24

"Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula sholat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (QS. Al-Isra: 78).


"Om Daffa nggak sholat mulu."

Asiyah menoleh. Mereka telah kembali ke mobil setelah membeli ini dan itu sesuai kemauan Omar. Arsa sangat memanjakan keinginan Omar dengan janji Omar akan menghabiskan makanan yang dimintanya.

"Dari mana Omar tahu?" tanya Asiyah penasaran. Dia yang juga tetangga Daffa tidak tahu mengenai sholat Daffa. Mengherankan jika Omar bisa tahu.

"Om Daffa nggak sholat jamaah. Kan kasihan Ustad Udin."

"Apa hubungannya sama Ustad Udin?" Arsa melihat melalui spion tengah.

"Ustad Udin kasihan. Udah bangun pagi-pagi, Om Daffa nggak sholat Subuh berjamaah." Omar melipat tangan di depan dada. Wajahnya serius sekali sampai-sampai tangan Asiyah gatal ingin mencubit sepasang pipi gemuk Omar.

"Kamu asal nebak, Omar. Om Daffa bisa jadi sholat Subuh di rumah. Bukannya nggak sholat," kata Asiyah.

"But men must sholat di masjid. Jamaah gitu biar masuk sorganya gampang," Omar menyanggah.

"Mungkin Om Daffa capek jadinya nggak sholat di masjid," balas Asiyah lagi.

"I'm sleepy and tired every morning, but someone wake me up sholat Subuh." Omar melirik kursi Arsa. Dia sengaja menyindir Arsa.

Asiyah berbagi pandangan dengan Arsa di spion tengah. Dia kehabisan akal menanggapi Omar.

"Bagi laki-laki, ada kewajiban untuk sholat di masjid berjamaah. Tapi ada kondisi yang mengizinkan laki-laki sholat di rumah saja," kata Arsa. Dia melirik Omar sekilas. Anak itu menyimak dengan baik. "Misalnya, kalau si laki-laki sakit, hujan, safar, buang hajat, dan lainnya."

"What's safar?"

"Orang-orang yang sedang ada dalam perjalanan dan nggak mungkin bagi mereka berhenti untuk sholat."

"How could it be? Sholat is important."

"Kalau kamu di pesawat, mungkin nggak kamu minta pilotnya turunin kamu di masjid buat sholat?"

"It's troublesome. Airplane needs runway."

"Correct."

"Then what else?"

"Om sudah dikasih tahu."

"Kan Om bilang 'dan lain-lain'. Apa yang lain-lain itu?"

Asiyah diam-diam takjub pada kesabaran Arsa menghadapi pertanyaan Omar. 

"Menurut kamu apa lagi yang bisa menghalangi kamu sholat?"

"Om Acha forgets to wake me up." Omar terkikik.

Asiyah tersenyum geli. Anak ini banyak sekali akal usilnya.

"Atau kamu yang lupa bangun."

"Hei!"

"Kenapa?"

"I need to wake up. I need to go to school."

Arsa tersenyum puas berhasil mengerjai Omar. "Coba pikirkan yang lain. Yang reasonable."

"Apa yaaaa..." Omar menoleh ke jendela.

Asiyah ikut berpikir alasan lain laki-laki bisa absen sholat berjamaah. Sebenarnya dia merasa ilmu agama Arsa sangat baik. Pemuda itu juga pandai memilih jawaban yang mudah dipahami Omar. Kalau dia, sudah pasti Omar akan menggandakan pertanyaannya karena jawabannya yang susah dipahami anak-anak.

"Ah! Traffic accident!" seru Omar.

Mobil seketika mengerem. Asiyah sigap menangkap badan Omar yang hampir terpental ke depan. Walhasil bahunya yang membentur belakang jok penumpang depan.

"OM!" protes Omar.

"Maaf," desis Arsa.

Asiyah melihat air muka Arsa berubah. Dia menepuk bahu Arsa pelan. "Mau aku gantikan?" 

Arsa menoleh. "Nggak."

"Ini sudah di dalam kompleks. Sepi. Lumayan buat latihan nyetir." Asiyah tidak bisa membiarkan Arsa kembali memegang kemudi. Kondisi pemuda itu menghawatirkan.

Arsa menggeleng. "Tinggal dikit lagi sampai rumah."

"Karena dikit lagi sampai rumah, aku bisa latihan dengan santai. Ayo tukar duduk." Asiyah mencoba membuka pintu di sampingnya, tapi masih terkunci sentral. "Ar, buka."

Arsa menekan tombol unlock setengah hati. Asiyah bergegas keluar, lalu memutar untuk membuka pintu di samping Arsa. "Pindah ke samping."

Arsa keluar dan pindah ke kursi sebelah. Asiyah mengambil alih kemudi. Dia melafalkan doa sebelum bepergian dan naik kendaraan dalam hati. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menjalankan mobil.

"You did it!" seru Omar. Ada nada bangga dan gembira di suaranya yang memompa semangat Asiyah.

"Kak Asi dulu pernah nyetir. Sekarang belajar nyetir lagi," cerita Asiyah.

"One day I'll drive my car." Omar menggerakan kedua tangannya bagai memegang kemudi.

"Mobil-mobilan," desis Arsa masih terjangkau pendengaran Omar.

"The real one. Om Acha kan banyak duit, beliin aku Lambo dong."

