26

Bab 26

Hanya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. as-Syura: 49)

"My car!" lolong Omar gembira. Tangan kanannya menangkup pipi kemerahannya dengan mata berbinar.

Asiyah membantu membukakan pintu lobi untuk Omar. Sementara mobil merah itu berhenti di pelataran.

"Nah, ini Pak Jaja." Asiyah mengenalkan Pak Jaja yang turun dari mobil untuk membukakan bagasi.

Asiyah menyerahkan barang-barang bawaan Omar yang kemudian disimpan oleh Pak Jaja di bagasi. Dia sangat terbantu karena Pak Jaja cekatan.

"I know Pak Jaja. Kan dulu pernah antar aku sekolah," jawab Omar. Dia memakai sepatu slip on bergambar Paw Patrol dengan mandiri.

"Iya, dulu pernah beberapa kali antar jemput Omar." Pak Jaja sudah selesai memasukan barang-barang ke bagasi. Dia membukakan pintu penumpang untuk Omar.

Mata Omar membelalak ngeri. "Iiih, not that seat anymore."

Asiyah melihat kursi anak yang dipasang di jok belakang. Semalam tidak ada kursi itu. "Pak Jaja yang pasang?"

"Bukan. Sudah dipasang Mas Arsa. Katanya, Omar disuruh duduk di situ."

Omar bersembunyi di belakang Asiyah. Kegembiraannya berganti kekesalan melihat kursi anak warna hitam itu. "I don't like sitting on the seat. Mau duduk biasa aja," mohonnya. Dia menarik tepi blus Asiyah.

"Tapi Om Arsa suruhnya duduk di situ. Nanti kalo nggak duduk di situ, diomeli sama Om Arsa. Gimana?" Pak Jaja membujuk.

"Jangan kasih tahu Om Acha," usul Omar.

"Omar minta Pak Jaja dan Kak Asi bohong ke Om Arsa?" Asiyah sebenarnya pusing soal kursi ini. Dia belum mendengar apa pun dari Arsa dan tidak menyangka respons Omar akan menyusahkan.

"Nggak bohong. Jangan kasih tahu aja," tawar Omar.

"Kalau Om Arsa tanya, gimana kami jawab?" Asiyah membalas.

"Jangan jawab. Pergi aja. Pergi."

Ampun deh, anak ini, keluh Asiyah dalam hati. Omar cerdik sebagai anak, tapi menyusahkan saat kecerdikannya dipakai untuk berbuat yang tak pantas. Dia yakin Arsa akan menolak usulan Omar. Permasalahannya ialah Asiyah tidak tahu bagaimana Arsa akan menolak Omar melalui pendapat yang bisa dinalar anak ini.

"Kalau kami nggak jawab Om Arsa, nanti Om Arsa marah. Memangnya baik membuat orang lain marah?" Asiyah mencoba memainkan analogi yang dirasanya menyerupai cara Arsa.

"Kalau Om Arsa marah, suruh istigfar. Ingetin, orang yang marah-marah nyium bau neraka loh. Ntar Om Arsa baik lagi," oceh Omar serius.

Asiyah tersenyum antara terpukau dan miris. Anak ini terlalu banyak tahu dan pengetahuannya dimanfaatkan dengan baik. Sangat amat baik sampai-sampai Asiyah menyerah. Dia berjongkok, lalu mengeluarkan ponselnya dari tas.

"Kita tanya Om Arsa aja. Apa Omar harus duduk di kursi itu atau nggak?" usul Asiyah.

Omar memutar bola matanya ke atas. "Om Acha say, Omar must sit on the seat. You don't need to call him." Dia mendorong ponsel Asiyah supaya kembali ke tas.

"Omar nggak mau duduk di kursi, kita nggak bisa pulang. Makanya kita telepon Om Arsa. Mungkin Om Arsa berubah pikiran." Asiyah berharap Arsa berubah pikiran. Di negara ini tidak banyak yang menggunakan kursi anak di mobil. Malah banyak anak-anak kecil yang duduk sendiri di jok tanpa didampingi.

"Om Arsa is not flexing eh what's that not easy?"

"Flexible?"

"Yups, he is. Don't ask Om Acha, please. Let's go home without the seat."

Omar pintar negosiasi. Asiyah kelimpungan menghadapi Omar dan pendapatnya. Pak Jaja juga sama bingungnya.

"Omar! Is that your car?"

Mereka kompak menoleh. Seorang anak perempuan bergabung bersama mereka. Asiyah mengenali anak itu sebagai salah satu teman sekelas Omar.

"My car. It's in my garage for years." Suasana hati Omar berubah.

Anak perempuan itu memandang takjub mobil Omar. "I like red. It's cool. You know, your car passing the cars easily."

Asiyah melotot. Ucapan teman Omar mengejutkannya. Anak perempuan mana yang masih TK membahas soal menyalip mobil? Apakah anak-anak TK sekarang diajarkan lalu lintas?

"We pass the cars allowed only on the left," sahut Omar sambil menirukan bagaimana mobil menyalip menggunakan kedua tangannya yang mengandai sebagai dua mobil.

Asiyah menggeleng takjub pada pengetahuan mereka. Dia saja belum paham lalu lintas saat masih SD.

Ponselnya berdering. Panggilan video dari Arsa. Asiyah menggeser ikon telepon dan menerimanya. Wajah Arsa memenuhi layar.

"Assalamualaikum," sapa Arsa. Wajahnya agak basah.

"Is that Om Acha?" Omar memandangi Asiyah ngeri.

Asiyah mengangguk, lalu memutar layar ponselnya menghadap Omar. "Waalaikumsalam, Om. Ini Omar," kata Asiyah.

"Om Acha!" seru teman Omar girang.

