45
Bab 45
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(QS Al Ahzab: 21)
♥
"Apa yang sedang lo kerjakan?" Bintang meletakan segelas kopi dalam gelas kertas.
Arsa melirik gelas tersebut sekilas, lalu memutar laptop di mejanya menghadap Bintang yang duduk pada tepi meja. "Gue sedang mencari informasi tentang Swedia."
Bintang mengamati penelusuran Arsa. "Lo mau memanfaatkan cuti buat liburan ke sana bareng Omar?"
"Kalau cuti bisa diuangkan, gue pasti memilih opsi yang itu. Sayangnya cuti gue harus dipakai atau hangus." Arsa duduk bersandar. Dia mengambil gelas kopi dan menyesap sedikit. "Omar minta melihat moose dan aurora."
"Moose dan aurora?" Bintang menyemburkan tawa.
Arsa tersenyum kecil. Dia menikmati kopinya lagi.
"Omar benar-benar tahu caranya menghabiskan uang lo. Gue appreciate kemampuannya mendapatkan info negara tujuan liburan yang nggak bisa dibantah Om Acha."
"Kenapa dia nggak minta liburan ke Kanada buat lihat beruang? Gue bisa ajak dia ke Safari. Di sana ada beruang. Nggak perlu ke Kanada segala."
"Karena Omar tahu, lo bakal ngasih subtitute kalau tujuan liburannya yang biasa."
Bintang mengenal Omar dengan baik. Setelah sering kali dibawa Arsa ke kantor serta main di apartemennya, Bintang tahu Omar adalah anak yang cerdas.
Pintu ruang kerja mereka diketuk. Serempak mereka menoleh. Bintang bangkit dari meja, disusul Arsa yang berdiri.
Seorang pria berumur sekitar lima puluh tahun masuk. Pakaiannya necis dengan jas biru tua yang licin dan celana tanpa kusut. Kemejanya dilapis rompi yang serasi warna jas. Dia adalah Ronny, pemilik perusahaan tempat mereka bekerja.
"Apa kabar, Pak?" Bintang mengulurkan tangan.
Ronny menyambut dengan ramah. "Good good. Gimana kerja akhir-akhir ini? Aman?"
Arsa bergantian menjabat tangan Ronny. "Aman, Pak. Alhamdulillah."
"Thank God. Kita dapat klien-klien yang terkenal rewel, tapi kalian bisa mengatasi mereka. Saya dengar laporannya dari Wahid. Nggak salah saya milih Wahid memimpin perusahaan. Namanya bawa untung, bikin perusahaan jadi wahid." Ronny terbahak. Lelucon favoritnya selalu sama. Dia senang mengaitkan performa perusahaan dengan nama CEO mereka.
Arsa dan Bintang mengurai senyum sopan santun. Mereka terlalu risih dan bosan untuk turut tertawa.
"Oh ya, Arsa. Saya datang mau tanya kamu. Gimana kalau bantu saya kerjakan proyek kecil-kecilan?"
Bintang membaca situasi dengan tangkas. Dia berpamitan, "Kalau Pak Ronny ada urusan dengan Arsa, saya pamit keluar ya."
"Oh, kamu ada kerjaan?" Ronny berpura-pura tak enak hati.
"Mau bahas pengadaan barang ke bagian purchasing."
"Oh, oke, oke. Silakan saja."
Bintang menyambar ponsel dan berkas paling atas dari rak berkas di meja kerjanya, lalu keluar dari sana. Untuk berjaga-jaga, dia membiarkan pintu ruangan terbuka. Barangkali Arsa butuh bantuan kabur. Seseorang yang lewat di depan ruangan yang terbuka bakal membantunya. Ya, itu pun kalau ada yang berani mengintervensi obrolan Ronny dan Arsa.
"Ngapain ke sini?" Pertanyaan ketus Mira menyambut Bintang.
