4

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ ...
"Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal..." (QS. An-Nahl: 96)

"Cabut, Ar?"

Langkah Arsa terhenti. Dia menoleh pada Kiran, rekan kerjanya. "Biasa."

"Sekolah Omar nggak sedia bus antar jemput?"

Lagi-lagi langkah Arsa terhenti. "Nggak ada," jawabnya singkat. Kemudian melesat cepat dari sana sebelum ocehan Kiran berbuntut panjang.

Kiran bukannya baru tahu rutinitas Arsa menjemput Omar tiap siang, tetapi Kiran seperti perempuan lainnya senang mengulang topik pembicaraan yang sama, yaitu menawarkan sekolah lain untuk Omar. Atensi Kiran baik. Sayangnya, Arsa memiliki pertimbangan sendiri soal sekolah Omar. Sekolah bagi anak-anak, bukan sekedar tempat belajar. Di sana, mereka bergaul dan membangun karakter. Di sekolah Omar saat ini, Arsa sudah cukup puas. Omar belajar, bermain, dan yang terpenting ialah bahagia. Tidak semua sekolah bisa menjanjikan kebahagiaan bagi setiap anak, terutama bagi mereka yang tumbuh dalam keluarga kurang sempurna. Lingkungan sekolah, baik pekerja di sekolah maupun orangtua siswa, melek terhadap perbedaan komposisi dalam keluarga. Dan itu melegakan Arsa.

Dia melajukan mobilnya meninggalkan halaman parkir kompleks ruko di kawasan Kemang menuju daerah Darmawangsa. Kelas Omar berakhir pukul 11.45. Jam tangannya menampilkan pukul 11.30. Kendati dia harusnya punya cukup waktu untuk tiba tepat sebelum kelas Omar berakhir, Jalan Pangeran Antasari macet cukup parah. Dia berdecak melihat lalu lintas. Pemandangan motor yang menyalip di antara mobil menggodanya. Kesuntukan menanti giliran lepas dari kepadatan kendaraan sering membuatnya berangan menggunakan kendaraan roda dua. Dia bisa saja nekat bolak-balik Kalideres-Kemang dengan motor. Namun Omar belum tentu sanggup. Anak itu sering tidur selama perjalanan.

Jalan kembali lancar saat mobil Arsa berbelok di Brawijaya. Dia menginjak pedal gas agak dalam demi mempersingkat waktu tempuh.

Kompleks sekolah sudah ramai kendaraan masuk. Petugas keamanan sekolah mengarahkannya untuk parkir di dekat pintu keluar. Lokasi parkir yang strategis karena dekat dengan pintu utama sekolah, tempat menjemput murid.

Omar sedang mengobrol bersama seorang temannya saat Arsa masuk ke lobi sekolah. Arsa mengenal teman Omar itu. Oscar. Best friend Omar di sekolah.

"Hai, Miss Gendis," Arsa menyapa guru kelas Omar.

"Selamat siang, Pak. Hari ini kami belajar sight words, seperti biasa Omar buat excuse selama jam pelajaran."

Hal yang Arsa suka dari Gendis adalah meniadakan basa-basi dan langsung menginformasikan kondisi Omar di kelas. "Excuse apa lagi?" tanya Arsa.

"Butuh pup tiga kali. Katanya, sight words buat perutnya mulas." Gendis mengulum tawa dan melanjutkan, "Tapi dia menunjukkan progress di skip counting by 5s. Tadi, dia juga mengingatkan teman-temannya untuk clean up sehabis makan siang."

Nah, ini yang Arsa suka. Selain menjelaskan kejelekan murid, Gendis tetap memberikan cerita bagus. Arsa jadi tidak perlu terlalu kesal dengan ulah Omar.

"Saya simpan kertas daftar sight words yang akan kami pakai untuk tes besok. Tesnya mudah, hanya melingkari sight words yang disebutkan guru. Bisa dicek daftar sight words dan worksheet di tas Omar."

"Oke, Miss. Nanti saya ajak Omar latihan. Thank you."

"You're welcome."

Arsa menghampiri Omar yang masih asik bermain dengan Oscar. "Omar, ayo pulang."

"Om, can we stay a little bit late today? I wanna play with Oscar," pinta Omar.

"Sorry, we can't."

"Ugh," Omar menggerutu, lalu berpamitan dengan Oscar dan Gendis. Dia masih tampak kesal saat masuk ke mobil. "I don't wanna go to your office. I don't like to meet Kiran."

"Panggilnya Tante Kiran, atau Kak Kiran. Jangan panggil nama doang," tegur Arsa sembari sibuk memasang seatbelt kursi anak yang diduduki Omar. Semestinya kursi anak dipasang di bangku belakang pengemudi, tetapi Omar tidak suka duduk di belakang sendirian dan tidak mungkin membiarkan Omar duduk di mobil tanpa kursi anak yang lebih aman. Jadi, kursi sebelah Arsa dipasang kursi anak dengan pelapis bermotif Paw Patrol.

"I don't like her," gumam Omar.

Arsa memutar bola mata. Dia bukan tidak sadar atmosfer Omar dan Kiran buruk. Hanya saja, situasi kadang memaksa Arsa untuk membawa Omar ke kantor. Padahal Arsa yakin Kiran selalu bersikap baik. Omar yang bermasalah dan susah dikorek alasannya kurang bersahabat pada Kiran.

