8 : Terjebak

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Hasil dari pemikiran penulis dengan bantuan sumber-sumber terkait dan sedikit pengalaman pribadi. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian perkara dan adegan, itu merupakan suatu kebetulan semata.

Jika kalian suka, tinggalkan jejak vote & comment. Dan jangan lupa tambahkan cerita ini ke daftar pustaka kalian, follow untuk terus mendapatkan notifikasi dari author.

.

.

.

Faris berjalan ke kantin, ia berjalan dengan wajah yang suram, tanpa memperhatikan jalan.

Bugh!

"Aduh," pekik seorang gadis yang terjatuh karena benturannya dengan Faris.

"Sorry." Faris berusaha bertanggung jawab, ia membantu gadis itu untuk bangun.

Gadis itu menatap Faris dan terdiam beberapa saat.

"Lu kan?" gadis itu menatap Faris sambil menyipitkan matanya.

"Melodi?" tanya Faris yang sudah mengetahui kebenaran tentang si kembar ini dari cerita Nada.

"Lu juga sekolah di sini?" tanya Melodi.

"Ya, seperti yang lu liat," jawab Faris.

"Lu dari kelas mana?" tanya Melodi.

"11 IPS 3," jawab Faris.

"Sekelas sama kembaran gue dong?"

Faris hanya mengangguk.

"Oh iya, nama lu siapa?"

"Faris Nugroho, panggil aja, Faris."

Faris? Faris yang--

Tiba-tiba saja Melodi menunjukkan senyum anehnya sehingga membuat Faris mengerutkan dahinya sambil menatap heran Melodi.

"Kenapa?" tanyanya bingung dengan ekspresi Melodi.

"Gapapa--"

"Selamat berkencan," ucapnya pada Faris sambil menepuk pundak Faris dan berjalan pergi meninggalkan pria itu dengan sejuta tanda tanya.

Hah? Aneh, batin Faris yang sama sekali tak mengerti maksud dari Melodi.

***

Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, Faris bergegas menuju kelasnya. Sekarang gantian, terlihat Nada yang sedang membenamkan wajahnya di samping meja. Faris berjalan dan duduk di kursinya yang berada tepat semeja dengan Nada.

Sepanjang pelajaran, hingga pulang sekolah, tak ada kata di antara mereka berdua. Tidak seperti biasanya, mereka sering berbincang tentang kehidupan, hobi dan juga berbagai macam tanaman hias, tapi tidak dengan hari ini, seperti ada tembok tak kasat mata yang berdiri tegak di antara celah kursi mereka berdua.

Faris membereskan buku-bukunya dan beranjak dari duduknya, ketika ia hendak pergi, Nada mencubit bagian celana Faris dan menahannya.

"Mau pulang bareng boleh?" ucap Nada dengan wajah yang melas, kepalannya masih menempel pada tas yang berada di atas mejanya.

Faris tak menjawab, ia tampak sedang berpikir.

"Hari ini, Melodi ada acara," lanjut Nada.

"Gina." Tiba-tiba saja Ben muncul di depan pintu kelas, sontak membuat mereka menoleh ke arah Ben.

"Gina?" ucap Faris heran.

"Ayo," ucap Ben.

"Ayo?" Faris menatap Nada.

"Aku pulang sama, Faris, ada kerja kelompok," ucap Nada menghindar.

"Oh, tugas apa?" tanya Ben sembari berjalan menghampiri mereka.

"Ris ...." Nada memanggil Faris berbisik sambil mengisyaratkan sebuah kode dengan matanya yang berkedip-kedip.

Faris tampak bingung.

"Mata kamu sakit?" tanya Faris.

"Cih." Nada membenamkan kepalanya di atas tas miliknya.

Ih bego, sumpah, batinnya.

"Kamu janji loh, mau jawab pernyataan aku sore ini," ucap Ben.

"Pernyataan?" tanya Faris.

"Iya, gua nembak dia," jawab Ben singkat.

"Oh--"

Faris melepaskan tangan Nada yang masih memegangi celananya. Namun, tersa sulit, Nada benar-benar mencubitnya dengan seluruh tenaganya.

"Ga ada tugas kelompok--" ucap Faris.

"Ga ada pulang bareng juga--" lanjut Faris.

"Aku ... juga ada acara. Aku pulang duluan." Faris berhasil melepaskan tangan Nada dan pergi.

Tidak, tidak, tidak ... bukan itu kalimat yang ingin Nada dengar. "Ris!" Nada ikut beranjak seraya dengan langkah kaki Faris.

"Apa?" Faris menoleh dan menatap Nada.

"Tunggu, tunggu, tunggu--" Ben tiba-tiba saja berdiri di antara mereka.

"Kamu suka sama, Faris?" tanya Ben secara langsung.

"Kalo iya, aku mundur ... aku ga akan ganggu kamu dan yaaaa, kita ga perlu pulang bareng hari ini. Toh, aku tau jawaban kamu--"

"Dari pada kamu ga nyaman pada akhirnya," lanjut Ben.

Kedua pria itu diam dan menatap Nada.

