berada dalam baku hantam yang lebih menarik lagi.

“Dia hanya seorang yatim piatu yang tumbuh besar di panti asuhan. Bersekolah di sekolah kita karena ikut program beasiswa.” Ada dengus mencemooh yang menyusul begitu Zevan menceritakan sepucuk cerita tentang Cara. Juga kesiap keras karena sakit terkejutnya. Pun begitu, tak ada yang berani menyela karena Arman Anthony yang menginginkan detail tersebut. “Tak hanya cantik dan mempesona. Dia juga wanita yang baik dan sopan. Pekerja keras, mandiri, dan pintar. Dia menyelesaikan kuliahnya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Tapi menggunakan otaknya yang cerdas.”

“Sepertinya dia orang yang menyenangkan,” komentar Arman semakin membuat semua orang tak berkutik. “Kau ingin memperkenalkannya pada kakek? Jika dia memang terlalu pemalu untuk bertemu keluarga ini.”

Kali ini Ethan tak bisa menahan tawa mengejeknya. Sengaja untuk menarik perhatian sang kakek. “Kenapa kau hanya menceritakan hal-hal yang kau sukai darinya, Zevan?”

Arman menoleh, memberikan perhatian yang diinginkan cucu lainnya. “Apa kau juga mengenalnya?”

Ethan menyeringai. “Ya, tentu saja kami mengenalnya, kakek. Ethan dan Zevan banyak bersenang-senang dengannya.”

“Apa maksudmu?”

“Dia tidak secerdas itu meski kuakui memang wajahnya cantik dan mempesona.” Ethan menconcongkan tubuhnya ke depan. Menumpukan dagu di telapak tangannya.

“Ethan,” bisik Emma yang mendekatkan tubuh pada pria itu dan memastikan suaranya tak terdengar siapa pun selain Ethan. “Apa yang kau akan kau katakan?”

 Ethan tak menggubris kata-kata Emma. Kilat licik Ethan menatap lurus pada manik Zevan yang membeku. “Dia juga sering tidak menggunakan otaknya dengan baik. Pikirannya sering tidak jernih. Tapi, mengingat dengan siapa dia bergaul, aku bisa memaklumi siapa yang mengotori kepalanya.”

Arman terdiam. Mengamati ketegangan di antara Zevan dan Ethan yang semakin pekat. Ethan dan Zevan adalah dua cucunya yang paling menonjol di antara cucu-cucnya yang lain. Dan bukan rahasia bagi seluruh keluarga kalau kedua cucunya ini sering berada di kubu yang berseberangan. Persaingan di antara keduanya selalu berapi-api.

Cara Ethan menjabarkan entah siapa wanita yang bernama Caralie Jasmine berbanding terbalik dengan Zevan yang hanya berisi pujian dan kekaguman. Ya, bukan sesuatu yang mengherankan. Hanya saja, entah kenapa ia merasakan firasat yang tak baik dengan Ethan.

“Selain fakta yang diceritakan oleh Zevan, apa kakek ingin tahu rahasia lainnya yang tidak diceritakan oleh Zevan?”

Arman menatap sang cucu yang masih menatap lurus pada Zevan. 

“Jika dia menggunakan akal pikirannya dengan baik, dia tak akan menolak semua kebaikan yang kuberikan padanya, kan?”

Arman akhirnya bisa menangkap persaingan yang tak biasa di antara kedua cucunya. Apakah kali ini keduanya menginginkan seorang wanita yang sama? 

“Dan dia tidak serendah hati itu, Zevan. Jika dia berani menolak seorang Ethan Anthony, dia pasti memiliki kesombongan yang sangat besar dengan harga diri yang tak seberapa, kan?”

Zevan menggeram. “Hati-hati dengan ucapanmu, Ethan.”

Ethan tertawa kecil. “Ah, satu lagi. Aku lupa. Tak hanya wajahnya yang cantik dan mempesona. Tubuhnya juga seksi. Apa kau tahu?” seringainya penuh kepuasan. Sukses membuat Zevan murka.

Cukup sudah. Tepat ketika Ethan menyelesaikan kalimatnya, air putih di gelas Zevan mengguyur wajah Ethan.

Kecuali Arman, semua orang terkesiap kaget akan keberanian Zevan yang tidak pada tempatnya. Keheningan menyelimuti seluruh ruangan. Semua orang menahan napas dengan keras.

“Apa yang kau lakukan, Zevan?” Irina yang pertama kali bereaksi. Detik berikutnya, Ethan berdiri dan naik ke atas meja. Tubuhnya melayang ke arah Zevan. Hidung pria itu yang baru sembuh, kembali dibuat berdarah untuk kedua kalinya oleh orang yang sama.

