16
وَلَوْ اَنَّ مَا فِى الْاَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ اَقْلَامٌ وَّالْبَحْرُ يَمُدُّهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖ سَبْعَةُ اَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمٰتُ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.
(QS. Luqman: 27)
♥
Asiyah mengintip Atun yang baru saja melepas atasan mukena. Dia mengetuk pintu sekali. Atun menoleh.
"Kenapa?" tanya Atun sembari bangkit dari duduk untuk melepas bawahan mukena.
"Aku mau cerita. Agak bingung gimana baiknya dan butuh saran Ibu." Asiyah mengambil alih mukena Atun, lalu menyimpannya pada gantungan di balik pintu yang kemudian pintu itu dia tutup sedikit.
"Cerita aja. Tentang tawaran Arsa menjaga Omar?"
Asiyah menggeleng. Dia duduk di sisi Atun di tepi kasur. "Tadi sore ada kejadian Harry nuduh Omar yang menyebabkan Hilda nggak mengajar ngaji sore lagi. Katanya, Hilda menikahi orang tua gara-gara Omar. Aku kaget. Iis juga ada di situ, sama kagetnya."
"Hilda lagi?" Atun mendesah. "Jangan salahkan Hilda. Ini semua akibat kesembronoan Ifah."
"Bu Ifah? Apa hubungannya ke Bu Ifah?" Setahu Asiyah, Ifah adalah tetangga mereka dan tidak ada hubungan kekeluargaan baik dengan Hilda maupun Omar.
"Ifah bergosip. Dia bilang Arsa sering terlihat berduaan sama Hilda karena beberapa kali lihat Hilda antar Omar pulang terus ngobrol sama Arsa di depan rumah. Rame lah gosipnya di Mamake. Kamu tahu sendiri Mamake suka menyebarkan cerita ke pembeli di warung sayurnya. Ifah ditanya sama orang-orang yang dengar dari Mamake. Dia melebih-lebihkan cerita dengan mengatakan Arsa sepertinya suka dan diam-diam menyiapkan diri untuk melamar Hilda. Katanya, dia lihat Arsa bawa parsel besar padahal bukan lebaran dan tahun baru. Orang-orang percaya. Sampailah cerita itu ke Munaroh."
"Terus Bu Munaroh percaya?" Asiyah mengenal Munaroh. Dia adalah perempuan yang cerdas, mantan bidan yang terkenal senang membantu merawat tetangga, dan tidak menerima pamrih dari bantuannya. Munaroh juga adalah mamanya Hilda.
"Munaroh minta papanya Hilda menanyakan ke Arsa. Kayaknya Munaroh suka dengan Arsa. Dia kan pemuda yang lumayan terkenal di kompleks kita." Atun terkikik centil.
Asiyah menepuk bahu ibunya ringan, memperingatkan Atun untuk tidak bersikap centil membahas pemuda tampan. Atun hanya menyengir, lalu melanjutkan ceritanya. "Papanya Hilda menolak. Katanya, itu cuma rumor. Buat apa ditanggapi serius. Kalau Arsa berminat dengan Hilda sudah pasti Arsa datang ke mereka. Bukannya menyampaikan hajat baik lewat gosip emak-emak di tukang sayur."
"Pendapat papanya Hilda benar, Bu," nilai Asiyah.
"Ya, benarlah. Tapi Munaroh kembali termakan omongan ibu-ibu di warung sayur Mamake. Kamu ingat pernah nanya Ibu soal rumah Arsa yang berubah jadi berpagar tinggi dan penampilannya berubah?"
Asiyah mengangguk.
"Semuanya bermula dari Sri."
"Sri?"
"Iya, Sri. Masak nggak kenal?"
"Kenal, kenal. Yang seumuran aku, kan?"
"Iya. Sri dan suaminya pindah ke rumah di sebelah kiri Arsa. Waktu itu pagarnya masih pendek. Orang dewasa kalau jinjit bisa mengintip ke rumah sebelah."
"Sri ngintip rumah Arsa?"
Atun mengurut dada. "Sri kelewatan waktu itu. Dia pakai handphone ... itu loh yang jadi film. Gimana nyebutnya?"
"Merekam video?"
"Iya. Sri rekam video Arsa dan Omar di teras belakang. Kebetulan waktu itu Arsa bawa pulang parsel buah dan banyak lagi. Omar ngomong, 'Mau ngasih Kak Hilda'. Arsa nyahut, 'Harus dong. Kak Hilda kan sudah baik ke kita.' Nah film itu-"
"Video," ralat Asiyah.
"Iya, iya. Ibu masih belum biasa sebut video. Pokoknya video itu ditonton di warung sayur. Rame dong ibu-ibu. Ada yang jadi cenayang bilang Arsa naksir Hilda. Munaroh makin yakin Arsa suka anaknya. Yang kasihan di sini Hilda. Anak itu, duh, Asi. Ibu kasihan kalau ingat."
"Kenapa sama Hilda?"
"Hilda percaya sama omongan itu. Kamu tahu sendiri pengajian putri yang biasa kamu ikuti itu isinya Sri, Gita, dan cewek-cewek yang sering belanja sayur di Mamake. Mereka godain Hilda. Dari digoda itu, Ibu rasa Hilda jadi suka. Dia makin rajin antar Omar pulang."
"Arsa tahu soal ini?"
"Mana mungkin Arsa tahu. Memangnya dia belanja ke Mamake?" Atun tertawa kecil.
Asiyah ikut tertawa. Tidak terbayang jika pemuda yang penampilannya serupa eksekutif muda akan mampir ke Mamake untuk membeli sayur-mayur. Arsa akan menjadi topik baru ibu-ibu pelanggan Mamake.
