63

Bab 63

Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan,...
(QS. An Naba: 8)

"Jadi, kalian hapal Al Quran?" Pertanyaan Bintang mencairkan suasana yang sempat dingin.

"Gue belum hapal semua juz, tapi Arsa dan Iis berhasil hapal dalam tiga tahun," aku Endah.

Bintang menggumamkan, "Wow."

Asiyah membagikan gelas-gelas berisi teh ke setiap orang sembari berbicara, "Waktu itu mereka keren banget. Masih muda, sudah hapal Quran."

"Itu kompetisi, Kak," ralat Endah. Dia memalingkan wajah dari lirikan ketus Mia yang menegurnya.

"Kompetisi gimana?" Bintang masih tertarik.

"Siapa duluan yang hapal paling banyak. Waktu itu, Iis punya hapalan lebih banyak. Sebenarnya cuma beda beberapa ayat dari Arsa. Bocah ini nggak mau kalah. Pas semakin jauh ketinggalan, dia ganti ke hapalan hadist." Endah menangkup gelas teh yang hangat menggunakan kedua tangan. "Kompetisi makin gila karena Iis nggak mau kalah di hapalan hadist. Dia ikut menghapal hadist, sampai Ustad Udin nambah pelajaran sirah Nabi."

Omar yang masih duduk di pangkuan Arsa bertanya, "Apa sih sirah tuh?"

"Sirah adalah fakta-fakta semasa Rasulullah masih hidup," jawab Arsa.

"It's history lesson about Rasulullah," Omar menyimpulkan.

"Benar." Arsa mengelus puncak kepala Omar pelan-pelan.

"Kalian belajar sirah?" Asiyah duduk di kursi kosong yang ada di sebelah Arsa.

"Belajar sedikit-sedikit." Endah menoleh ke Bintang. "Kalo lo belajar apa sama Ustad Udin?"

Bintang malu saat menjawab, "Masih belajar baca Al Quran dengan benar."

"Bentar belajar sama Ustad Udin, pasti cepat lancar."

Ucapan Endah memotivasi Bintang. Malu yang menguasainya lenyap karena sikap santai Endah yang tidak menghakimi kemampuan mengajinya.

"Bintang tinggal di mana?" tanya Mia.

"Saya tinggal di Kemang, Bu."

"Jauh juga ke sini, tapi tetap rajin ngaji." Mia beralih ke Atun. "Bintang ini yang diomongin cewek-cewek?"

Atun mengangguk. Kedua pipi Bintang memerah. Dia tahu arah pembicaraan Mia ke Atun sebab Asiyah sudah membicarakannya kemarin.

"Nak Bintang sudah menikah?" Giliran Atun yang bertanya.

"Belum, Bu."

"Sudah ada calonnya?"

"Sudah, Bu."

"Alhamdulillah. Tinggal dihalalkan aja ya. Semoga lancar, Nak."

Bintang hanya tersenyum. Ada malu yang menyusup hatinya mendengar ucapan tersebut. Bukan sebab dia malu mengakui kekasihnya adalah seorang non Islam, melainkan malu bahwa seorang ibu mendoakan kebaikan padanya tanpa tahu lebih banyak mengenai Bintang. Bukankah ini terasa seperti pencuri yang didoakan masuk surga?

"Kalian kapan nyusul?" Mia bertanya ke Arsa dan Endah.

"Bentar lagi, Ma." Endah menjauhkan dirinya dari pisau. Dia selesai dengan jatahnya memotong tempe dan memilih menikmati teh hangat buatan Asiyah.

"Bentar lagi, bentar lagi, tapi nggak kelihatan keluar bertemu laki-laki." Mia menggeleng, lalu berpindah ke Arsa. "Kalo Arsa, sudah ada calon?"

"Calonnya ada, tinggal menunggu putusan Sang Pemilik Hati. Apa calon ini pilihan-Nya atau bukan," jawab Arsa diplomatis.

"Kalian sudah lewat 25, masih saja betah melajang. Kebetulan banget kamu, Endah, dan Iis yang masih betah jadi jomlo sejak lahir. Hilda sudah mau menikah. Alhamdulillah anak itu dapat laki-laki baik," oceh Mia.

"Memangnya sudah ketemu calon suami Mia?" Atun segera bertanya.

"Sudah. Kemarin papasan pas pulang dari warung Baba. Kebetulan kenal anak ini, anaknya teman Abang. Orangnya insya Allah sholeh. Moga jadi pasangan yang sakinah."

