37

Bab 37

"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan."
(QS. An Nahl: 11)

"Wah!"

"Waaah!"

"Waaaaaaaaah! Hahahaha!"

Omar tertawa saking senangnya dijilati oleh anak kucing milik Daffa. Dia bergegas menyeberang rumah Daffa begitu diberi tahu Asiyah soal si anak kucing. Omar menyukai binatang, terutama binatang berbulu. Di sekolah ada kucing. Tapi kucing itu sering kabur kalau lihat Pak Rajmin.

(Yang sudah pernah baca You Told Me So pasti tahu siapa Pak Rajmin😁)

Habisnya Miau, nama kucing di sekolah, sering buang air di kolam pasir dan bikin Pak Rajmin kesal. Padahal yang membersihkan kolam pasir bukan Pak Rajmin, malah Pak Rajmin yang mau omeli Miau.

Daffa tersenyum melihat interaksi Omar bersama anak kucing. "Omar cepat akrab ya," katanya.

Omar mengangkat anak kucing itu ke gendongannya. Si anak kucing meringkuk nyaman dalam lengannya. "Om kasih nama kucingnya?"

"Nggak." Daffa menggeleng dengan wajah kebingungan yang kental.

Omar mendesah. Kadang-kadang orang dewasa memang bermasalah soal nama. Om Acha misalnya. Berkali-kali diberi tahu, Om Acha masih tidak bisa membedakan mana yang Rocky dan mana yang Zuma. Om Acha bahkan tidak tahu kalau Skye itu the only girl in the squad. Omar sampai heran, mengapa orang-orang dewasa itu pelupa?

"You must give it name. It's a cute kitten. Kasihan kalau nggak ada nama. How could we call it nicely?" Omar menyuarakan kegelisahan anak kucing ... atau dia yang beranggapan sepihak.

Daffa menggaruk pelipisnya. "Om nggak punya ide ngasih nama apa. Gimana kalau Mpus?"

"No! You CANNOT!" Omar membelalak ngeri. "Nyaik manggil kucing di depan rumahnya Mpus. Ustad Udin bagi makanan kucing ngomongnya, "Mpus, mpus, sini makan." Terus Pak Amin ngomelin kucing juga mpus mpus."

Daffa tertawa kecil. "Kenapa Pak Amin ngomelin kucing?"

"Kucingnya nakal. Main panjat rumah. Nggak bisa turun. Pak Amin ngomel, "Mpus bandel banget. Naik naik rumah, nggak bisa turun. Susah sendiri, kan? Sini mpus. Turun sini." Tangannya gini-gini." Omar menirukan bagaimana Pak Amin melambai memanggil kucing.

Daffa menutup matanya menggunakan tangan. Dia terlalu gemas melihat tingkah Omar. Tawanya terlepas dengan bebas. Omar ikut tertawa karena berpikir Daffa menertawakan ceritanya. Andai dia tahu bahwa Daffa menertawakan gerak-geriknya, Omar mungkin akan terkejut.

Omar menurunkan si anak kucing. Dia berjongkok dan membelai punggung anak kucing penuh sayang.

Daffa puas tertawa. Dia bergeser ke tepi teras rumahnya untuk duduk. Kakinya agak kesemutan setelah lama berjongkok untuk menemani Omar bermain dengan peliharaan barunya.

"Omar punya ide buat nama si kucing?" tanya Daffa.

Omar berhenti mengelus anak kucing. Dia ikut duduk di tepi teras persis di sebelah Daffa. Wajahnya serius sekali saat berpikir. "Lemme think it."

Anak kucing mendekat, lalu menyundulkan kepalanya pada betis Omar. Anak kucing itu sangat manja.

Daffa mengulurkan tangannya hendak mengelus si anak kucing. Belum dielus, anak kucing itu bersiap mencakar Daffa. Sikapnya yang agresif membuat Daffa bertanya-tanya apa yang menyebabkan anak kucing ini begitu manis ke Omar dan galak ke Daffa.

"I got it!" seru Omar gembira. Dia memiringkan duduknya menghadap Daffa. "We name it Momo. Cool, right?"

"Momo." Daffa merasa nama itu cocok untuk perempuan dan hewan betina. Sementara Daffa yakin kucing yang dibawanya pulang ini adalah kucing jantan.

"Anak kucing ini jantan, Omar," Daffa memberi tahu.

"Jantan? Apa tuh?"

"Kucingnya cowok. Bukan cewek."

"How could you know it?" Omar memasang wajah terkesima. Kedua tangannya menangkup pipi gembulnya bersamaan matanya membesar oleh antusiasme.

"Kelihatan. Di situ." Daffa menunjuk bawah ekor anak kucing hati-hati. Dia tidak mau jadi sasaran cakar si kucing lagi.

"Ada ekor?" Omar ikut menunduk memperhatikan.

"Bukan. Itu loh bola kecil itu."