*** 

Acara makan malam tersebut berakhir dengan keributan yang tak terelakkan. Butuh waktu satu jam untuk membereskan kekacauan yang terjadi. Sementara menunggu meja makan disiapkan, semua anggota keluarga berkumpul di ruang utama. Sementara Ethan dan Zevan dipisahkan di lokasi yang saling berjauhan.

“Ck, kau membuat bibirnya lecet lagi, Ethan.”

“Tak adil jika hanya aku yang membuat wajahnya hancur, kan?” Ethan mendecakkan lidahnya. Menyentuhkan punggung jemarinya di sana dan menyeringai melihat bercak darah yang tertinggal di sana. 

Mano dan Zaheer terkekeh. Mendekatkan kotak p3k ke hadapan Ethan yang langsung ditolak oleh sang sepupu. Ya, hanya luka seringan itu, Ethan tak pernah membutuhkan bantuan medis. Bahkan yang lebih parah.

“Siapa sebenarnya wanita bernama Caralie yang membuat kalian bersikap kekanakan seperti ini, Ethan?” Irina berjalan masuk dengan langkah terburu. Kekesalan memekati wajah cantiknya. “Di mana akal sehatmu ketika kehilangan kendali seperti itu, hah?”

“Aku sudah mengatakan tak akan mengambil apa pun dari kakek. Tak ada yang perlu mama cemaskan.”

“Apa kau akan membiarkan Zevan mengambil alih hakmu?”

“Aku memang tak membutuhkannya. Dan aku tak peduli siapa yang akan memungut Anthony Group, yang adalah segalanya bagi kalian semua.”

Irina berusaha mati-matian mengendalikan emosinya. Bibirnya tak bergerak ketika menggunakan ancaman yang sama. “Kau sudah tak tertarik dengan klinik …”

“Aku sudah mendapatkan apa yang kuperlukan. Dan bukan dari mama.”

Irina tersedak pelan. Wajahnya dipucati emosi yang mulai membludak.

“Dan sebaiknya mama tak ikut mencari tahunya. Aku cemas mama bisa terkena serangan jantunga dengan apa yang akan mama temukan.”

“A-apa?”

“Tuan Ethan,” panggil seorang pelayan yang baru saja masuk. Menyela di antara ketegangan putra dan ibu tersebut. “Tuan besar meminta Anda ke ruangan beliau.”

Irina menghela napas tanpa suara. Menelaan kata-kata sang putra yang bernada ancaman tersebut.

“Apa maksud Ethan?” Irina menatap Mano dan Zaheer bergantian. “Dan siapa wanita bernama Caralie?”

Mano dan Zaheer saling pandang sejenak. “Ethan bilang hanya mainan tak berarti.”

“Mainan tak berarti yang membuat putraku kehilangan akal sehatnya, hah?”

Mano dam Zaheer menghela napas panjang bersamaan. “Maafkan kami, Tante.”

“Kami tak bisa bicara lebih banyak.” Zaheer menambahkan. “Orang tua kami cemas jika kami membuat Ethan kesal.”

Kalimat tersebut memaksa Irina tak mencari tahu lebih banyak. Baiklah, ia yang akan mencari tahu sendiri maksud kata-kata sang putra.

*** 

“Sebagai penerus kakek, bagaimana mungkin semudah itu kau kehilangan kendali dirimu, Ethan.”

Ethan tertawa kecil. “Penerus? Kakek pikir aku tak tahu kenapa posisi itu diberikan padaku?”

Arman menatap lebih lama pada sang cucu.

“Reputasi yang kalian sembunyikan terlalu cacat untuk memegang kendali Anthony Group. Dan otaknya tak seencer milikku.” Ethan mengetuk pelipisnya dengan ujung jari telunjuk. “Saat aku sibuk bangkit dari perbuatannya yang tak bertanggung jawab. Saat aku berusaha berdiri dengan kedua kakiku karena kalian semua sibuk berkhianat. Bukankah seharusnya kalian sibuk mempersiapkan dia sebagai pewaris Anthony Group? Sepuluh tahun bukan waktu yang sedikit untuk dibuang sia-sia, kan?”

“Ethan, semua itu hanyalah kecelakaan. Kami semua tak punya pilihan.”

“Selain menjebloskanku ke penjara?” dengus Ethan lalu tertawa kecil. “Tidak. Kalian semua punya pilihan. Hanya saja, karena aku menjadi yang terunggul dan terkuat, kalian menjadikan semua itu sebagai alasan untuk tidak menjadikanku pilihan.”

“Dan sekarang, kalian mencoba menjadikanku satu-satunya pilihan untuk kalian semua, hah?”

“Ethan, itu sudah sepuluh tahun yang lalu.”

“Sepuluh tahun yang lalu dan sekarang pun dia masih menjadi nomor satu bagi kakek, bukan?” Suara Ethan penuh dengan ketenangan tetapi ada nada sengit yang terselip di sana. Begitu pekat hingga mampu membuat seorang Arman Anthony sempat membeku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top