34

Bab 34

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.
(QS. Al-A’raf: 189)

Asiyah memikirkan ucapan Arsa. Pemuda itu memiliki pengetahuan yang dalam dan bisa dipercaya.

Tiba-tiba ucapan Munaroh kemarin sore kembali terngiang-ngiang.

"Kamu cerai karena jodohmu orang nggak benar. Jodoh itu cerminan diri."

Ucapan itu bagaikan palu yang menghantam cermin. Menghancurkan Asiyah dalam sekejap.

"Kamu lagi memikirkan apa?"

Pertanyaan Arsa mengalihkan Asiyah. "Aku..." Asiyah belum siap untuk jujur. Dia masih ingin menyimpan sakit yang diperbuat Munaroh dalam hati. Dia tidak mau menyebabkan orang-orang di sekelilingnya turut merasakan sakit yang sama. "Lagi mikir," lanjutnya. Dia menjilat bibir bawahnya seraya menguatkan tekad untuk menjaga rahasianya yang satu ini. "Kata orang, jodoh itu cerminan diri."

"Terus?" Arsa bersidekap. Badannya yang jangkung memberinya kesan mendominasi dalam pembicaraan ini.

Asiyah mengingatkan dirinya, dia lebih tua. Dia mesti berani. "Kalau jodoh itu cerminan diri, aku yakin jodoh kamu orang baik."

"Begitu?"

Ada nada mengejek dari suara Arsa yang ditangkap Asiyah. Dia terpancing dan berujar tanpa pikir panjang, "Kalau aku, kayaknya dapat jodoh pria nggak baik. Mungkin menyesuaikan diriku."

Arsa menarik napas panjang. Wajahnya mendongak saat melakukan itu. Asiyah bertanya-tanya bagaimana tanggapan Arsa kali ini.

"Asiyah." Suara Arsa begitu lembut saat memanggil.

Asiyah berdehem pendek.

"Asiyah," panggil Arsa lagi.

"Apa?" Asiyah bingung pada sikap Arsa.

"Asiyaaah." Arsa mengurai senyuman lebar.

Asiyah curiga. "Kamu main-main sama nama orang?"

Arsa menggeleng sambil tertawa kecil.

"Terus itu?" Asiyah dibuat jengkel.

"Omongan kamu tentang jodoh. Jelas-jelas ada contoh nyata di nama kamu. Asiyah."

"Maksudnya?"

"Kamu tahu siapa pemilik nama Asiyah yang terkenal? Tentu selain kamu yang terkenal di kompleks kita."

Asiyah berpikir sesaat. Dia merasa Arsa punya hobi bertanya sebelum menjelaskan. Ada rasa seperti diajarkan, tapi tidak diajarkan.

"Istrinya Firaun?" tebak Asiyah.

"Betul. Asiyah si perempuan solehah sekaligus istri Firaun."

"Apa hubungannya sama Asiyah?"

"Kamu yang tadi bilang, jodoh itu cerminan diri. Terus kamu nilai jodoh kamu bukan pria baik karena menyesuaikan diri kamu. Sementara kamu itu Asiyah. Dan ada Asiyah lain yang mempunyai cerita tentang jodoh juga."

"Ar, aku nggak mungkin disamakan dengan Asiyah istrinya Firaun. Dia itu perempuan yang namanya disebut dalam hadis," sanggah Asiyah.

"Oke. Kalau kamu merasa Asiyah yang itu dan yang ini beda." Arsa menggerakan telunjuknya ke sebelahnya yang kosong lalu ke Asiyah.

"Lagian memang ada ayat yang bahas soal jodoh itu sesuai sama kamu. Kamu baik, jodoh kamu baik. Kamu buruk ya jodoh kamu sama buruknya." Asiyah berani bicara begini karena semalam dia sudah mencari seputar jodoh menurut agama.

"Memang ada ayat yang membahas soal jodoh. Di An Nur kalau nggak salah."

"An Nur ayat 26," sahut Asiyah bersemangat.

Arsa melempar ekspresi kaget yang segera berganti senyuman bangga. "Aku nggak nyangka kamu sampai hapal ayat keberapa. Hapal juga artinya?"

"Jangan nantang deh." Asiyah berdecak, lantas mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. Dia membuka browser, mencari ayat tersebut, dan membacakannya. "Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik."

Asiyah merasa sangat puas telah membacakan arti dari ayat tersebut, walau dia tidak menghapalnya. Dia bukan lagi seseorang yang ada di posisi menyampaikan informasi berdasarkan 'katanya', melainkan berdasarkan ayat Al Quran.

"Ayat ini membahas perempuan baik untuk laki-laki baik dan sebaliknya. Nah...." Arsa menjentikan jarinya. "Bagaimana standar baik ini?"

"Yah?" Asiyah belum siap dengan pertanyaan Arsa. Dia tergagap.

