48
Bab 48
Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
(QS. At Taubah: 24)
♥
Yang menyenangkan dari sekolah, selain bernyanyi, adalah bermain di playground. Membosankan belajar di kelas sepanjang hari. Mata jadi mengantuk. Kalau bermain, perasaan senang dan kantuk hilang. Tapi nanti cepat lapar karena capek berlarian.
Biar saja lapar sedikit. Yang penting main, pikir Omar.
"Omar, hurry up!" Oliver melompat dan berlari ke depan Gendis. Dia menjadi yang pertama dalam antrian.
Omar memasang velcro terakhir yang mengunci sepatu pada kakinya. Kemudian menyusul Oliver. Dia berdiri di barisan kedua bersemangat.
Hari ini Oscar tidak datang. Walau agak membosankan tanpa Oscar, Omar merasa baikan saat Gendis mengajak main ke playground.
"Girls, faster!" seru Oliver tak sabaran ke dua teman sekelasnya yang masih berkutat dengan sepatu jelly mereka.
Omar heran. Kenapa anak-anak perempuan dan perempuan dewasa suka memakai sepatu yang menyulitkan? Kayak milik Valen yang perlu dipasang gespernya atau sandal ankle strap yang dipakai Miss Gendis. Kalau bisa, Omar akan senang hati memilih sandal jepit Paw Patrol atau boots. Omong-omong soal boots, mereka menyimpan boots di sekolah. Sayangnya boots mereka kotor setelah kemarin dipakai untuk kegiatan merawat tanaman di kebun sekolah. Terpaksa mereka memakai sepatu biasa ke playground.
"In the playground, there are Nursery 1 and Nursery 2 class. Friends, please be nice to your friends and others. Share the toys and else. If you have any trouble, you may come to me and ask for help. Last, please be notice, we need to tidy up and be gentle with the toys," kata Gendis.
"Yes, Miss!" Omar berseru bersama-sama temannya. Omar heran kenapa miss-nya selalu mengulang ucapan yang sama tiap mereka mau bermain di playground. Padahal yang dilakukan Gendis tiap mengulang ucapan yang sama setiap mau bermain ke playground adalah sebagai pengingat kepada anak-anak.
Oh no. Omar kesal menemukan playground sudah diinvasi anak-anak dari kelas kecil. Duh, Omar. Gendis jelas-jelas sudah memberi tahu bahwa di playground ada adik-adik dari kelas Nursery 1 dan Nursery 2.
Gendis membiarkan anak-anak bermain di playground. Oliver berlari ke monkey bar bersama Valen. Tere mendekati sepupunya yang ada di kelas kecil. Omar memindai suasana playground, menimbang permainan apa yang asyik dia mainkan. Kolam pasir dipenuhi anak-anak bayi (Menurut Omar, kelas Nursery 1 itu kelas bayi). Dan rumah perosotan dijadikan panggung drama Luth dari kelas Nursery 2.
Pilihan Omar jatuh pada papan tulis hitam yang menempel ke dinding. Biasanya dipakai Gendis mengajar di luar kelas. Sesekali, Omar mau mencoret-coret di situ.
Dia membuka kotak kayu berisi potongan-potongan kapur warna-warni. Kapur warna biru dicomotnya. Papan hitam yang biasanya dia lihat ternyata besar.
Tangan Omar terentang naik. Dia mulai menarik garis menggunakan kapur. Di bawah garis, dia menggambar lingkaran.
Tiba-tiba ada yang bertepuk tangan. Omar menoleh. Fatih si bayi melompat ke dekatnya. Tangannya masih bertepuk riang.
"Aka maming SSSSSS SUN," ucap Fatih.
Omar mendesah. Meski dia sering kesal karena Fatih suka bicara tidak jelas, Omar tetap memahami sedikit ucapan Fatih. "You want me draw you SSSS SUN?" Omar menirukan gaya bicara Fatih.
"Yes!" Fatih merentangkan kedua tangannya ke atas dengan gembira.
"Ok, I'll make it." Omar mengganti kapurnya dengan yang warna kuning, lalu menggambar sebuah lingkaran dan garis-garis di sekelilingnya.
"Happy," kata Fatih. Dia menunjuk ke tengah lingkaran.
"Ok, ok." Omar mengganti kapurnya warna putih untuk menggambar mata dan senyuman. Dia puas melihat hasil akhirnya. Dan Fatih bertepuk tangan sama puasnya.
"Kakak Omar draw this?" Muncul Kimkim.
Omar teringat mochi isi es krim tiap melihat Kimkim yang bulat dan putih. Tapi Arsa melarangnya menyamakan Kimkim dengan makanan karena bisa saja Kimkim akan terluka jika mendengarnya. Maka hanya Arsa yang tahu bahwa Omar menyamakan Kimkim dengan mochi isi es krim.
"Fatih cannot draw. So I draw it for him," sahut Omar.
"I want draw..." Kimkim melirik Fatih. Anak laki-laki itu menyengir dan Kimkim melanjutkan, "For me."
Fatih murung. Dikiranya Kimkim mau menggambar untuknya juga.
"Get chalk. Only one. Not too much. You use one hand to draw, Kimkim." Omar menahan tangan Kimkim yang meraup isi kotak kapur.
"Why? I have two hands. More chalk good," tukas Kimkim.
"No, Kimkim. Listen, big girl use one chalk. Baby use two chalk. Are you baby?"