"Mana bola?"

"Yang di bawah anus."

"Itu anus?"

Daffa mengangguk.

"Itu bola si Momo!" Omar mencolek bagian itu. Anak kucing menjerit.

Daffa sigap menarik Omar karena takut Omar dicakar.

Anak kucing itu menjauh, lalu menjatuhkan badannya di depan mereka dalam posisi yang mengingatkan pada patung spinx.

"Momo marah aku touch bolanya." Omar satu-satunya yang menganggap situasi tersebut lucu, alih-alih konyol.

"Jangan pegang bagian sensitif Momo lagi ya," pesan Daffa.

"Apa itu bagian sensitif Momo?"

"Yang tadi kamu pegang. Bagian di dekat ekor itu bagian tubuh Momo yang sensitif."

"Kalau aku pegang nanti Momo marah?"

"Iya. Makanya jangan dipegang. Nanti Momo marah, kamu dicakar."

Omar menoleh ke Momo. "Good kitten never ever hurt others. Ok, Momo? OK?"

Apa yang bisa diharapkan oleh seekor kucing untuk menanggapi omongan Omar?

Momo melengos. Dia mengubah posisi duduknya menjadi miring, lantas sibuk menjilat tangannya.

"Kenapa kamu kasih nama kucing itu Momo?" Daffa mengalihkan perhatian Omar.

"Because I like Momo. Om tahu apa itu momo?"

"Om nggak tahu apa itu momo."

"You needa guess it. I give you hints. It is edible." Omar bermain peran. Dia berpura-pura memegang sesuatu di tangan kanan. Kemudian dia menggigit benda imajiner itu dan mengunyahnya. "Very yummy."

"Makanan ya." Daffa berpikir keras. "Kue?"

"Incorrect." Telunjuk Omar bergoyang. "It comes from tree."

"Buah!"

"Yes. Come on. It's easy peasy loh."

"Buah apa ya..." Daffa sungguh terhanyut dalam permainan tebak-tebakan Omar.

"It's sweet. Seed-nya big. Segini." Omar membuat lingkaran menggunakan ibu jari dan telunjuknya.

"Hm... mangga?"

"No. Its skin edible."

"Sawo?"

"No. Its color brighter."

"Alkesa?"

"No. Wait, what's that alkesa?"

"Buah juga. Ada pohonnya di rumah orang tua Om Daffa. Kapan-kapan Om bagi buahnya untuk kamu coba."

"It's so nice. Thank you." Omar tersenyum lebar dan manis. Dalam sekejap, dia balik serius. "Guess what momo is."

"Oh iya. Hm, kelengkeng?"

"No. Incorrect."

"Oke, Om nyerah. Om nggak tahu apa itu momo."

"Momo is ... dung dung dung dung dung." Omar menirukan gerak dan suara menabuh drum. "PEACH!"

"Peach? Kamu yakin?" Daffa heran sekaligus geli.

"Of course." Omar mengangguk kuat-kuat sampai poninya bergoyang turun naik.

"Momo itu bahasa Jepang peach."

"Kalau bahasa Indonesia peach apa?" Daffa bertanya, pura-pura tidak tahu.

"Persik," jawab Omar gembira. "Aku tahu juga nama lain peach. Di Korea, boksunga. Di China, tàozi. Di Philippine,  melokoton. Di Russia, persik. Di Sweden, persika."

Daffa bertepuk tangan. "Kamu hebat banget tahu nama persik di negara lain," pujinya.

"I learned it." Dagu Omar naik penuh kebanggaan. Anak itu senang sekali pengetahuannya dapat membuat orang lain terpukau.

"Kenapa kamu belajar nama-nama persik?"

"Nanti aku pergi ke negara lain, aku bisa beli persik."

"Kamu mau pergi ke luar negeri?"

"Aku ajak Om Acha ke Sweden. Om Acha nabung dulu. Dia kerja kerja nggak jadi kaya. Om Daffa kerja, udah kaya?"

Daffa tersenyum menutupi kepanikan atas serangan pertanyaan Omar.

"Om belum kaya," jawab Daffa setelah bergumul dalam hati memilih jawaban yang tepat.

"Poor you." Omar menepuk bahu Daffa pelan. "It's OK. Om Acha sama-sama belum kaya. You're not alone."

Daffa mengulum tawanya.

Omar senang bisa memberikan dukungan semangat pada orang lain. Dia tersenyum lebar.

"Omar!"

Omar menoleh. Dia melihat Arsa memanggil dari balik gerbang rumah Daffa.

"Om Acha!" seru Omar gembira. Dia buru-buru menghampiri.

Daffa mengikuti. Dia yang membantu membukakan pintu gerbang untuk Arsa.

"Omar ngerepotin ya, Mas?" tanya Arsa.

"Nggak kok. Omar main sama Momo."