Arsa tidak memberi waktu untuk Asiyah menjawab. Dia kembali melanjutkan, "Apa itu 'baik' menurut suatu golongan? Gimana pendapat golongan lain? Bukannya penilaian baik dan buruk ini menjadi bias kalau instrumen penilaian yang kita gunakan adalah 'kacamata' manusia?"

"Kita bisa pakai agama sebagai landasan penilaian baik dan buruk."

"Apa benar hanya agama yang menjadi landasan seseorang dianggap baik atau buruk menurut ayat ini?"

Asiyah mulai sebal dengan Arsa. Pemuda itu seperti memiliki masalah untuk mendebat ayat dari kitab sucinya sendiri.

"Bagaimana kalau ada rahasia Allah di dalam makna ayat itu?" Arsa berargumen lagi.

"Rahasia apa?"

Arsa tersenyum misterius. Asiyah seketika waspada. Instingnya mengatakan demikian. Pemuda di hadapannya bukanlah pemuda biasa.

"Karena ada rahasia Allah dalam menjodohkan Asiyah si perempuan mulia bersama dengan Firaun. Menurut agama, Firaun ini pria nggak baik. Dia memerintahkan pasukannya membunuh setiap bayi laki-laki yang baru lahir. Malah dia berjodoh sama Asiyah," kata Arsa.

"Iya sih." Asiyah teringat kisah Sayyidina Asiyah RA.

"Kalau buatku, kisah Asiyah ini adalah contoh bahwa Allah yang paling tahu mana yang baik buat ciptaannya. Di mata kita, kayaknya nggak adil perempuan semulia Asiyah dapat suami seperti Firaun. Bagi Allah, ada kebaikan yang dia siapkan saat menjodohkan Asiyah dan Firaun. Asiyah yang menjadi istri Firaun menyelamatkan Nabi Musa saat bayi. Bukankah besar sekali kebaikan yang Allah rencanakan?"

Asiyah terpukau. Penjelasan Arsa mudah dipahami. Dia sampai malu, sebagai orang yang lebih tua malah kurang berilmu.

"Apa kebaikan Allah itu..." Ada juga untuknya? Asiyah meragu mengungkap isi pikirannya. Dia menggeleng. "Jadi, orang-orang bisa saja berjodoh sama orang yang berbeda dari mereka."

"Jodoh itu kuasa Allah. Baik buruknya penilaian manusia, belum tentu sama dengan penilaian Allah. Ingat Al Baqarah ayat dua. Di situ dibahas soal baik buruk menurut Allah. Mumpung ponsel sudah dipegang, coba dicek apa bunyi ayat itu." Arsa menyengir saat telunjuknya mengarah ke ponsel di genggaman Asiyah.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." Asiyah membacakan ayat yang diminta Arsa setelah dia mencari tahu melalui Google.

Masya Allah, ucap Asiyah dalam hati. Ayat itu begitu sering dibaca tiap memulai pembacaan Al Quran. Bahkan artinya cukup familiar. Mengherankannya, dia sampai lupa bahwa petunjuk Allah SWT sudah ada di dekatnya.

"Terus gimana sama An Nur 26?" Asiyah mengangkat wajahnya dari ponsel.

"An Nur ayat 26 nggak bisa kita anggap salah setelah membahas kisah Asiyah. Balik lagi, Allah yang paling tahu. Wallahu alam. Kita sebagai manusia berusaha saja menjadi manusia yang baik dan menjalankan perintahnya."

"Kalau dipikir-pikir, karena surah An Nur, orang-orang termotivasi menjadi lebih baik supaya jodohnya yang datang baik juga. Mungkin itu juga rahasia Allah memotivasi manusia supaya jadi orang baik," nilai Asiyah. Perasaannya meringan. Dia memiliki pandangan baru usai berbicara dengan Arsa.

Arsa mengangguk singkat. "Kita cukup percaya ada kebaikan yang disiapkan dalam setiap ayat Al Quran."

Asiyah memicing. "Ilmu agama kamu sudah bagus gini, jangan-jangan anaknya Ustad Udin ya?"

Arsa terkekeh. "Apa tahu agama sedikit bisa disebut anak ustad? Apalagi Ustad Udin? Bisa-bisa membesar kepalaku."

"Kayaknya sikap kamu ke Ustad Udin berkebalikan Omar."

"Jangan disamakan." Arsa memutar bola matanya ke atas.

Asiyah langsung teringat kebiasaan yang sama yang sering Omar lakukan. Mereka, Arsa dan Omar, benar-benar mirip.

~~~

25/09/2022

Aku update supaya kalian semangat menjelang hari Senin hari kelahirannya Rasulullah
٩(๑>∀<๑)۶ selamat beristirahat dan semoga besok tambah semangat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top