Setelah meminum tehnya, Omar mengambil alih pembicaraan. Anak itu bagai utusan malaikat yang menyelamatkan kecanggungan di antara Asiyah, Arsa, dan Endah. Mereka bertiga tidak berkomentar selama Mia dan Atun membicarakan Hilda, sementara Bintang hanya mendengarkan tanpa minat sebab bukan nama itu yang menjadi alasannya ke situ. "Aku mau ke Sweden, Nyaik Atun sama Nek Mia mau oleh-oleh apa?"

"Sweden tuh di mana?" Mia mengernyit. Orang itu benar-benar tidak mengenal tempat yang disebut Omar.

"Far far away country in Northern Europe." Omar mendongak dan meminta pertolongan, "Northern Europe tuh Eropa. Iya, kan?"

"Eropa sebelah utara," bantu Arsa.

"Iya. Sweden ada di Eropa sebelah utara. Nanti aku sama Om Acha mau hunting aurora." Tangan Omar merentang mengimajinasikan kemegahan aurora.

"Ke Eropa? Jauh banget. Apa nggak coba ke tempat yang lebih dekat? Ibu sering kasihan kalau anak kecil diajak jalan jauh-jauh." Mia melirik Omar dengan khawatir.

"Nggak apa-apa. Omar bakal latihan fisik sebelum berangkat. Siap, Omar?" Arsa menggosok perut Omar.

"Latihan fisik?" Omar bingung.

"Exercise."

"I like exercise."

Semua orang tersenyum melihat betapa menggemaskannya Omar. Masya Allah.
{Jangan sampai Omar kena ain, jadi bareng-bareng ucapkan Masya Allah ya.}

"Anak ini pintar banget ngomong bahasa Inggris." Mia geleng-geleng, tak habis pikir. "Sewaktu dulu Ibu dan Bu Atun umroh, kami berdua bawa catatan biar nggak tersasar di Mekkah. Kita tanya orang, "Where toilet?" Langsung jawab pakai bahasa Indonesia. Bahkan kami diantar sampai tujuan. Kalo pergi sama Omar, kayaknya bakal lebih tenang. Anak kecil sudah jago bahasa Inggris."

"Aku belum umroh," kata Omar sedih.

"Kalo gitu, minta diajak umroh aja sama Om Acha daripada ke Sweden. Ibadah itu lebih utama dari travelling." Endah lagi-lagi menggoda Omar.

Diberikan dua pilihan, Omar kewalahan. Dia berpikir keras sampai-sampai pipinya menggembung tanpa disadari dan membuat para orang dewasa tambah gemas.

"Kita ... umroh, Om?" tanya Omar ragu-ragu.

Arsa tersenyum. Ada sirat kebanggaan pada matanya atas pertanyaan Omar. Mana lagi bukti yang harus dia tuntut untuk mempertanyakan kecintaan bocah itu pada agamanya. Ketika seseorang meragu untuk menjalankan ibadah atau kesenangan dunia, sungguh itulah tanda hatinya digetarkan oleh cinta Sang Maha Penyayang lagi Maha Mengetahui.

"Omar mau umroh atau lihat aurora?" tanya balik Arsa.

Badan Omar agak meringkuk kala dia menjawab dalam nada bergetar, "Mau ke Sweden."

"Kalo gitu, Omar minta sama Allah setiap sholat supaya keinginan Omar ke Swedia lancar dan dijauhkan dari niat jelek dan perbuatan ingkar. Terus doa juga semoga rezeki Omar lancar dan bisa berangkat umroh." Entah sudah berapa kali Arsa mengelus puncak kepala Omar. Jika ada ketenangan yang Arsa peroleh setiap hari, tak lain adalah sentuhan pada puncak kepala keponakannya.

Omar berbalik ke Endah bersama sebuah tekad baru. "Aku mau tetap ke Sweden. Umrohnya abis itu."

"Travelling itu mubah, Omar. Mubah itu artinya dilakukan nggak dikasih pahala, ditinggalkan juga nggak dapat dosa. Terus ngapain Omar travelling jauh-jauh ke Sweden kalo nggak dapat pahala, malah buang-buang duit Om Acha." Endah semakin terpantik untuk menggoda Omar.

Tak tahu mau menjawab apa, Omar melempar tatapan memohon ke Arsa. Mereka, Atun dan Mia, menggeleng saking gemasnya pada tingkah kekanakan Endah dan bagaimana respons Omar yang termakan keusilan Endah.

