9
يَسْـَٔلُهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِى شَأْنٍ
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar Rahman: 29)
♥
Jendela yang berada di seberang kursi pengemudi bergerak turun. Asiyah melongok ke dalam dengan senyum merekah di bibirnya.
"Kamu jemput Omar, Ar?"
Arsa paham bahwa Asiyah berbasa-basi, yang anehnya membuat hati Arsa meringan. Dia tersenyum sekilas, lantas mengendikan kepala menunjuk ke Omar. "Silakan duduk di sebelah Omar, Anak Nyai Atun." Dia menirukan bagaimana Omar senang memanggil Asiyah.
Asiyah menyengir dan bergegas membuka pintu di tengah. Arsa menahan napas untuk dua detik supaya jantungnya aman di tempat. Andai dia sudah goblok, Arsa pasti melarang Asiyah tersenyum seriang itu.
"Om Acha brought a megaphone!" seru Omar begitu Asiyah duduk di sebelah kirinya.
"That's a cool megaphone. Kenapa kamu bawa megafon?" Asiyah beralih ke Arsa.
Arsa menekan sejumlah tombol untuk menutup sunroof dan jendela saat menjawab, "Untuk bangunin anak yang susah diajak solat Subuh."
"Om Acha yang tidurnya malam melulu," Omar cepat membela diri.
"My sleep has no effect on your waking time." Arsa mulai mengemudikan mobil meninggalkan muka masjid.
"You do! If you slept early, I would wake up earlier." Omar memanyunkan bibirnya dengan jengkel.
"Don't make an excuse." Arsa melirik melalui spion tengah. Dia penasaran pada reaksi Asiyah. Tidak semua orang menganggap kecerdasaan Omar positif. Banyak dari tetangga di lingkungan mereka yang menilai Omar pembangkang dan kurang diajarkan sopan santun karena selalu menyahuti ucapan orang dewasa. Bagi Arsa, sekecil apa pun seorang anak, dia berhak bersuara. Protes dan menolak salah satunya. Hal tersebut dia pelajari lewat buku parenting dan coba dia tunaikan selama membesarkan Omar. Ada masa-masa di mana Arsa sulit menerima pendapat orang yang menganggap dirinya sudah bijak yang mengatakan Omar tidak tahu sopan santun hanya karena anak atau cucu mereka tidak membantah ucapan mereka. Apa tidak menyuarakan keinginan sendiri bisa dijadikan patokan seorang anak tumbuh sebagai pribadi sopan? Jawabannya, tidak. Yang Arsa lihat anak-anak itu takut mengutarakan perasaan mereka akibat sering dimarahi jika tidak menurut.
Jika Asiyah adalah salah satu dari sekelompok orang yang mengategorikan Omar sebagai anak tidak sopan, Arsa tahu posisi Asiyah tidak lagi sama di hatinya.
"Kenapa kamu kesulitan bangun tidur kalau Om Arsa tidur larut malam?" tanya Asiyah.
"Om Acha nggak nemenin aku tidur. Kamu tahu, aku susah tidur kalo Om Acha masih kerja." Suasana hati Omar perlahan berubah. Anak itu senang sekali bicara dan susah dihentikan. "Om Acha nggak bacain aku cerita. You know my friend, Oscar?"
Asiyah menggeleng pelan. Dia menelan perasaan geli di balik senyumannya. Omar bakal berceloteh panjang. Sangat amat panjang. Dan Asiyah menyukainya.
"Oscar's Mom read him bad ... story?" Oscar berpaling pada Arsa. "Apa itu Om yang cerita kalo belum tidur?"
"Bedtime story," jawab Arsa kalem. Dia tahu Omar sudah melupakan kekesalannya. Omar bukan kesal karena kesulitan bangun tidur, dia kesal karena Arsa memberi tahu Asiyah bahwa dia susah bangun tidur. Bocah berambut mangkok itu mempunyai harga diri yang tinggi untuk mengakui kelemahannya, terutama di depan perempuan. Yang Arsa simpulkan, Omar ogah terlihat jelek di mata Asiyah.
"Yes." Oscar kembali fokus pada Asiyah. "Oscar's Mom read bedtime story. He tell me his mom read about King Solomon. Oscar said, King Solomon is very wise. He solved people problem."
"King Solomon..." Asiyah berpikir agak lama.
Arsa tersenyum melihat Asiyah yang serius menyimak cerita Omar. "King Solomon dalam Islam itu Nabi Sulaiman," celetuknya.
"Ah! Pantas rasanya nama itu familiar."
"You know King Solomon?" Omar membelalak pada Arsa, lalu menuding Asiyah. "You need read more books, Nyai's daughter."
Arsa mendengkuskan tawa kecil. "Kamu kenapa terus-terusan manggil Nyai's Daughter? Panggil yang benar, Tante Asiyah atau Kak Asiyah," tegurnya.
"I like to call her that way."
"Kamu mau dipanggil Oscar dan Oliver ponakannya Om Acha? Kebayang nggak pas Miss Gendis manggil kamu 'Om Arsa's nephew' di depan kelas?"
Omar bergidik. Dia menggeleng kuat-kuat. "They must call my name."
"Kalo gitu, panggil yang benar."
Asiyah takjub pada bagaimana Arsa membujuk Omar. Analogi yang cerdas dan Omar memahaminya lebih baik.