Duh, gimana nih?

Nada menatap Faris yang sedang menatapnya juga, mereka bertatapan cukup lama untuk mengisi jeda dari pertanyaan Ben. Nada membuang tatapannya dari Faris dan menatap sendu ke arah lantai kelasnya diiringi dengan gelengan kepalanya.

"Enggak ...," jawab Nada lirih, ia tak berani berani jujur dengan perasaannya sendiri, dan memang pada dasarnya Nada adalah anak yang pemalu, tentu saja ia tak berani bicara yang sebenarnya.

Dan bukan itu pula jawaban yang ingin Faris dengar, pria itu kini benar-benar pergi meninggalkan Nada dan Ben berdua di dalam kelasnya. Tanpa mereka sadari, sepasang bola mata menatap drama mereka bertiga.

Faris berjalan di koridor sekolah hingga ia sampai di parkiran motor, ia hendak memasukkan kunci motornya, tetapi Nada berlari dan memeluknya dari belakang.

"Jangan pergi!"

"Mana, Ben?" tanya Faris.

"Aku tinggalin dia di kelas ... aku cuma suka sama kamu! Maaf aku ga jujur tadi," jawabnya.

"Aku cuma ga suka kamu deket sama, Ben ... dia itu bukan pria yang baik ...," ucap Faris lirih,  Faris tersenyum dan menoleh, ia memegang bahu Nada.

"Aku juga suka kamu--"

Namun, wajahnya tiba-tiba saja berubah menjadi datar.

"Kenapa ngeliat aku begitu?" tanya Nada.

"Me--lo--di." Faris menatap Melodi yang berpura-pura menjadi Nada.

Faris memasukkan kunci motor ke dalam kontaknya, tetapi Melodi malah naik ke atas motornya dan duduk secara menyamping.

"Oh, ga banyak yang bisa bedain kita loh," ucap Melodi tersenyum.

"Mereka membedakan kita berdasarkan warna--"

"Bisa dari warna tas, jaket, cardigan, sepatu. Tapi saat ini gua cuma pake seragam tanpa nama, persis kayak, Nada di kelas tadi, dan--lo bisa ngenalin." Melodi memberikan tepuk tangannya pada Faris.

"Minggir, gua mau pulang," jawab Faris singkat.

"Tadi lu seneng kan? Gua liat muka lu lewat spion motor lu kok," timpal Melodi.

"Mau lu apa--" belum selesai Faris dengan kata-katanya, tiba-tiba Melodi memotongnya.

"Gua emang bukan, Nada, gua minta maaf. Tapi fakta bahwa, Nada  suka sama lu--"

"Itu benar." Melodi menatap Faris.

"Dan senyum lu tadi ditambah jawaban lu barusan membuat gua sadar bahwa lu juga suka sama, Nada," lanjutnya lagi.

"Minggir," ucap Faris.

"Gua ga akan pernah turun, sebelum lu jelasin kata-kata lu yang bilang kalo, Ben bukan pria yang baik," balas Melodi.

"Gini ya, gua ga mau nyebar keburukan orang lain, dan kalo lu butuh informasi, lu bisa cari tau sendiri!"

"Ga! Gua perlu denger itu sekarang, atau gua bakalan buat lu ga akan pernah bisa ketemu sama, Nada lagi ...." Melodi menatap Faris dengan raut wajah yang menyeramkan dan sorot mata yang super tajam.

"Caranya?" tanya Faris penasaran.

"Gua akan cincang dia kecil-kecil dan jasadnya akan gua kasih buat kucing-kucing jalanan yang kelaparan," jawab Melodi.

"Berani?" tanya Faris dengan tatapan yang lebih menyeramkan.

"Ya enggaklah! Bisa mati juga gua, secara dia itu separuh jiwa gua," jawab Melodi dengan senyuman anehnya.

"Lu kan satu band sama dia, tanya aja siapa kek, atau kalo perlu tanya orangnya langsung!" ucap Faris.

"Percaya atau ga percaya, lu masih butuh dukungan gua, kalo dia emang bukan pria yang baik, gua ga mau sesuatu yang buruk terjadi sama kembaran gua. Ini kali pertamanya dia suka sama seseorang dan gua ga mau itu membuat dia trauma gara-gara cowok brengsek!"

"Jadi lu harus bilang sama gua sekarang, atau lu ga akan pernah bisa pulang," lanjut Melodi.

"Kan lu juga jadi ga bisa pulang?"

Oh iya ya, gua ga  mikir sejauh itu, batin Melodi.

"Nada!" Melodi menoleh ke arah belakang Faris, sontak membuat Faris menoleh, tak menyia-nyiakan kesempatan, Melodi merebut kunci motor milik Faris.

"Cuma lu kok yang ga bisa pulang," ucapnya sambil memutar-mutar kunci motor Faris di jari telunjuknya.

"Ah elah, kembar menyebalkan! Jadi--apa mau lu?" ucap Faris.

Melodi mendekatkan wajahnya ke wajah Faris.

"So, tell me the truth ...."

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top