"Hi, Valen. You looks so cute. Who tied your hair?"

Asiyah agak kaget mendengar betapa luwesnya Arsa berinteraksi dengan anak perempuan. Dia mengintip layar untuk melihat Arsa.

"Hi. My mbak tied my hair this morning. You know, Om, it's my new bow. My mom bought it from Singapore eh my auntie found the same one di mall dong. Di girl shop yang pink pink gitu." Valen terkikik.

Arsa ikut tertawa. "Then?"

"My mom angry lah. She bought it ex ... expesif?"

"Expensive?" koreksi Arsa dengan sopan.

"Yes. But my auntie said it's cheap in mall. Very funny." Valen kembali tertawa.

Omar ikut tertawa di sebelah Valen. Asiyah yang melihat mereka tertular kebahagiaan dua bocah itu.

"That's funny, Valen."

"Yes, Om." Valen dan Omar tertawa lagi.

"Om kok nggak jemput jemput Omar?" Valen bertanya.

"Om banyak kerjaan jadi, Kak Asi bantu Om jemput Omar di sekolah. Kalau pagi, kita masih bisa ketemu."

Valen melirik Asiyah. "Kamu Kak Asi?"

"She's my neighbor. My house and Kak Asi's house dempet dempet," sela Omar.

"I and Oscar neighbor too. My house in front of Oscar's."

"Really?"

"Yes. We play in PIM 2 together."

"Oh, that's so interesting. I never go to PIM 2," Omar berujar lesu.

"Emang di rumah kamu nggak ada mall?"

"Ada tapi jauh."

"Omar," panggil Arsa.

"Hm?" Omar melirik tanpa minat.

"Kak Asi can go with you to the mall," kata Arsa.

"Really?" Omar mengirimkan binar-binar harapan ke Asiyah.

Asiyah mengingatkan dirinya untuk berdiskusi dengan Arsa begitu dia pulang. Tidak ada ucapan menemani ke mall dalam diskusi mereka di awal. Hanya ada menemani makan es krim. Tentu dua hal itu berbeda.

"Yes." Asiyah mengikuti permainan Arsa. Dia pun tak tega menolak permohonan Omar. Tiba-tiba dia teringat satu hal yang genting. "Om Arsa pasang child seat untuk Omar?"

"Iya. Omar pakai, ya. Jangan duduk di mobil tanpa child seat."

"No, Om. Nggak mau," tolak Omar buru-buru.

"You need it."

Valen menatap Omar yang merengek. Kemudian dia menarik tepian kerudung Asiyah ringan dan bertanya, "Apa sih child seat?"

"Yang itu." Asiyah menunjuk pintu penumpang yang masih terbuka.

Valen mengangguk singkat. Dia beralih ke Omar. "I sit on child seat. My seat is pink. Why you don't wanna sit?"

"It's for baby," jawab Omar dengan marah.

"It's not for baby. It's bigger. It's for us. Kalau kamu masih anak TK emang pake child seat. Kalau kamu udah SD boleh nggak pake child seat. Kamu gede dulu."

"Aku udah gede."

"Gede kok masih TK? Gede tuh udah SD. Udah reading story book. Kita kan reading passage aja belum. Kamu salah mulu sight words."

"Because I don't like sight words." Omar membela diri.

"You don't like sight words because you cannot remember. Kamu tuh masih kecil. Belum pintar." Valen menggoyangkan telunjuknya di depan hidung Omar bak orang tua.

"Valen, thank you for reminding Omar he's a child," Arsa menyela.

"Oooom," rengek Omar. Dia menghentak kakinya.

"Valen cares about you. Omar, tarik napas, chill yourself."

Omar menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan lewat mulut. Valen mengikuti.

Asiyah diam-diam bertukar pandangan dengan Pak Jaja. Mereka terpukau pada kemampuan Arsa mengendalikan Omar, bahkan dari jauh.

"Kita baikan yuk." Valen menarik tangan Omar dan menjabatnya.

Omar masih menekuk wajah. "Kamu talk too much," keluhnya.

"I care about you." Valen menggoyangkan jabat tangannya ke atas bawah. "I'm sorry."

Omar menghadap Valen. "I'm sorry too."

"Bestfriend ya."

"Bestfriend."

"Kalau sudah baikan, kita pulang?" Asiyah merasa mereka terlalu lama di depan lobi. Banyak orang yang terganggu karena mereka.

"Ayo." Valen menarik tangan Omar. Dia naik duluan ke mobil. "It's a new seat?"

"Really?" Omar ikut naik. Dia memeriksa kursinya. "Is it new?"

Asiyah menghadapkan layar ponselnya ke Omar supaya Arsa dapat menjawab.

"Bukan. Tapi Om minta penjahit tambahkan patch Paw Patrol. Kamu suka?"

"Suka!" Omar meraba tempelan karakter Paw Patrol yang ada di sepanjang tepi sandaran kursi. "It's great."

"You're welcome," ucap Arsa.

Omar tertawa kecil. "Thank you, Om Acha."

Drama kursi anak selesai dalam damai. Asiyah menilai punggungnya berkeringat menghadapi negosiasi Omar. Untung ada Arsa dan Valen yang membantu.

Valen membantu Omar duduk di kursinya, lalu turun dari mobil dan kembali ke susternya yang mengawasi dari dalam lobi. Asiyah dan Pak Jaja masuk ke mobil. Mereka pun meninggalkan sekolah Omar.

"See, Valen is the girls. She talks too much," kata Omar di tengah perjalanan.

Asiyah mengulum tawa akibat teringat the girls yang pernah dibicarakan Omar.

###

20/06/2022

Haiii...
Yuk mampir ke ig miss bebeklucu buat baca komik pendek Omar dan Om Acha 😆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top