40

Bab 40

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. (QS. al-Nahl: 90)

Langit telah gelap. Akhir pekan usai dalam beberapa jam lagi. Awal pekan yang baru akan segera dimulai. Terdengar suara ramai dari taman belakang rumah sebelah. Suara yang sangat mereka kenali.

"Omar lagi apa ya?" tanya Atun. Dia memandang tembok tinggi pembatas rumahnya dan rumah sebelah.

"Rame banget di sebelah." Asiyah datang bersama nampan berisi dua gelas dan sepiring pisang kukus.

Atun tiba-tiba tertawa. Asiyah heran melihat ibunya tertawa sendiri.

"Kadang-kadang Omar berisik kalau disuruh menyiapkan tas sekolahnya," Atun menjelaskan.

"Aku nggak kebayang kalau 24 jam menjaga Omar. Bawelnya lucu, tapi keponya menyusahkan. Arsa saja yang bisa menangani pertanyaan aneh-aneh Omar." Asiyah membagikan gelas yang dibawanya kepada sang ibu.

"Arsa pintar dan mau belajar. Makanya dia bisa menjaga Omar. Kalau orang lain yang menjaga Omar, seperti kita, pasti pusing gimana mengajarkan dia." Atun mengambil gelasnya dan menyesapnya perlahan.

Asi menyetujui ucapan Atun. Dia ikut meminum isi gelasnya. Teh manis hangat beraroma melati. Bunga melatinya dipetik dari pohon di pekarangan sendiri, menambah kenikmatan teh buatannya.

"Asi, apa kamu tahu Dek Daffa itu duda?" Atun berbicara lagi setelah meletakan gelasnya.

Asiyah menjauhkan bibirnya dari gelas. "Nggak, Bu. Ibu tahu dari mana?"

"Ibu dengar dari Pak Amin. Dia ada tanya-tanya soal kenapa Daffa tinggal sendiri. Daffa yang cerita."

"Kok Pak Amin ngomong-ngomong soal Mas Daffa ke Ibu?"

"Ah?" Atun terdiam selama dua kedipan mata. "Nggak kenapa-kenapa. Pak Amin lihat kita dekat sama Daffa jadi memperingatkan di awal supaya jaga mulut. Jangan sampai menyakiti Daffa."

"Kenapa bisa menyakiti Mas Daffa?" Asiyah sungguh tidak menangkap maksud ibunya.

"Sebab..." Atun menarik napas dan mengembuskan perlahan. "Dek Daffa kehilangan anak dan istrinya dalam kecelakaan."

"Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un," gumam Asiyah.

"Pak Amin niat baik ngasih tahu kita supaya hati-hati sama ucapan. Takut ada salah paham lagi. Masalah Arsa tempo hari bikin Pak Amin was was warganya bertengkar lagi," cerita Atun.

Asiyah mengangguk. Dia memahami maksud baik ketua RT mereka.

"Aku nggak nyangka Mas Daffa sudah kehilangan keluarganya. Kayaknya kita jadi tetangga kurang mengenal tetangga seberang rumah."

"Baiknya memang memperpanjang silaturahmi ke tetangga. Mereka yang lebih dekat dari saudara kita."

"Selama ini Asi belum ngobrolin tentang keluarga sama Mas Daffa. Untung aja Ibu ngasih tahu. Asi jadi bisa hati-hati sama mulut."

"Iya, alhamdulillah kita masih dijaga dari tindakan yang bisa menyakiti orang lain."

"Walau kesannya kita seperti membicarakan Mas Daffa," aku Asiyah.

"Ibu nonton tuh ceramah ustad di TV. Katanya, apa yang dilarang oleh Islam bisa menjadi hal yang dianjurkan sebab situasinya. Begitu sebaliknya. Asalkan nggak berlebihan."

"Insya Allah kita nggak dicatat gibah sama malaikat ya."

"Aamiin. Insya Allah niat baik dicatat amal baik juga."

-o-

"Wow?" Asiyah terkesima melihat penampilan Omar di pagi hari. Anak itu bergaya dengan topi vedora, jas berwarna merah, dan celana di atas lutut yang didampingi kaos kaki panjang.

"One more." Omar memasang kacamata hitam di hidungnya. "It's perfect."

Asiyah berjongkok di depan Omar. Dia datang pagi ini atas permintaan Arsa yang minta ditemani mengantar Omar sekolah. "Kenapa Omar berpakaian keren gini? Kak Asi sampai nggak kenal loh."

"I knew that. Today my class having a class photo. You know why?" Omar menarik koper mungilnya yang bergambar para anjing Paw Patrol.

"Why?" Asiyah menduga inilah alasan kehebohan tetangganya semalam. Omar seru mempersiapkan pakaian untuk potret kelasnya.

"Because..." Omar menurunkan kacamata dan menyelipkan gagangnya pada rompi abu-abu di balik jas merahnya.

"Kakak, Abang, Cece, Koko, and Mas Aga will go to primary. Then I and my friends move to K-2," lanjut Omar.

"Buat buku tahunan," celetuk Arsa. Dia datang bersama tas Omar yang penuh serta paperbag bergambar brand tas mahal.

"Oh buku tahunan."

Asiyah bangkit. Dia mengikuti Arsa menuju mobil. Omar mengikuti di belakangnya sambil menyimpan tangan dalam saku celana penuh gaya.