"Bagaimana Arsa sampai tahu soal gosip ini?" Asiyah mengembalikan pembicaraan mereka ke jalurnya.
"Munaroh mendatangi Arsa. Dia bertanya langsung tentang itikad Arsa ke Hilda. Arsa kaget. Dia merasa hubungan mereka sebatas teman. Di situ, Munaroh marah dengan sikap plin-plan Arsa. Ibu dengar omelan Munaroh karena kebetulan Ibu mampir ke sana mau memberikan lauk untuk makan malam."
"Arsa plin-plan?" Asiyah mengulang ucapan ibunya dengan ragu.
"Itu penilaian Munaroh. Menurutnya, Arsa plin-plan. Ngasih harapan, tapi nggak mau ditegaskan. Cuma ingin mempermainkan Hilda."
"Astagfirullah, Bidan Munaroh sampai bilang begitu?"
"Manusia kalau sudah termakan emosi, semuanya gelap, Asi. Makanya selalu ingat Allah, ingat istigfar. Jangan mau termakan hasutan setan." Atun melihat ke pintu. "Omar di mana?"
"Sedang mengerjakan PR dari sekolah. Kebetulan PR-nya mudah. Menyusun kalimat terus mewarnai gambar yang sesuai kalimat."
"Untung ada kamu, bisa bantu Omar mengerjakan PR. Pas dulu, Ibu nyerah sama PR Omar. Anak kecil belajar bahasa Inggris kok susah banget. Emang ketinggalan nenek-nenek kalau lihat pelajaran anak sekarang."
Asiyah tersenyum. Dia memaklumi kapasitas Atun mengajarkan Omar. Sesungguhnya, Asiyah sendiri pun belum terbiasa dengan pelajaran Omar yang baginya terlalu sulit untuk anak TK. Namun Omar bisa mengerjakan tugas-tugasnya. Toh tugas itu hanya berjumlah tiga sampai lima soal. Asiyah masih bisa bernegosiasi supaya Omar menyelesaikan tugasnya dengan baik. Seperti kali ini, Asiyah menjanjikan akan membuatkan puding semangka untuknya. Kebetulan Asiyah memang sudah lama tidak memasak dan rindu membuat camilan manis.
"Balik soal Arsa dan Hilda, Bu. Aku minta Iis ngomongin tentang pertengkaran Omar dan Harry ke mamanya Harry dan Hilda. Bagaimanapun, permasalahan ini perlu orang dewasa yang turun tangan. Masalahnya kan berkaitan Hilda, mamanya Harry, dan Arsa. Aku juga mau bicarakan ke Arsa. Biar dia yang pikirkan gimana baiknya," kata Asiyah.
"Kamu memang harus lapor ke Arsa. Dia yang punya hak terhadap masalah ini. Walau kamu yang jaga Omar hari ini, kamu harus tahu batasan kamu."
"Bu." Asiyah menarik napas sembari mengumpulkan keberanian bertanya. "Apa Arsa berkeras membayar Ibu karena masalah Hilda?"
Atun tersenyum masam. "Kira-kira begitu. Arsa mulai membangun batasan ke tetangga. Ke Sri, kamu lihat sendiri, dia bangun pagar tinggi dan rumahnya direnovasi. Sebelum dia renov rumah, Arsa datang minta izin bakal berisik karena rumahnya mau dibetulkan. Ibu iyakan. Memangnya siapa Ibu berani melarang orang membetulkan rumahnya. Tapi Arsa nggak minta izin ke Sri. Waktu kuli bangunan datang, Sri kaget gitu lihat rumah Arsa dibongkar. Dia sempat marah karena ngerasa nggak dikasih tahu dan keberisikan. Ngomel-ngomel dia pas beli nasi uduk. Ibu diami saja. Toh percuma dia ngomel. Arsa dan Omar sudah mengungsi selama rumahnya direnov."
"Kasihan Arsa. Kasihan juga Hilda. Mereka terjebak fitnah." Asiyah berharap akan ada kebaikan yang datang kepada dua orang itu.
"Ibu kasihan ke Hilda. Dia malu karena sikap Munaroh. Dia minta maaf ke Arsa. Pas banget Sri lihat. Dasar Sri usil. Dia lapor ke Munaroh. Datang Munaroh, terus marah-marah ke Arsa. Arsa nggak terima dan membela diri. Dia merasa nggak melakukan yang dituduhkan. Waktu itu Munaroh bilang Arsa hanya mempermainkan anaknya. Rame banget, Asi. Ibu yang mau ngunci gerbang sampai ke sana dulu. Alhamdulillah, Omar nggak ada di situ. Omar dibawa sama Iis main ke taman."
"Jadi, Hilda ngomong berdua sama Arsa?" Asiyah menyimpulkan situasi tersebut.
Atun mengangguk sekali. "Awalnya Hilda datang bersama Iis. Dilihat Sri. Hilda minta Iis temani Omar di teras. Hilda ngomong di ruang tamu. Pas Munaroh datang, Iis mau bela Hilda tapi kepikiran Omar yang bisa dengar pertengkaran itu. Iis milih bawa Omar pergi. Iis telepon ibunya, minta pisahin Munaroh. Ibu datang setelah Ustadzah datang. Munaroh ngamuk, nuduh macam-macam. Sampai fitnah Arsa mau mengambil kesempatan dari putrinya dengan berduaan di rumah."
Asiyah menggumamkan istigfar dengan tangan kanan menutupi mulut. Dia tidak menyangka kasus ini lebih mengerikan dari yang dia duga.
Asiyah berharap Arsa akan menemukan jalan keluar untuk masalah ini dengan baik. Dia menantikan Arsa pulang segera.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top