Bintang menarik kursi dari sebelah meja kerja Mira yang kosong. Sudah nyaris dua bulan meja itu kosong. Pemilik pendahulunya resign setelah sukses menggaet kakek bule kaya dan terbang ke Inggris. Penggantinya hanya bertahan seminggu. Pengganti berikutnya sepuluh hari disertai drama air mata akibat kena damprat Mira. Pengganti yang terakhir kali hanya datang pada hari pertama, lalu mengundurkan diri. Karena itu, kursi ergonomis yang Bintang duduk tak bertuan.
"Gue butuh tempat kabur," jawab Bintang jujur.
"Pak Ronny ke ruangan lo lagi?" Mira melirik. Air mukanya menunjukkan kebosanan, entah karena Bintang terlalu sering mampir ke mejanya atau alasan apa Bintang kabur ke situ.
"Iya. Mau ngomong sama Arsa. Ada proyek kecil-kecilan." Bintang meletakan berkas di meja kosong. Dia mengeluarkan ponsel dan memeriksa surel masuk.
"Pak Ronny pasti datang untuk menjadi mak comblang lagi." Mira berhenti mengetik. Dia membuka laci untuk mengeluarkan sebungkus keripik kentang. Bintang hendak mengambil keripik itu, tapi ditarik oleh Mira. "Dua puluh ribu. Mau atau nggak?"
"Ajegile. Lo jual keripik yang harganya nggak sampai lima belas ribu segitu?" Bintang membelalak.
"Karena gue tahu lo punya bonus dan pantas dikasih harga sultan." Mira tersenyum meledek.
Bintang mendesah. Dia mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dari saku kemejanya. Mira menerima dengan senang. Bintang segera menyambar keripik kentangnya.
"Sisanya simpan buat deposit gue makan camilan lo lain kali," kata Bintang saat melihat Mira mencari uang kembalian dari dompet.
"Lo butuh lebih banyak deposit ke gue selama Arsa masih main ulur-ulur perasaan Kiran." Mira memutar kursinya menghadap Bintang. "Dan Pak Ronny nggak akan mundur sampai sukses menyatukan keponakannya sama Arsa."
"Dari ulur-ulur Arsa dan kegigihan Pak Ronny, lo dapat untung lewat jualan camilan lo ke gue."
"Betul. Makanya gue senang Arsa masih belum kena perangkap Pak Ronny atau termakan rayuan Kiran."
"Gila. Lo cewek, kenapa nggak dukung Kiran mendapatkan cowok idamannya?"
"Support system sesama cewek itu hadir saat ada cewek yang di-stab cewek lain atau dianiaya cowok. Gue nggak peduli dengan usaha-usaha Kiran mendekati Arsa. Toh, Arsa masih bersikap sopan ke Kiran."
Bintang menggeleng. Perempuan benar-benar makhluk yang memiliki semesta mereka sendiri. Nalarnya susah menangkap prinsip-prinsip perempuan.
"Seandainya semua cewek sedingin lo, gue yakin cowok bakal punah lebih cepat," canda Bintang.
Mira tersenyum simpul sambil mengangkat kedua bahu. "Suami gue bersyukur punya bini kayak gue. Giat bekerja, jago nyanyi, dan jujur."
"Laki lo nggak pernah mengeluh soal tipisnya saraf sabar lo?"
"Kebetulan dia punya earphone baru. Dia juga ambil kreditan motor baru. Ketika omelan gue bikin pusing, dia bisa sumbat telinga pakai earphone. Kalau dia nggak kuat diomeli, dia bisa kabur ke rumah nyokap gue."
Bintang terbahak. "Kenapa rumah nyokap lo? Kenapa bukan rumah orang tuanya?"
"Karena rumah nyokap gue lebih dekat dan nyokap gue lebih sayang dia dibandingkan gue yang anaknya sendiri."
"Rumah tangga lo unik banget." Bintang kembali melahap keripiknya.
Mira berubah serius. "Gimana hubungan lo sama Grace?"
"Ribet." Bintang seketika hilang selera makan. Dia meletakan kantong keripik ke meja.
"Nyokap masih nolak?"
Bintang mengangguk. "Kayaknya karena gue terlalu jujur ngasih tahu nyokap soal rencana Grace yang pindah agama buat nikah di KUA terus balik ke agamanya gitu kita selesai urus administrasinya."
