8

Hadis riwayat Imam Tirmizi, Nabi saw. bersabda;

أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.

“Ada empat hal termasuk sunah para rasul; yaitu rasa malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.”

Langit perlahan berubah warna. Biru cemerlangnya terarsir jingga kemerahan. Di timur langit perlahan menggelap. Keramaian masjid di kompleks itu malah menjadi. Anak-anak usia sekolah dasar hilir mudik di muka masjid, sementara para pemuda satu per satu masuk ke dalam masjid. Di serambi selatan masjid, para perempuan masih duduk dalam lingkaran. Asiyah salah satunya.

Sejak memutuskan menemani Omar mengaji tempo hari, Asiyah diajak ikut kajian tiap Selasa dan Rabu petang. Kajian khusus perempuan. Pengajarnya ialah Iis, seorang lulusan pesantren sekaligus anak Ustad Udin yang paling muda.

Asiyah mengenal Iis dengan baik. Mereka bertetangga sejak lama. Bisa dikatakan, orang tua Asiyah dan keluarga Ustad Udin tergolong penduduk awal kompleks sehingga berhubungan akrab. Iis berusia jauh lebih muda dari Asiyah, tetapi ilmu agama Iis serta sikapnya yang santun selama mengajar membuat murid-murid yang lebih tua tidak merasa terganggu.

Jamaah kajian kebanyakan adalah ibu-ibu muda, juga perempuan di usia pertengahan dua puluh tahun. Topik yang Iis pilih disesuaikan dengan minat jamaahnya yang Insya Allah bermanfaat. Sore ini mereka membahas pernikahan.

"Pernikahan merupakan ajaran Islam untuk menghalalkan hubungan seorang laki-laki dan seorang perempuan agar tidak terjadi perzinaan," kata Iis.

"Tapi gimana kalo ada perempuan yang nggak menikah?" tanya Gita.

Dalam kajian mereka, Iis memberikan keleluasaan untuk menginterupsi lewat pertanyaan. Dia memahami betapa sulitnya bagi perempuan menahan rasa penasaran. Jika rasa penasaran itu bisa menumbuhkan kecintaan akan Sang Ilahi, Iis merasa bukan masalah disela banyak pertanyaan.

"Ada pengalaman orang dimana Allah berkehendak belum memberikan jodoh yang terbaik untuk seseorang padahal dia sudah berusaha. Kalau dia tidak menikah, dia tidak berdosa. Sebab dia sudah berusaha, sudah silaturahmi, dan sudah memohon kepada Allah. Namun belum menemukan yang cocok. Ada baiknya berbaik sangka, Allah mungkin memiliki rencana yang jauh lebih baik untuknya. Wallahualam. Kalau ada orang yang tidak mau menikah padahal mampu, tapi kerjaannya berzina, itu tidak benar. Dosa jadinya. Pernikahan adalah solusi bagi kita untuk menghindar dari maksiat. Lain hal kalau kita tidak menikah dikarenakan suatu penyakit atau belum menemukan jodoh yang baik. Kita tidak akan masuk dalam golongan orang-orang berdosa."

Asiyah dan beberapa perempuan menyimak. Mereka mengangguk sebagai tanda memahami penjelasan Iis.

Iis tersenyum dan melanjutkan, "Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Menikah itu termasuk dari sunahku, siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku. Menikahlah, karena sungguh aku membanggakan kalian atas umat-umat yang lainnya, siapa yang mempunyai kekayaan, maka menikahlah, dan siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sungguh puasa itu tameng baginya.” Dari sini, kita tahu untuk tidak membenci pernikahan."
(HR. Ibnu Majah.)

"Kalo ada perempuan yang nggak mau nikah karena trauma, gimana tuh? Misalnya nih, dia ada lihat pernikahan orang lain yang hancur karena orang ketiga. Terus takut mengalami yang sama gitu," Sri menimpali dengan menggebu-gebu.

Para jamaah spontan melirik pada Asiyah. Di antara mereka, hanya Asiyah yang mengalami perceraian dan penyebabnya pun orang ketiga. Kabar itu sudah diketahui oleh mereka. Iis terlihat bersalah.

Asiyah sadar dia tengah menerima sorotan dari jamaah yang penasaran pada responsnya atas pertanyaan Sri barusan. Namun menemukan tatapan bersalah Iis di seberangnya, Asiyah menguatkan tekad. Dia tersenyum lembut seolah menekankan dirinya baik-baik saja. Usianya sudah tidak lagi muda, mana pantas dia terpancing emosi untuk pertanyaan Sri yang belum tentu bermaksud untuk menyindirnya.

"Kalau ada orang yang takut menikah karena melihat pernikahan yang berakhir, maka orang itu harus mencari pasangan yang baik. Bukannya takut pada pernikahan itu. Pasangan yang paham ajaran Islam dan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Insya Allah, pernikahan yang dijalani akan langgeng. Selain itu, takut pada pernikahan sama saja dengan berburuk sangka pada Allah SWT. Dalam surah Yunus ayat 36 dikatakan, 'Kebanyakan mereka hanya mengikuti dugaan. Sesungguhnya dugaan itu tidak sedikit pun berguna menyangkut (perolehan) kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka lakukan.' Bagaimana jika karena prasangka buruk kita, malah membuat kita merugi? Padahal Allah SWT tidak pernah berhenti mencintai kita, mengabulkan permohonan kita, dan memperhatikan kita. Karena itu, ada baiknya berprasangka baik dan berusaha melawan ketakutan. Insya Allah akan ada jalan yang baik bagi orang-orang yang terus berusaha."