"Tangannya keluarkan dari saku. We've talked about it," Arsa memperingatkan.

"What's wrong about it? I need to look sophisticated." Omar mengangkat kedua bahunya dengan angkuh, lalu membuka pintu mobil dan memanjat naik.

Asiyah tertawa kecil sambil menggeleng. Dia melirik Arsa prihatin. Pemuda itu benar-benar dibuat lelah oleh tingkah konyol Omar.

Arsa membuka pintu bagasi belakang mobil SUV mininya. "Ada hadiah yang mau aku kasih ke Miss Gendis. Bisa minta tolong serahkan atas nama Omar?"

"Yang mana?" Asiyah mendekati Arsa.

"Yang ini." Arsa menunjuk paperbag brand terkenal. Kemudian menunjuk kotak yang dibungkus kertas kado bergambar Paw Patrol. "Dan yang ini untuk Mbak Hida. Dia cleaner di sekolah. Lumayan akrab sama Omar."

"Kenapa kamu ngasih ini ke Miss Gendis sekarang? Biasanya wali murid ngasih hadiah pas bagi-bagi rapot."

"Aku malas terlihat menenteng barang-barang ini di depan wali murid lain." Arsa menyengir jenaka.

"Gengsi nih?" goda Asiyah.

"Stuff like that." Arsa meringis. Kemudian dia berubah serius setelah menutup pintu bagasi. "Usahakan Omar nggak tahu kalau kamu memberikan ini ke Miss Gendis dan Mbak Hida."

"Kenapa?" Asiyah menelengkan kepalanya.

Arsa menyandarkan punggung sembari memandang ke atas dengan nelangsa. "Term lalu bikin aku malu banget. Omar ngasih tahu teman-temannya apa yang kami kasih ke Miss Gendis, terus terjadi persaingan kado siapa paling keren. Entah dari mana anak-anak itu tahu brand produk berkelas, bahkan mengoreksi bagaimana aku mengucapkan nama-nama brand itu."

Asiyah tertawa. Dia bisa membayangkan kehebohan Omar dan teman-teman sekelasnya membicarakan brand. Terakhir kali bermain di playground, dia terheran-heran mendengar mereka membicarakan liburan ke luar negeri layaknya main pasir di Ancol dan piknik di Ragunan. Bagaimanapun dia memahami lingkungan macam apa anak-anak itu tumbuh besar.

"Terus?" Asiyah masih ingin dengar kekonyolan lain Omar.

Arsa menggeleng lesu. "Hasil akhirnya, kado kami kalah keren dari pemberian teman-temannya dan Omar bilang, "You must work harder, Om. Get more money, buy some hotels, or have business trip somewhere." Aku dapat nasihat dari anak TK yang bahkan belum pernah megang uang dua puluh ribu."

Asiyah terpingkal. Saking gemas mendengar cerita itu, dia sampai tak sadar menepuk-nepuk bahu Arsa.

"Omar punya bakat jadi konsultan. Dia ngasih kamu nasihat yang bagus," canda Asiyah.

Arsa memegang tangan Asiyah yang ada di bahunya, lalu meremasnya pelan. "Omar tahu caranya bikin pusing, kayak seseorang."

Asiyah menarik tangannya dan mencibir, "Kamu perlu liburan sesekali. Biar pusingnya hilang."

"Aku perlu main bareng Asiyah biar pusingnya hilang." Arsa tersenyum menggoda.

Asiyah mengibaskan tangannya. "Kamu perlu liburan ke Sweden biar pusingnya hilang."

"Duh, Omar udah cerita sama siapa aja soal liburan ini?" Arsa meringis.

"Aku dan Ibu. Mungkin..." Asiyah menunjuk seberang rumah. "Mas Daffa juga tahu."

"Subhanallah, Omar!" Arsa mengerang dengan kepala menunduk dan wajah ditutup tangan.

"Aku sudah bilang mau nabung dulu, bukan berarti kami sudah pasti berangkat ke sana. Anak itu suka seenaknya menafsirkan ucapan orang," lanjut Arsa.

"Tapi dia bahagia banget membicarakan kalian akan liburan ke Sweden. Katanya kalian mau nangkap ... mouse? Eh apa ya yang dibilang Omar?" Alis Asiyah bertaut.

"Moose," jawab Arsa lembut.

"Nah, itu dia." Asiyah tersenyum lebar dan menggoda Arsa, "Semoga berhasil menangkap moose."

Arsa geleng-geleng sembari mendesah.

TIIN! TIIN!

Asiyah dan Arsa terkejut. Mereka serempak menoleh ke depan mobil. Kepala Omar muncul dari jendela pengemudi.

"No more chit chat! Time's up! Move to the car!" seru Omar sok memerintah.

Arsa dan Asiyah saling lirik, lalu tersenyum geli. Anak itu selalu banyak tingkah sekaligus menggemaskan.

###

07/01/2023

(*'∀'人)♥*+

Catatan Omar:

Kalau kamu lihat yang bagus, bilang, 'MASYA ALLAH!'
Kalau kamu lihat yang aneh, bilang, 'SUBHANALLAH!'

Apabila kalian melihat ada sesuatu yang mengagumkan pada saudaranya atau dirinya atau hartanya, hendaknya dia mendoakan keberkahan untuknya. Karena serangan ain itu benar. 
(HR. Ahmad 15700, Bukhari dalam at-Tarikh 2/9 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top