42

Bab 42

Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."
(QS. Al Isra: 27).

"Arsa!"

Arsa memutar badannya. Kiran setengah berlari mendekat. Bunyi kletok kletok dari hak sepatu perempuan itu dan lantai terdengar nyaring.

"Kenapa?" Arsa memperbaiki letak tali tas laptopnya yang melintang di bahu kanan.

"Ini berkas presentasi yang lupa kamu bawa."

Arsa menerima berkas tersebut dan memeriksa isinya dengan cepat. Dia tersenyum puas. "Thanks, Ran. Bisa-bisa gue kena masalah karena lupa bawa hardcopy ini."

Kiran tampak ragu-ragu yang menyebabkan Arsa urung meninggalkannya. Dia menunggu Kiran berbicara.

"Kalau malam ini mampir ke rumahku, bisa nggak?" tanya Kiran. Suaranya diliputi keresahan.

"Ada perlu apa?" Arsa mengenal Kiran sebagai pribadi yang percaya diri dan berani bersuara. Ketika rekan kerjanya itu gugup, dia tahu ada yang tidak beres.

"Nyokap mau ulang tahun. Kepikiran mau kasih surprise. Rencananya sih mau redecorate taman."

Alis Arsa menukik. "Terus?"

"Hm, mungkin kamu bisa kasih saran setelah lihat taman di rumah."

Arsa memandang melewati kepala Kiran. Dia melihat Bintang mengawasinya dari depan ruang kerja mereka dengan penasaran.

"Gue belum pernah membuat perencanaan taman. Kalau butuh saran, kenapa nggak coba ke Bang Faisal. Baru kemarin dia selesai proyek. Kayaknya dia punya waktu untuk bantu lo." Arsa memberikan saran. Dia tidak bisa mementahkan permohonan Kiran dengan kasar. Sebenarnya agak konyol jika Kiran tidak tahu spesialisasi dan sepak terjang Arsa. Mereka bekerja selama lima tahun dan Kiran sering diturunkan untuk satu tim bersama Arsa. Semestinya Kiran mengenal kemampuan Arsa dengan baik.

"Iya, gue tahu, tapi gue pikir mungkin lo bisa coba bantu gue. Nyokap juga pasti senang kalau lo yang bikin perencanaannya." Kiran menunduk. Wajahnya merona.

Arsa mendesah. Dia mengenal ibu Kiran dan itu malah membebaninya. Ibu Kiran bukan sekedar ibu-ibu kaya yang senang arisan berlian. Ibu Kiran adalah seorang pengusaha properti yang memiliki ketajaman terhadap seni bangunan dan interior. Perencanaan yang dibuat amatir pasti dikenali Ibu Kiran dengan mudah.

"Kalau lo menawarkan gue karena alasan kenyamanan, gimana kalau minta bantuan Bintang? Dia pernah ambil course yang sesuai."

Air muka Kiran berubah. Dia menatap Arsa dengan mata membesar dan wajah tegang yang sulit digambarkan.

Arsa bisa berlama-lama di situ untuk berbicara, tetapi klien menunggu di tempat lain. Dia harus mengutamakan pekerjaan. Jadi, dia menepuk bahu Kiran singkat sambil berujar, "Kalau perlu bantuan gue yang lain, selama gue bisa, gue akan usahakan. Duluan ya. WA aja kalau masih ada yang mau diomongin."

-o-

Omar paling suka jam makan siang sebab setelah makan siang, dia mempunyai waktu bebas untuk bermain. Permainan yang sedang Omar sukai.

Dia melirik ke pojok ruangan. Berdiri tegak di samping rak buku sebuah mic bersama standing-nya bewarna biru. Mainan baru yang dibawa wali kelasnya sejak minggu lalu.

Omar menyukai mainan baru itu. Dia menemukan aktivitas baru yang menyenangkan selain bermain peran dalam kostum, membangun pesawat luar angkasa dari lego, ataupun berjoget. Ya, Omar senang bernyanyi.

"Can we sing after this?" tanya Omar. Dia duduk di kursi terjauh dari Gendis dan sengaja mengeraskan suaranya supaya terdengar.

Gendis mengangkat wajahnya dari kegiatan memotong telur rebus untuk dibagikan pada anak yang ingin menambah makan siang. Dia tersenyum. "If you wish."

"I'd love to!" Omar berseru girang. Dia sudah gatal ingin bernyanyi.

"What song you sing?" Valen bertanya sambil mencomot kerupuk putih.

"It's Indonesian song. Awan."

"Awan?" Valen mengerutkan hidung. "Emang ada lagu Awan?"

"Ada dong. I know the song." Omar senang karena memiliki pengetahuan lebih banyak dari Valen.

"Aku mau nyanyi lagu Bulan," sahut Tere.

"Emang ada lagu Bulan?" Valen menoleh. Tere duduk di sisi kanannya.

"Ada. Aku tahu lagu Bulan dari Nenek. Kan nenek aku orang Indonesia. Dia tahu lagu-lagu Indonesia."

Gendis tertarik. "Miss Gendis doesn't know the song. Can you sing it?"

"Sure." Tere meletakan kerupuk putih di piring. Lauk makan siang dari sekolah hari ini kegemaran anak-anak, yaitu nasi kuning dengan orek tempe, telur rebus, wortel rebus, bihun goreng, dan kerupuk putih yang gurih. Tentu alasan mereka menikmati makan siang karena mereka adalah anak-anak yang menyukai kerupuk.

"Ambilkan bulan, Bu. Ambilkan bulan, Bu..." Tere bernyanyi.