Arsa tertawa sambil menepuk keningnya. "Om saja nggak punya Lambo. Kamu malah minta satu. Om bayarnya pakai apa?"

Omar berdiri di antara kursi Arsa dan Asiyah menyebabkan Asiyah panik jika Omar jatuh. "Duduk, Omar," pinta Asiyah.

"I need to talk. Wait." Omar memberikan telapak tangannya ke Asiyah, lalu beralih cepat ke Arsa. "You said, minta sama Allah yang tulus. Terus jangan tanya-tanya kapan dikasih. Biar Allah yang rencanakan waktunya dan caranya. Nanti juga dikasih. But listen to you. You're not believe in Allah."

"Thank you for reminding me," kata Arsa kalem. Dia menyentuh lengan Omar dengan lembut. "Back to your seat. Kak Asi nyetir mengalahkan marching semut karena kamu berdiri."

Omar duduk kembali. "You must believe it. You can buy me Lambo."

"I'll keep it in my mind," sahut Arsa.

"Makanya Om kerja kayak daddy Oscar. He has a hotel and very rich."

Asiyah menyemburkan tawa. Dia menahan mukanya ke depan, menghindari protes Arsa. Asiyah melirik sekilas sambil menggumamkan, "Maaf."

Arsa menggaruk puncak kepalanya. "Saat ini Om bisanya belikan kamu mainan mobil-mobilan. Tapi kita hidup berkucupan walau nggak punya Lambo, kan?"

"I know."

"Yang pernah Om bilang masih ada lanjutannya. 'Minta yang tulus sama Allah, lalu ikhlaskan. Nggak usah tanya kapan Allah mau kabulkan permintaan kita. Biar Allah yang kasih dengan caranya dan di waktu pilihannya. Yang penting kita hidup baik-baik.' Omar ingat bagaimana hidup baik-baik itu?"

"Eat well. Sleep well. Pray everyday. Go to school."

"And show your gratitude," tambah Arsa. "Kita harus bersyukur atas nikmat hidup yang kita miliki."

"Om Acha kayak Ustad Udin. Bersyukuuuur mulu ngomongnya."

"Mau Om omongin neraka melulu?" tantang Arsa.

"Iiiih, ngeri."

Asiyah merasakan kehangatan hubungan Omar dan Arsa. Membuatnya iri pada bagaimana Arsa telah sukses membesarkan Omar menjadi anak yang kritis.

***

"Asi, Pak Jaja sudah datang!"

"Iya, Bu!"

Asiyah menyambar kunci mobil di atas meja rias dan bergegas keluar kamar. Tadi pagi, sebelum berangkat, Arsa menitipkan kunci rumah beserta kunci mobil. Atun sudah berada di teras bersama seorang pria berumur di akhir empat puluhan.

"Pak Jaja ya?" tanya Asiyah.

"Iya, saya, Mbak. Kata Mas Arsa, minta kunci mobil ke Mbak Asi."

Pak Jaja bertutur sopan dan Asiyah langsung suka. "Ini kuncinya, Pak. Mobilnya ada di garasi. Harus dikeluarkan dulu."

"Biar saya yang keluarkan. Mau dibersihkan dulu?"

"Nggak usah, Pak. Kita jalan setengah jam lagi ya. Saya mau beres-beres dulu. Oya, saya temani mengeluarkan mobil." Asiyah teringat tugasnya untuk membuka kunci gerbang dan garasi rumah sebelah.

Asiyah, Jaja, dan Atun bersama-sama ke rumah sebelah. Asiyah membukakan garasi. Jaja segera mengeluarkan mobil.

"Ja, saya buatkan minum. Mau kopi?" Atun menawarkan.

"Jangan merepotkan, Bu," tolak Jaja. Dia memanaskan mobil.

"Jangan sungkan. Kopi bentar biar mata segar. Tunggu sini ya."

Asiyah menutup kembali garasi dan menguncinya.

"Mbak, saya diminta Mas Arsa sampai sore. Habis jemput Omar, kita mau ke mana lagi?" Jaja menghampiri.

Asiyah kebingungan. Dia tidak tahu soal waktu kerja Jaja sampai sore.

"Nanti saya tanya ke Arsa, ya. Saya juga kurang tahu."

"Kemarin sih Mas Arsa minta anterin Mbak Asi kalau mau ke mana-mana. Kalau nggak nganter, saya diminta bersihin mobil aja. Tapi memang baiknya ditanya lagi, Mbak."

"Iya. Nanti saya kasih tahu kalau sudah ada jawaban dari Arsa ya."

"Siap, Mbak."

"Saya balik ke rumah sebentar. Pak Jaja tunggu di sini saja ya."

"Iya, Mbak. Saya mau lap-lap mobil sambil nunggu."

Asiyah merasa bersyukur karena Arsa memilih Jaja yang rajin tanpa diminta. Dia berjalan kembali ke rumah sambil mengetik pesan.

Kamu minta Pak Jaja kerja sampai sore?

Balasannya tidak segera tiba. Dia mengantongi ponselnya. Kebetulan dia melihat Daffa keluar dari rumah.

"Asi!"

Langkah Asiyah terhenti. Dia berputar ke Daffa. "Iya, Mas?"

###

Follow IG missbebeklucu buat liat visual casts cerita ini versi Omar 😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top