44

Bab 44

“Dirikanlah Shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”
(QS. Al Isra’ ayat 78)

Asiyah membalik badannya ke kiri. Kantuk belum menyergap kedua matanya padahal jam sudah menunjuk angka sebelas. Dia harus segera tidur supaya dapat bangun pukul tiga pagi. Sudah menjadi kebiasaannya bangun sepagi itu untuk membantu ibunya menyiapkan dagangan. Namun malam ini berbeda. Dia kepikiran kejadian tadi siang di supermarket.

Apakah orang-orang menebak dia dan Daffa sebagai pasangan?

Apakah hal itu mengganggu Daffa?

Apakah sebaiknya mereka menjaga jarak demi kenyamanan Daffa?

Dia dan Daffa adalah tetangga yang rumahnya berseberangan, akan tampak sekali jika dia menghindari Daffa. Tapi menjaga kenyamanan Daffa juga penting supaya hubungan mereka rukun sebagai penghuni kompleks.

Jika dia ingin menjaga jarak dengan Daffa, bukankah terlalu berlebihan? Memangnya seberapa banyak interaksinya bersama Daffa. Mereka sering tidak bertemu seharian dan sesekali bertemu akibat kebetulan seperti pagi ini.

Asiyah menyibak selimut. Dia tiba pada satu keputusan.

Menjaga jarak.

Ya, dia mesti melakukannya agar mereka terhindari dari gosip tak sedap. Status mereka berdua sebagai janda dan duda akan dengan mudah memikat omongan-omongan miring. Dia harus menjaga dirinya dan menjaga kenyamanan Daffa.

Mulai besok, tekad Asiyah.

Dia berencana akan mengurangi interaksinya dan Daffa. Sebisa mungkin mereka tidak perlu berbicara kecuali sangat genting.

Di lain tempat, persis di dalam kamar yang ada di seberang rumahnya, Daffa duduk di tepi kasur dengan bibir melengkung.

Benaknya masih memutar peristiwa mereka bertemu nenek tak dikenal dan bagaimana Omar dengan polosnya bertanya soal mereka berpacaran. Dia menyukai hari ini.

Siapa yang menyangka bahwa di mata orang lain, dia dan Asiyah tampak serasi sebagai pasangan.

Dia dan Asiyah ... pasangan?

Wajah Daffa memanas. Dia bangkit dan masuk ke kamar mandi. Di situ dia melihat pantulan wajahnya yang merah padam pada cermin. Sudah lama dia tidak merasakan perasaan ini, gemuruh dalam dada dan gelitikan dalam perut kala memikirkan perempuan.

Dia bukan lagi remaja polos. Dan dia tahu, sangat tahu, perasaan yang merajai dirinya. Tangannya buru-buru menyalakan keran air. Dia membasuh wajahnya, lalu digosok kuat-kuat.

Cinta terlalu cepat datang. Dia belum siap. Hatinya masih berduka dan cintanya pada perempuan baru akan membawa sakit hati.

Yang harus dia lakukan ialah menghentikan perasaan ini. Menguburnya demi menghormati istrinya.

Daffa mengangkat wajah. Air menetes dari wajahnya, bercecaran pada wastafel. Cermin di depannya sedikit basah akibat percikan air cuci muka. Dia menggosok cermin, mengamati wajahnya, lalu mendengkuskan tawa sinis.

Air telah memberinya kepala yang lebih dingin. Dia bisa berpikir lebih baik. Satu-satunya hal yang harus dia lakukan mulai besok adalah menjaga jarak. Dia tidak bisa membiarkan benih perasaan dalam hatinya tumbuh menjadi tanaman yang kelak menjungkirbalikan dunianya. Belum terlambat untuk menghentikan perasaannya. Belum terlalu jauh untuk membangun batasan dalam hubungan bertetangga.

Mulai besok, ya, mulai besok dia akan menghindari Asiyah. Dia akan berangkat lebih awal, pulang lebih malam, dan mereka tidak akan pernah bertemu. Tidak ada sapa-menyapa, tidak perlu beramah-tamah. Hanya menjalani kehidupan mereka masing-masing.

Keesokan hari, Daffa bangun terlambat setelah semalaman berguling-guling di kasur. Matanya memiliki lingkaran hitam dan wajahnya masam. Dia tidak pernah menyangka akan sesulit ini menjalankan tekadnya.

"OM DAFFAAAAAA!"

Kepala Daffa sontak menoleh. Dia melihat Omar berlari setengah melompat menyeberang jalan. Senyum Daffa mengembang melihat kemiripan anak itu dengan kelinci putih. Begitu dia melihat siapa yang mengejar Omar, senyum Daffa surut.

Asiyah.

Kenapa perempuan itu ... AH! Dia lupa kalau rumah Asiyah persis di seberang rumahnya. Bukan hal yang aneh menemukan Asiyah di lingkungan ini.

"Om Daffa mau kerja?" tanya Omar saat tiba di depannya.

"Iya. Omar mau ke sekolah?" Daffa mati-matian menahan diri untuk melihat wajah Asiyah. Dia takut luluh, lantas menyerah.

Seandainya Daffa berani melirik sedikit, Asiyah pun menghindar dari melihat wajahnya. Betapa konyol kedua orang dewasa itu.