"Nooo," erang Kimkim.
"Take one. Only one."
"But ... I want blue, pink, yellow, white, and green."
"Take it one by one." Omar mengambil satu per satu kapur yang diinginkan Kimkim, meletakannya di lantai dekat kaki Kimkim. "Nah, you can take it easily."
"Great! Thank you, Kakak." Kimkim mengambil kapur warna biru.
Omar senang bisa mengatasi masalah adik kelas. Memang beginilah semestinya big boy itu.
"Aka. Batih?" Fatih menarik baju seragam Omar.
Omar mengambil kapur untuk Fatih. Anak itu kegirangan menerima kapur dari Omar. Dia memegang semua kapur menggunakan satu tangan dan mencoret-coret papan tulis.
"Fatih, hold one chalk. Only one. It's too much for your hand." Omar merebut semua kapur di tangan Fatih. Dua kapur jatuh. Fatih mengambil sebuah dengan bangga. "Yeah, hold that."
"Abajasrammamam pipipipi woke woke," Fatih bergumam sembari mencoret-coret di papan tulis.
Omar menggeleng melihat Fatih yang mengoceh aneh. Seharusnya Fatih bicara bahasa Inggris di sekolah, bukannya bahasa Batih. Begitulah Omar menamai bahasa yang sering diucapkan Fatih. Bahasa Batih hanya dipahami Fatih.
"Kakak Omar, see my draw."
Omar menoleh. Gambar Kimkim ada coretan tak jelas. Garis-garis keriting dan lingkaran tak beraturan. "Oooh..." Omar mendapati mata Kimkim dipenuhi binar-binar harapan. "What's that?"
"Me and my papa and Ana and Om Novan and Om Kenan. My family is big," cerita Kimkim.
Omar diam mengamati gambar Kimkim. "Where's your mama?" tanyanya.
"No mama. This is..." Kimkim menggambar garis meliuk-liuk. "Bunda and Farhan and Om Bayu."
Omar masih tidak mengerti bagaimana bisa garis-garis dan lingkaran meleyot itu dianggap gambar. Ketika dia melihat kedua mata Kimkim yang menginginkan pujian, Omar berujar, "Draw more. Practice is good."
Kimkim si mochi isi es krim mengangguk. Anak itu belum memahami bedanya dipuji dan tidak diacuhkan. Dia menganggap ucapan Omar sebagai pujian dan lekas menggambar (red: mencoret-coret) lagi.
Fatih telah membuat sekumpulan angin. Melingkar-lingkar bagaikan tornado.
"Is this your family?" tebak Omar.
"No!" Fatih berhenti menggambar. Dia menoleh penuh semangat. "Batih maw maw this and this. Buriiil buriiil. Up sriip welel. Go go pus."
Apa sih yang Fatih bicarakan? Kira-kira begitulah makna ekspresi Omar menyimak ocehan Fatih.
"Ok." Omar mengangguk. Dia malas meladeni Fatih. Dia mengambil kapurnya sendiri untuk menggambar.
Kimkim dan Fatih tertarik pada gambar Omar. Mereka mendekat untuk memerhatikan. Itu adalah gambar dua anak kecil. Yang satu bulat dengan rambut dikuncir satu. Yang satu lagi adalah anak laki-laki yang tersenyum lebar.
"Batih!" seru Fatih sambil menunjuk gambar yang laki-laki.
"This is..." Kimkim meragu. Dia menatap Omar, mengharapkan penjelasan.
"Yes, it's you," kata Omar.
"It's awesome." Kimkim mendekati gambar dirinya.
Omar senang membuat kedua adik kelasnya gembira. Dalam pikirannya, menggambar itu seharusnya seperti ini. Yang melihat bisa tahu apa yang dibuat.
-o-
"Terus, kamu mengajarkan Kimkim dan Fatih menggambar?" tanya Arsa. Dia meletakan semangkuk sup krim ayam di samping piring berisi toast mentega.
"I do. Tapi mereka tuh ... iih, susah deh." Omar mengambil sepotong roti.
"Kenapa susah?" Arsa duduk di seberang Omar. Dia mendekatkan mangkok sup krim ayamnya.
"Kimkim tuh jarinya gendut-gendut, susah ngikutin aku gambar. Terus Fatih, kebanyakan WELELELELELELE." Omar menirukan bagaimana Fatih bicara dengan lidah menjulur.
Arsa mengulum tawanya di balik senyum. Dia menunduk dan menyibukan diri memotek rotinya jadi dua.
Omar masih melanjutkan curhatannya, "Kimkim kayaknya harus diet biar tangannya bisa putar begini." Omar memutar pergelangan tangannya. "Kalo Fatih harus diem. Dengerin. Jangan ngomong sendiri dan lompat-lompatan. Emangnya nggak capek? Mereka tuh gambarnya aneh banget. Udah diajarin masih aneh. Tambah aneh."
Arsa lupa terhadap letihnya. Mendengarkan cerita Omar tentang kegiatan di sekolah membuat penatnya lenyap berganti perasaan cerah. Jika orang-orang menganggap Omar beruntung memiliki Arsa, Arsa akan membalas bahwa dia yang beruntung memiliki Omar. Jika bukan karena keberadaan anak ini, Arsa bakal lupa rasanya hidup, bahagia, dan bersyukur.
###
19/04/2023
Lebaran sebentar lagiii...
Kayak baru kemarin bulan ramadan datang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top