"We name it Momo." Tahu-tahu Omar sudah mengangkat Momo ke depan Arsa. Momo menggeram.

Arsa mundur sedikit. "Kayaknya Momo nggak suka sama orang asing. Turunkan Momo, Omar."

Bukannya diturunkan sesuai instruksi Arsa, Omar malah menyerahkan Momo ke Daffa. Momo menggeliat di pegangan Daffa dan meloncat turun.

Daffa tertawa kering. "Yang disukai Momo hanya Omar," katanya.

Arsa tersenyum sambil mengacak rambut Omar. "Pamit sama Om Daffa. Sekalian bilang terima kasih sudah diizinkan main sama Momo."

"Thank you, Om. Aku pergi beli momo kesukaan aku. Bye bye."

"Bukan bye bye aja. Salam yang baik." Arsa mencegah Omar balik badan.

Omar menodongkan pistol jarinya ke Daffa sambil mengedipkan sebelah mata dan berkata, "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

-o-

Daffa masih memerhatikan Omar yang menjauhi rumahnya sembari bergandengan tangan dengan Arsa. Ocehan Omar masih terjangkau telinganya.

"Om, kita beli momo lima kilo ya?"

"Banyak banget. Sekilo saja."

"Tambah deh. Tiga kilo. Please."

"Sekilo saja."

"Ok, dua kilo."

"Sekilo."

"Dua kilo. Terus nektarin dua kilo. Sama blueberry satu box."

"Banyak gitu, bisa kamu habiskan."

"Aku makan semua."

Daffa menggeleng. Dia bisa melihat kasih sayang Arsa yang tulus pada Omar. Hatinya tersentuh melihat interaksi mereka sekaligus menghadirkan kerinduan di hatinya. Kerinduan bersama anaknya.

###

17/10/2022

Cuap Miss Bek; "Mar, kamu yakin Om Acha belum kaya tapi beliin kamu masing-masing 2 kilo peach dan nektarin?"

Ada pertanyaan yang mampir, siapa yang paling kaya di antara anak-anak di cerita Miss Bek. Duh, aku sendiri belum pernah cek harta dan rekening orang tua mereka. Tapi aku jadi kepikiran (sst, kadang tuh hal remeh bikin kita terngiang-ngiang dan hal urgent kita kesampingkan. Don't do it at home!). Terus aku bikin list konyol dong soal pekerjaan n harta ortu masing-masing anak yang pernah aku mention 🤣 kegiatan unfaedah ini aku lakukan pas sakit. Kalo ada yang nanya where Miss Bek, aku tu sempat sakit ya minggu lalu makanya sempat istirahat nulis. Yuk, liat catatan konyol kesultanan bayi-bayi Miss Bek.

1. Crystal
Bapake punya usaha. Gedung kantor bapake punya sendiri yang sebagian disewakan. 🙄 ditambah omnya yang artes, tomatis anak ini masuk kategori anak holang kaya.

2. Fatih
Papa Gemmy kerja di building management sebagai menejer. Biarpun Gege belum punya usaha sendiri, neneknya Fatih punya gedung di sana-sini. 😒 dia kok enak ya nasipnya?

3. Kimkim
Jagoan SCBD yang suka tahu bulat dan calon penginvasi Cipete ini tinggal di apartemen di jantung scbd. Papa Di menjabat direktur di perusahaan orang, tapi engkongnya kimkim tergolong old money. 🤭 kapan kimkim buka lowker jadi mommy kedua? Gw mengendus aroma duit dari si biji salak.

4. Omar
Om Acha kerja sebagai desainer interior eh gimana nulisnya di bahasa Indonesia? Bener kaga? Belum jelas segimana banyak duitnya Om Acha ini, tapi dia punya warisan dari mendiang orang tuanya dan mengurus warisan Omar. 😍 inilah pria idaman di cerita ini. Yes or yes?

5. Akbar
Ayah Adnan memiliki pabrik dan usaha sendiri. 😌 karena ceritanya baru berjalan, draft masih terus diperbarui, aku sendiri belum tahu se-WOW apa akbar. Yang penting dia anak paling love science.

🤣 aku ngakak selama ngetik ini karena aku tetap ga nemu siapa yang paling sultan. Dulu aku lumayan getol baca cerita wp yang isinya orang super kaya. Aku terkesima. Wow, si anu beli hotel. Wow, si ono beli pesawat jet. Kalo mau membandingkan cerita2 super itu ke cerita2 buatanku, gak sebanding ya. Because orang kaya yang aku temui masih perhitungan sama duit. Struk dan kembalian masih ditagih 😑 aku belum ketemu jenis sultan yang lempar duit semilyar ke mukaku sambil bilang, "Pergi kau dari hidup putra berhargaku. Jangan pernah kembali."

Btw, yang pernah mengalami dilempar duit semilyar, kasih tau dong... muka lo bengkak atau tambah glowing? 😁

~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top