"Mau, tapi Om Acha nih. Bangun kesiangan. Kerja mulu sih malam-malam. Om jangan kerja malam-malam. Nanti bangun kesiangan," keluh Omar. Dia terlalu kesal hingga tidak menyadari tingkah aneh dua orang dewasa di dekatnya.

"Kalau kesiangan kan macet. Nanti aku ke sekolah telat, nggak bisa sing good morning song. Om Daffa suka nyanyi?"

Daffa tersentak. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak memperhatikan cerita Omar. Biasanya dia yang paling senang mendengarkan Omar. "Tadi nanya apa?"

Omar berdecak bagai orang tua. "Om Daffa suka nyanyi?" ulangnya.

"Suka, suka, tapi Om nggak jago nyanyi." Daffa terus menahan matanya agar fokus pada Omar. Bukan ke belakang Omar.

"Omar, ayo ke Om Acha. Kamu harus berangkat sekolah," kata Asiyah.

Omar mendongak ke Asiyah, lalu mendesah. Kemudian balik ke Daffa. "Nanti kita ngobrol lagi. Dadah, Om."

"Dah, Omar."

Omar pergi digandeng Asiyah. Daffa baru berani melihat Asiyah dari belakang.

Ah, sial, rutuknya dalam hati. Bahkan melihat Asiyah dari belakang saja sudah membuat perasaannya nggak karuan. Dia harus menyibukan diri. Dia memanaskan mobilnya dan bersiap berangkat kerja.

-o-

Omar senang berangkat sekolah diantar Asiyah dan Arsa. Ada banyak orang yang datang ke sekolahnya. Walau dia akan tambah senang kalau Nyaik Atun ikut mengantarnya.

Dia membayangkan Atun yang datang ke sekolah dan dia ajak main ke playground. Kira-kira permainan yang mana yang akan disukai Nyaik? pikirnya.

Dasar Omar. Atun terlalu tua untuk bermain di playground sekolahnya.

"Oh my God!" Omar memandang jendela dengan ngeri.

"Why?" Asiyah memanjangkan leher untuk melihat apa yang menarik perhatian Omar.

"We're too late!" raung Omar. Dia menunjuk ke antrian mobil di depan mereka. "That's baby."

"Kenapa sama baby?" Asiyah melirik Arsa lewat spion tengah untuk mendapatkan jawaban. Dia biasa duduk di sebelah Omar di kursi tengah.

"Kelas bayi biasa datang ke sekolah lebih siang." Arsa melirik spion. "Kamu minta maaf ke Miss Gendis karena telat. Om sudah hubungi Miss Gendis ngasih tahu kita datang telat."

Omar mendelik. "It's your wrong. Kenapa sih bangun kesiangan?"

"Bukannya kamu suka kalau Om bangun kesiangan? Kamu nggak usah sholat jamaah di masjid, kan?" goda Arsa.

"Tapi tetap sholat jamaah ama Om di rumah," keluh Omar. Seharusnya mereka tidak perlu sholat sekalian kalau terlambat bangun, maunya Omar.

Arsa mendengkuskan tawa. Dia tidak merespons karena sibuk menepikan mobil ke pelataran sekolah. Kemudian berbalik ke Omar. "Selamat belajar. Main yang baik. Dengarkan guru di sekolah. Yang baik ke teman-teman. Makannya baca doa dan dihabiskan. Kalau ke toilet, ingat untuk..."

"Cebok," sambung Omar.

Arsa menggeleng. "Selain itu, kamu harus baca doa. Sana turun. Baik-baik sama Kak Asi."

"Siap, Komandan!" Omar membuka mobil dan melompat turun.

Sebelum turun, Asiyah menyempatkan bertanya, "Pesan kamu nggak kebanyakan buat Omar?"

"Pesan yang baik mana ada yang kebanyakan." Arsa tersenyum tipis. "Nanti kamu jemput Omar sa..."

"Aku tungguin Omar aja."

"Hah?"

"Nanti aku minta dijemput Pak Jaja. Nggak apa-apa, kan?"

Arsa mengangguk ragu-ragu. Kemudian memberanikan diri bicara, "Sama Mas Daffa?"

"NGGAK!" Asiyah membekap mulutnya. "Maaf, kemarin aku nggak minta izin kamu ajak Mas Daffa jemput Omar. Aku nggak akan jemput Omar bareng Mas Daffa lagi."

"Kak Asiiiii!"

Asiyah berpaling ke luar. Omar melambai dari lobi.

"Aku turun ya," pamit Asiyah.

Tersisa Arsa di dalam mobil. Dia masih diam di tempat untuk beberapa detik ditemani senyuman lebar dan mata yang berbinar.

###

06/03/2023

Bulan Ramadan kurang berapa hari lagi?

Kalian udah persiapan apa ni menyambut bulan?

Nyetok minyak goreng?
Bikin daftar takjil?
Latihan food prep?
Beli baju lebaran?
Atau mempersiapkan diri supaya ibadah Ramadan kali ini lebih baik dari tahun kemarin?

Apapuuun persiapan kamu, semoga kebaikan yang kalian peroleh. AAMIIN 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top