"Oh, kalo gitu yang pernah mengalami perceraian juga nggak boleh takut menikah dong," sahut Sri. Lirikannya mengarah pada Asiyah. Dia mengulum senyum cepat-cepat dan berujar, "Takut menikah harus dilawan, kan?"

Iis mendesah. "Orang-orang yang mengalami ketakutan dalam hidupnya entah karena pengalaman sendiri maupun lingkungan bisa melawannya bukan hanya dari niat dan usaha sendiri. Orang-orang ini memerlukan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Contohnya, teman-teman kajian yang bisa saling dukung. Bisa saling membantu. Tidak menyindir dan memberi tekanan." Iis memberikan penekanan pada kalimat terakhirnya dengan harapan Sri paham untuk menjaga lisan.

Sri memasang tampang tak bersalah. Dia mempertahankan senyum polos dan pura-pura cuek menghadapi tatapan jengkel jamaah yang lain.

Asiyah menunduk. Kepalanya dipenuhi ucapan Iis mengenai ketakutan terhadap pernikahan. Dia tidak lagi mendengarkan penjelasan Iis yang lainnya.

Berprasangka baik? ulangnya dalam hati.

***

"Kak Asi."

Asiyah urung menuruni anak tangga serambi masjid. Dia berbalik. Iis tersenyum sembari berjalan mendekatinya.

"Kenapa, Is?" Kajian sudah usai, para jamaah sudah bubar. Asiyah heran kenapa masih dipanggil Iis.

"Is mau minta maaf soal kajian tadi," kata Iis.

"Soal yang mana?"

"Omongan Kak Sri. Harusnya Iis bisa menegur Kak Sri," jawab Iis.

Asiyah memandang Iis iba. Perempuan muda ini dipenuhi keinginan mulia membagikan ilmu kepada sesamanya. Mana tega Asiyah bersikap melunjak dengan menuntut Iis menegur keras Sri jika akibatnya Sri hengkang dari kajian dan menyebarkan kabar buruk. Tak ada yang tahu ucapan apa yang bisa Sri sebarkan.

"Kakak nggak ngerasa disindir, Is. Sri nggak tahu apa yang Kakak alami, sama kayak orang lain. Kakak anggap ucapan Sri di kajian tadi hanya kebetulan. Kebetulan masalah yang dia ungkit agak mirip sama Kakak," balas Asiyah lembut.

"Iis tetap merasa bersalah sama Kakak."

"Kalo Is masih merasa bersalah, Is bisa kirim sambal ikan asin jambal ke rumah." Asiyah mengacungkan telunjuk memperingati. "Harus yang buatan Iis."

Iis tersenyum lebar. "Kalau sambal jambal, Is emang jagonya. Pokoknya Kak Asi tunggu di rumah aja. Is bakal antar sambalnya biar Kak Asi feel better."

Asiyah mencubit pipi Iis dengan gemas. "Kamu ngoceh Inggris gitu bikin Kakak ingat Omar deh. Aduh, Omar mana ya?" Asiyah menoleh ke kanan dan kiri. "Is, Kakak pergi duluan ya. Mau cari Omar."

"Iya, Kak. Hati-hati."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam..."

Asiyah sudah mengingatkan Omar untuk menunggunya kajian. Biasanya anak itu bermain di taman samping masjid yang berdampingan TPA kecil. Di situ terdapat beberapa mainan. Omar biasa bermain perosotan bersama teman-teman mengajinya sembari menunggu Asiyah selesai kajian.

Sore ini berbeda. Omar tidak terlihat di situ. Padahal anak-anak lain masih seru bermain. Asiyah waswas jika Omar pulang duluan.

"ANAK NYAI ATUN!"

Asiyah terperanjat. Omar yang dia cari-cari ketemu. Anak itu sedang memegang megaphone merah. Konyolnya, Omar mengeluarkan badannya dari sunroof mobil SUV biru. Asiyah mengenal mobil tersebut.

"Arsa?" gumam Asiyah.

Kaca depan mobil Arsa tidak jernih, tetapi masih memungkinkan Asiyah melihat sosok Arsa yang duduk di balik kemudi. Pemuda itu menunjuk Omar dengan jempol, lalu mengangkat kedua bahu.

Mau tak mau, Asiyah tertawa kecil. Kekompakan om dan keponakan satu ini memang tidak tersaingi.

###

05/09/2021

Akhirnya cerita ini lanjut lagi 🥳

Aku bukan ahli agama. Masih jauh ilmuku. Walau begitu, harapanku bakal ada ilmu baik yang bisa bermanfaat buat pembaca. Kalo ada yang mau menambahkan, boleh banget asal disampaikan baik-baik.

😊🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top