Mira menendang tulang kering Bintang tanpa aba-aba. Bintang menjerit kesakitan. Beberapa kepala dari balik kubikel mengintip. Mira mengibaskan tangan sambil berujar, "Aman, guys. Silakan balik kerja."
"Lo ngapain nendang gue?" desis Bintang. Dia menggosok betisnya yang kesakitan.
Mira memicingkan mata. "Gue menggantikan nyokap lo yang terlalu sayang sama lo sampai nggak tega mencoret lo dari daftar anak. Dasar durhaka," desis balik Mira.
"Gue nggak tahu salah apa Bu Hajah sampai anaknya bisa sebego lo," lanjut Mira. "Bisa-bisanya lo mempermainkan agama. Demi siapa? Demi cewek yang baru lo kenal."
"Gue dan Grace sudah bersama selama hampir lima tahun," koreksi Bintang. Dia tidak terima dianggap hubungannya dan Grace baru seumur jagung.
"Alah, baru lima tahun. Nyokap lo udah sama lo sejak lo masih di perut. Tapi lo tetap memperjuangkan Grace."
"Lo mau ngajak gue gelut?" Bintang mengenal Mira dan karakternya. Dia tidak mudah termakan emosi oleh ocehan Mira.
"Nggak usah gue ajak gelut. Lo sudah gelut sama hati nurani lo." Mira memeletkan lidah. Sengaja meledek Bintang.
Maunya Bintang membalas dan memperpanjang adu bacot. Dia tidak mau mengalah terhadap Mira. Di matanya, Mira itu hanya menggunakan cangkang perempuan. Isinya sama-sama macho. Sayangnya denting notifikasi ponsel mengalihkan. Dia sedang menunggu respons klien. Sigap menerima pesan masuk adalah salah satu syaratnya.
Ustad Udin:
Waalaikumsalam. Boleh boleh. Sini datang. Masjid kya biasa.
Bintang tersenyum miris. Dia terpaksa mengikuti saran Arsa karena terjepit di antara dua perempuan. Ibunya dan kekasihnya. Dia memerlukan bantuan ahli agama supaya mendapat jalan keluar. Lebih bagus jika dia dibantu mediasi dengan ibunya.
"Siapa? Muka lo mendadak butek," komentar Mira.
"Ustad Udin." Bintang berdiri, lalu melesakan ponsel ke saku celana. "Ustad ngajinya Omar."
"Nggak heran kalau muka lo butek gitu."
"Apa hubungannya?"
"Setan di badan lo waswas kalau lo ketemu si ustad. Good luck ya."
"Lo ... tahu?"
Mira berbalik menghadap komputernya. "Nggak ada yang ngasih tahu gue. Nebak-nebak aja. Lo mau cari solusi nyokap dan cewek lo."
"Gila. Emak-emak jago meramal."
Mira mendongak. "Belum aja lo dapat kutukan emak-emak. Bisa jungkir balik hidup lo."
"Masak?" Bintang meledek.
"Gue kutuk lo ganti cewek."
Bintang memutar bola mata ke atas. Dia capek berlama-lama menanggapi kegilaan Mira. Bisa-bisa kepalanya ikut terkontaminasi.
Sore itu, Bintang membulatkan tekad menyambangi masjid yang berada di kompleks perumahan rekan kerjanya. Saat itu, Bintang sama sekali tidak tahu bahwa takdir menuntunnya mengenal cinta yang baru.
###
22/03/2023
Selamat menjalankan ibadah puasa esok hari 🥰🙏 semoga bulan Ramadan kali ini kita bisa beribadah lebih baik dan menjadi lebih sholeh/sholehah.
Cinta adalah misteriiiii...
Yang penasaran sama visual casts cerita ini, sudah aku post di IG missbebeklucu ya. Di situ Omar yang ngasih unjuk gimana visual dari Omar, Om Acha, Kak Asi, Nyaik Atun, Om Daffa, dan Om Binbin. Silakan mampir :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top