"Aku panggil Kak Asiyah aja." Omar melirik malu-malu Asiyah. "You look pretty," bisiknya.
Masya Allah. Asiyah buru-buru menutupi mulutnya dengan kedua tangan. Dia belum pernah membayangkan bakal menerima gombalan dari anak yang bahkan belum masuk SD. Ada kesenangan serta kebanggaan yang merekah di hatinya menerima ucapan tersebut. Sekalipun dari anak kecil, Asiyah mengucapkan terima kasih dengan tulus.
Arsa, di balik kemudi, menggeleng. Telinganya cukup tajam untuk menangkap pujian Omar barusan. Benar dugaannya selama ini. Omar menyukai Asiyah karena visual Asiyah yang rupawan. Ujung-ujung bibirnya berkedut menahan geli. Sebuah kebetulan jika om dan ponakan memiliki selera yang sama. Siapa yang pernah menyangka.
Dalam lima menit kemudian, mobil Arsa telah merapat di depan rumah.
"Let me open the gate!" Omar menawarkan diri penuh semangat.
Arsa menggeleng. "Gerbangnya berat. Kamu tunggu di mobil aja."
Asiyah dan Omar ditinggal Arsa yang turun untuk membuka gerbang. Asiyah bisa saja turun duluan dan pulang. Toh, rumahnya persis di sebelah kiri rumah Arsa. Namun dia merasa bertanggung jawab menjaga Omar yang sendirian dalam mobil, memastikan anak itu tidak melompat dan merusuhi Arsa.
Arsa kembali ke mobil. Dia memasukan mobil ke carport.
Omar berseru senang, "We're home!"
"Mandi terus ganti baju. Kita siap-siap solat Magrib."
"What?!" Suara Omar melengking tak terima. "We just leave masjid few minutes ago and ... and we ... why?"
Arsa menghela napas pendek, memutar badannya agar bisa melihat Omar, dan membalas, "Kita harus solat Magrib berjamaah. Nggak ada holiday solat kecuali kamu..."
"Udah di sorga," gerutu Omar.
Arsa menyipitkan mata. Dia yakin dia tidak mengatakan mengenai surga.
"I will call you Nyai's Daughter when Om Acha is not around. Ok?" Omar berbisik di telinga Asiyah. Dia tersenyum lucu, membuka pintu, lalu melompat turun. Anak itu terlalu bersemangat sampai-sampai membiarkan pintu mobil menganga.
Asiyah tertawa kecil melihat tingkah Omar. Di seberangnya, Arsa mengamati dalam diam.
"Kamu suka Omar?" tanya Arsa.
Asiyah terkesiap sedetik. Kemudian menjawab dengan mantap, "Anak itu pintar dan lucu."
"Bukannya merepotkan kedatangan Omar tiap siang?" Arsa sudah menahan diri beberapa hari untuk mengorek soal ini.
"Nggak kok. Anaknya mandiri. Aku senang main sama dia."
Arsa tertawa tanpa suara. Dia meragu pada jawaban Asiyah. Untuk pertemuan pertama, Omar menggemaskan. Usai beberapa kali pertemuan, banyak orang yang berubah pikiran mengenai Omar. Kebawelannya dianggap mengganggu. Rasa ingin tahunya dinilai menyusahkan. Dia sudah melihat respons tersebut dari orang-orang terdekatnya sendiri.
"Ibu juga senang kalau Omar datang ke rumah. Suasananya jadi ceria. Ada aja ceritanya," sambung Asiyah. Perempuan itu tidak menyadari perubahan sikap Arsa. Benaknya dipenuhi momen bersama Omar.
"Aku biasa membayar Bu Atun tiap kali Omar dititipkan. Sudah tahu?"
Asiyah terkejut. "Nggak. Ibu belum pernah cerita."
"Bu Atun sebenarnya nggak pernah ingin dibayar, tapi aku yang memaksa. Kalau Bu Atun nggak mau terima uangnya, Omar terpaksa aku bawa ke kantor. Waktu itu Omar nangis, minta Bu Atun kasih izin dia main di rumah Bu Atun. Tangisan Omar bikin Bu Atun nggak tega. Jadi, sejak itu, Bu Atun terima uang setiap bulan dari penitipan Omar," Arsa menjelaskan dengan sabar.
Asiyah menyimak. Dia mengangkat telunjuknya ragu-ragu di akhir cerita Arsa. "Kamu ... kamu nggak berniat bayar aku, kan?"
Arsa tersenyum kalem. "Kamu ada rencana bekerja? Atau mencari uang tambahan?"
"Ar, nggak perlu berputar-putar. Katakan apa rencana kamu." Asiyah tidak suka menduga-duga.
"Kalau kamu ingin bekerja, aku menawarkan menjaga Omar."
"A-apa?"
"Seharian."
"Bentar. Bentar deh. Aku mendadak linglung. Kamu mau aku jadi pengasuh Omar?"
"Kalau kamu bersedia."
###
16/09/2021
( ⑉¯ ꇴ ¯⑉ ) Ar, cewek-cewek di mari juga pada mau disuruh jagain Omar kalo bonusnya jadi pasangan kamu. Eh, dapat gaji maksudnya hihihi...
Dimana Om Daffa?
Ada dooong...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top