Omar menyimak lagu itu dalam diam. Lagu yang asing di telinga, tetapi menarik sekali.

-o-

"Coba bilang sesuatu." Asiyah memeriksa kondisi Omar. Gendis baru saja melaporkan bahwa Omar terlalu banyak bernyanyi setelah makan siang dan membuat suaranya serak.

"Sesuatu," ulang Omar dalam suara serak.

Asiyah mengernyit. "Masih bisa bicara. Nanti kita minum yang banyak supaya suara kamu balik lagi." Dia berdiri untuk berpamitan. "Kami pulang ya, Miss. Terima kasih untuk hari ini."

"Iya, Kak Asi. Hati-hati di jalan. Bye, Omar."

Omar yang merasa tidak nyaman dengan tenggorokannya hanya melambai.

"Hari ini bukan cuma Kak Asi yang jemput Omar. Kamu bisa tebak siapa yang jemput Omar juga?"

Omar menggeleng. Dia masih mengingat lagu yang dinyanyikan Tere. Tiba-tiba Asiyah menepuk bahunya ringan.

"Lihat tuh." Asiyah menunjuk ke depan.

Omar mengikuti arah telunjuk Asiyah, kemudian membelalak. Dia tidak menyangka akan mendapat kejutan.

"Om Daffa?" Omar berlari menghampiri Daffa yang sedang berdiri di depan mading di lobi.

"Hai, Omar." Daffa berjongkok. "Suara kamu kenapa?"

Omar mengangkat bahu. Dia malas menjelaskan bahwa tenggorokannya sakit akibat tidak mau mendengarkan Gendis yang menyuruhnya minum. Habisnya Omar tidak mau mic di tangannya direbut teman yang lain. Omar mau bernyanyi lagi dan lagi. Namun Gendis tetap membuatnya melepaskan mic itu untuk giliran anak yang lain.

Asiyah menjelaskan masalah suara Omar ke Daffa. Dia juga meminta Omar minum. Omar menurut dan minum. Dia tidak nyaman dengan tenggorokannya yang terasa kering. Saat itu, Omar melirik TV di lobi yang menayangkan video dari kolase foto-foto kegiatan murid selama kelas bahasa Indonesia. Dia bergabung dengan anak-anak dari kelas kecil yang berdiri dengan kepala mendongak untuk menonton. Sejak awal TV itu bukan diperuntukan untuk anak-anak sehingga ditempel sesuai tinggi jangkauan mata orang dewasa.

"It's me!" Seorang anak perempuan gemuk bersorak dengan muka datar. Telunjuknya mengacung ke layar.

Video sedang memutar foto-foto dari anak itu dan teman-teman sekelasnya. Anak laki-laki bertampang setengah bule di depan si anak perempuan berkata, "Miss San angry. You naughty. Not good."

Omar melirik si anak perempuan dan bertanya, "What you do there, Kimkim?" Omar tidak memahami kegiatan yang dilakukan Kimkim dalam foto.

"Miss San making craft, but it's fruit loops. I eat. Nyam nyam," jawab Kimkim.

Anak laki-laki menambahkan, "No eating fruit loops. Miss San say glue glue cereals on craft."

"Kimkim eat fruit loops. You make Anif cry. Miss San is not happy say Kimkim sit on the corner." Anak perempuan lain yang berkulit lebih gelap ikut bicara. Dari situ, ketiga adik kelas Omar mengoceh ini dan itu.

Omar tambah bingung. Anak-anak kelas kecil sering bicara yang susah dipahami.

"Kakak Omar masih belum ngerti?" Perempuan berhijab lebar yang duduk di sofa dekat mereka berbicara.

Omar mengenali perempuan itu. Sebagian besar orang tua yang sering menjemput murid dan berlama-lama di lobi pasti dikenal Omar karena Omar sangat ramah dan senang mengobrol.

"Kenapa Kimkim makan fruit loops salah?" tanya Omar.

"Fruit loops dipakai untuk membuat craft. Sama Kimkim, fruit loops-nya malah dimakan. Terus Kimkim yang sudah diingatkan untuk tidak makan sereal yang dibagikan malah memakan sereal punya Anif. Karena itu Anif nangis dan Kimkim disuruh reflection," cerita perempuan berhijab.

Omar mengangguk, tapi ada yang mengganjal di hatinya. "But fruit loops are food. We eat fruit loops. Why make it to be craft? It's wasting. Mubazir."

Perempuan itu tersenyum santun. Kimkim yang mendengar keluhan Omar merasa mendapatkan pendukung. Dia mengangguk kuat-kuat.

"Kenapa Omar nggak tanya ke Miss Sandra atau ke Om Acha?" usul si perempuan.

"I want but my throat is sore." Omar meminum lagi airnya.

Kimkim dan teman-teman ikut-ikutan mengambil botol minum, lalu minum. Di mata adik-adik kelas, Omar adalah sosok kakak yang keren yang (untung saja) Omar belum menyadarinya. Dia menjadi panutan adik kelasnya.

Asiyah dan Daffa yang menyaksikan interaksi Omar bersama anak-anak itu tersenyum. Dalam hati, mereka kompak bersyukur bahwa Omar memiliki kehidupan yang baik meski ada kekurangan dalam komposisi keluarganya.

###

05/02/2023

Ngetik tanggal update di sini jauh banget sama tanggal update di karyakarsa dan KBM hehehe...
( ・▽・)>♡<( ・▽ ・ ) yang penting tetep update ya

Tetap semangat baca lanjutan mba asi dan omar (soalnya si cowo belum ditentukan)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top