"Kalo kamu nggak ngasih Om alasan yang logis kenapa kamu nggak suka Kak Kiran, kamu akan tetap ke kantor." Arsa menyalakan mobilnya dan perlahan meninggalkan lingkungan sekolah.

"Aku ke rumah Nyai aja. Aku mau ketemu anaknya Nyai. Do you remember her? The one I told you this morning." Suara Omar seketika berubah ceria saat meluncurkan ide tersebut.

"Nanti kamu ganggu Nyai dan anaknya." Perasaan Arsa mendadak buruk. Mengingat Asiyah kembali semudah menggoyangkan setetes air di atas daun. Mengetahui keteguhannya sepayah itu, Arsa kesal.

"Oh, come on. Nyai pasti happy ada aku. Nanti temani Nyai cuci sayuran."

Arsa enggan membiarkan Omar bergaul dengan Asiyah. Sesungguhnya, dia enggan memberikan akses bagi perempuan itu masuk dalam hidupnya. Kini hidup Arsa berputar pada Omar dan berat membuka kesempatan Asiyah mendekati Omar.

"Kamu ada tugas menghapal sight words buat tes besok. Di rumah Nyai, kamu nggak akan belajar. Makanya, Om yang ngajarin kamu di kantor," Arsa beralasan.

"Who told you about sight words test?" Wajah Omar bak kambing yang dihadapkan pisau penjagal.

"Kamu ngapain pura-pura pup sampai tiga kali pas pelajaran sight words?"

"Sight words bikin aku sakit perut. Om, belok ke kanan."

Mobil mereka berhenti di lampu merah. Arsa memicing ke arah Omar. "Buat apa belok ke kanan?"

"Ke rumah Nyai please." Omar menggabungkan kedua tangannya sembari mengedipkan mata penuh harap.

Arsa pusing. Dia bisa menebak plan B Omar jika dia menolak mengantar ke rumah Atun, yaitu membuat huru-hara di kantor.

"Oke, sekali ini kamu pulang ke rumah Nyai tapi janji sama Om kalo kamu nggak akan nakal, solat, sorenya ngaji sama Ustad Udin, dan belajar sight words."

"Janjinya kebanyakan!" keluh Omar. "Aku ga nakal aja di rumah Nyai. One promise aja."

"Kalo gitu ke kantor aja."

"Oke! Oke! Aku ga nakal. Aku solat. Aku ngaji." Omar panik.

"Belajar sight words juga," koreksi Arsa.

Bibir Omar maju. Dia menurunkan kaca jendela. Lampu berganti hijau. Arsa kembali melajukan mobil. Dan Omar berteriak sambil menghadap jalanan, "I HATE SIGHT WORDS!"

Arsa menggeleng sembari tersenyum kecil. Dia menekan tombol, menaikan kaca jendela di sisi Omar. Anak itu selalu tahunya cara unik mengekspresikan kekesalan.

***

Mereka tiba di rumah Atun empat puluh menit kemudian. Arsa mematikan mobilnya. Omar terlelap sejak lima belas menit yang lalu.

"Omar, bangun. Kita udah sampai di rumah Nyai." Arsa menggoyangkan bahu Omar pelan.

"Five more minutes," Omar menawar.

"Kalo kamu masih mau tidur, Om bawa kamu ke kantor," ancam Arsa.

"Noooo!" Raung Omar dengan mata setengah terpejam.

"Sana turun." Arsa membantu melepas sabuk pengaman Omar dan mengambil tas Omar di kursi belakang. "Ingat solat Zuhur, terus solat Ashar di masjid sekalian ngaji. Abis ngaji belajar sight words."

"I will learn sight words with Miss Gendis. I already learnt sight words this morning."

"Pakai lagi seatbelt kamu, kita ke kantor aja."

"Noooo." Omar bergegas membuka pintu dan turun sembari memeluk tasnya.

"Kasih tahu Nyai, kamu mau belajar sight words," Arsa mengingatkan sekali lagi.

"Om suka banget sight words. Om aja yang belajar sight words."

"Kalo gitu, kamu aja yang kerja di kantor. Biar Om yang main sama Oscar dan Oliver. Gimana?"

"You are not a kid anymore. You must go to work and be rich," omel Omar.

"Then you must study," serang balik Arsa.

"Om Acha nggak asik." Omar membanting pintu sekuat tenaga.

Arsa mendesah. Dia tidak habis pikir bagaimana ulah Omar saat remaja jika di usia kanak-kanak sudah banyak tingkah begini.

Mobilnya belum pergi dari sana. Arsa masih memerhatikan Omar yang berbicara dengan seorang pria dan Atun yang turut nimbrung.

Siapa ya? pikir Arsa.

Dia memutuskan tidak ambil pusing dengan kehadiran seorang pria di rumah Atun. Keputusannya bergegas dari sana hadir ketika matanya menangkap sosok jelita yang berjalan ke arahnya.

Sial. Debaran jantungnya memburu kala Asiyah semakin dekat. Arsa segera menyalakan mobil dan kabur dari sana. Ada hati dan kewarasan yang harus dia selamatkan.

###

18/04/2021

Sebelum tidur, selamat membaca kisah Asiyah 🤗

Follow IG missbebeklucu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top