"Huwal-lazii ja'ala lakumul-ardo zaluulan famsyuu fii manaakibihaa wa kuluu mir rizqih, wa ilaihin-nusyuur. Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka, jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu kembali. Di Al Mulk ayat 15 dijelaskan kalau muslim boleh travelling selama dia mampu dan mau. Sekaligus diingatkan kalau kita akan kembali ke Allah yang artinya setiap tindakan muslim harus mengikuti syariat. Karena jalan-jalan, bukan berarti nggak sholat dan berzikir," kata Arsa.

Omar memasang wajah seakan-akan berkata, "Listen that, Kak Endah."

Endah belum menyerah menggoda Omar. "Tapi di Sweden susah nyari masjid dan musholah buat sholat. Gimana dong?"

"Oooooom," rengek Omar. Dia kesal karena Endah belum menyerah menghalanginya jalan-jalan ke Swedia. Asiyah menahan dirinya tersenyum melihat tingkah kekanakan Omar.

"Seluruh bumi adalah masjid, kecuali kuburan dan tempat pemandian.* Jadi, kita bisa sholat di mana saja asal bukan di kuburan dan kamar mandi atau tempat yang di situ ada najis. Kalau nggak ada air, kita bisa tayamum." Arsa menghindari keusilan lain Endah yang mungkin akan mendebat Omar soal air untuk berwudhu. {Dikutip dari At-Tirmidzi: 317}

Omar girang. Dia memeletkan lidahnya pada Endah.

"Om Acha, lihat Omar melet-melet ke aku!" Endah mengambil kesempatan menggoda Omar.

"Omar," tegur Arsa pelan.

"Iiiih, I'm mad. Kak Endah is naughty. She doesn't let me go on vacation."

"Kak Endah salah karena menggoda Omar, tapi Omar nggak boleh bersikap impolite ke Kak Endah. Bukan begitu adab anak sholeh. Omar harus menghormati orang yang lebih tua(1). Kalau dia ada salah, Omar kasih tahu baik-baik." Arsa menaikan pandangannya yang dingin ke Endah. "Yang umurnya lebih tua juga sebaiknya menunjukkan sikap dewasa supaya bisa jadi contoh."

"Growing up is optional," bisik Endah. Dia benar-benar perempuan usil.

Arsa mendesah. Tampak letih melihat tingkah usil Endah. Kemudian memfokuskan diri pada Omar. "Say sorry. It's better to be a gentleman."

"Sorry, Kak Endah," ucap Omar. Dia menunjukkan pemahamannya atas kesalahannya.

"Kak Endah juga minta maaf karena ngegodain Omar. Sini, kasih Kak Endah big hug."

Omar melompat dari pangkuan Arsa dan melesat untuk memberikan pelukan pada Endah. Arsa menonton, walau mukanya agak jengkel karena melihat keintiman yang mungkin bagi sebagian orang wajar tapi baginya menghawatirkan.

Dalam ruangan itu, Bintang menemukan dirinya miskin ilmu agama yang sejak lahir dipeluknya. Jika ada malu yang lebih besar yang Bintang rasakan seumur hidup, itu adalah malu karena menyadari kelalaiannya dalam beragama. Detik itu Bintang membulatkan tekad untuk mengenal lebih dalam agamanya dan Tuhannya. Dia tidak mau sampai tertinggal dari ilmu agama Omar yang masih berumur lima tahun.

###

14/09/2024

(1) "Bukan dari golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua." (HR. At Tirmidzi no 1842)

Assalamu alaikum...
Apa kabar?
Semoga sehat selalu dan bahagia.
Di bab ini, aku mau ngasih tahu kalo safar itu gak apa-apa asal nggak keluar dari syariat misalnya karena travelling ke Eropa terus nyicip wine dengan dalih cuma di ujung lidah. Itu nyicip setetes dengan kesadaran apa nggak dicatat sama malaikat?

Kalau kalian berkesempatan untuk travelling ke luar negeri, kasih tahu aku negara mana yang ingin kalian tuju dan alasannya. I'd love to hear that dan semoga banyak aamiin yang diperoleh malah mempercepat kamu berangkat ke sana.

Mampir yuk ke cerita baru aku yang judulnya Grapefruit & Rosemary. Di situ kamu bakal ketemu kakak kelas Omar dan cerita cinta yang agak beda dari yang pernah aku buat. Sebenarnya premisnya ala-ala wattpad banget yaitu tat taraaaa "butuh calon suami". Tapi karena cerita Grapefruit itu satu circle sama Kimkim, Omar, Fatih, n Crystal ... of koos ada yang unik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top