7 : Dingin
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Hasil dari pemikiran penulis dengan bantuan sumber-sumber terkait dan sedikit pengalaman pribadi. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian perkara dan adegan, itu merupakan suatu kebetulan semata.
Jika kalian suka, tinggalkan jejak vote & comment. Dan jangan lupa tambahkan cerita ini ke daftar pustaka kalian, follow untuk terus mendapatkan notifikasi dari author.
.
.
.
Malam ini Nada masih memikirkan perkataan Faris dan Ben, mereka saling memperingati Nada soal 'bukan akan baik-baik'.
Sebenernya ada apa sih di antara mereka? pikir Nada.
"Hoi!" Melodi yang baru saja pulang dan baru saja selesai mandi tiba-tiba datang mengaggetkan Nada.
"Ngagetin aja, keringin dulu tuh rambut kamu, baru tiduran--"
Belum juga Nada menyelesaikan kalimatnya, Melodi langsung saja menjatuhkan dirinya ke kasur.
"Melo! Basah tau," protes Nada dengan mata melotot.
Melodi hanya memeletkan lidahnya meledek Nada, seketika itu Nada merubah raut wajahnya dan hanya menatap Melodi dengan wajah datar, kemudian ia ikut merebahkan dirinya ke kasur.
"Katanya basah? Tapi ikut tiduran juga wuuuu," protes Melodi.
"Mel--"
"Ben itu--orangnya gimana sih?" tanya Nada.
Melodi hanya tersenyum, sambil menatap Nada dengan tatapan anehnya.
"Kenapa liatnya begitu?" ucap Nada.
"Suka ya?" tanya Melodi blak-blakan.
"Enggak, cuma penasaran aja," jawab Nada.
"Awalnya penasaran, akhirnya perasaan," timpal Melodi.
"Enggak, aku lagi suka sama seseorang, tapi bukan, Ben."
Melodi membaringkan tubuhnya ke arah Nada sambil menatpnya seakan berkata, "siapa?"
Sedangkan Nada tak menjawabnya, ia merebahkan dirinya ke arah sebaliknya dan berpaling dari Melodi.
"Nad, siapa?" Melodi menggoyangkan tubuh Nada.
"Groook~" Nada membuat suara dengkuran, ia berpura-pura sudah terlelap.
"Ih siapa ih?" Melodi menggelitik bagian pinggang Nada.
"Mel diem ah! Ngantuk nih." Nada berusaha menghindar, tetapi Melodi berusaha mengganggunya, sehingga mereka berdua membuat keributan yang membuat seekor monster bumi naik ke atas kayangan.
Mendengar suara langkah kaki dari arah tangga sedang naik ke atas, Melodi dan Nada langsung berpura-pura tidur. Aqilla membuka pintu kamar mereka, ia mengintip dan mendapati kedua putrinya yang sudah tertidur, kemudian ia mematikan lampu kamar mereka dan menutup pintu kembali.
"Masih ada?" bisik Melodi pada Nada.
Nada mengintip dan tak mendapati siapapun, pintu sudah tertutup dan keadaan gelap.
"Kayaknya udah turun ke bumi," balas Nada.
"Jadi--siapa cowok yang kamu suka?" tanya Melodi yang masih penasaran.
"Udah ah jangan dibahas, cuma suka doang, ga lebih," jawab Nada.
"Nad! Siapa ih?" ucap Melodi.
"Iya, siapa sih?" ucap suara miesterius dari kolong tempat tidur.
Nada dan Melodi saling bertatapan, keringat dingin keluar dari tubuh mereka. Nada menggerakkan kepalanya ke arah kanan seolah berkata, "siapa itu?" dan Melodi hanya menggeleng seakan berkata, "ga tau."
Nada menggerakkan kepalanya ke depan seolah menyuruh Melodi untuk melihat ke kolong tmpat tidur, tetapi Melodi tak mau, ia kembali menggelengkan kepala.
Dug!
Suara pukulan dari kolong tempat tidur membuat kedua anak kembar itu bangkit dan berlari keluar dari kamar, seketika itu juga kayangan dibuat gempar oleh suara misterius dari kolong tempat tidur. Melodi dan Nada memanggil raja bumi untuk membantu masalah yang terjadi di kayangan, Tama berjalan naik ke kayangan bersama kedua putrinya yang bersembunyi dibalik tubuh ayahnya. Tama membuka pintu dan mendapati Aqilla yang sedang berbaring di kasur mereka.
"Kenapa kabur?" tanya Aqilla pada Nada dan Melodi, dengan tatapan membunuhnya.
Dan ternyata sesuatu yang dari tadi bersembunyi di kolong tempat tidur mereka, lebih menyeramkan dari pada hantu.
"Dan kamu, Nada--"
"Siapa cowok yang kamu suka? Anak yang tadi sore ke sini?" tanya Aqilla.
Cowok yang ke sini? batin Melodi.
"Faris?" tanya Tama.
"Faris?" tanya Aqilla dan Melodi bersamaan sambil mengerutkan dahi, sejujurnya mereka tak tahu siapa itu Faris.
"Aaaargh!" Tama mengangkat satu kakinya dan berjalan pincang ke tembok di samping pintu.
Nada menginjak kaki Tama dengan tatapan yang persis seperti Aqilla tadi, "pengkhianat ...," guamnya pelan.
"Bu--bukan, Faris pokoknya."
"Oh, berarti bener, Faris," ucap Aqilla dan Melodi.
Nada menggerutu tak jelas dengan wajah juteknya, ia mengambil selimut dan menjatuhkan dirinya di kasur seraya menyembunyikan dirinya dari semua orang.
***
Sejatinya selalu ada dua sisi dalam segala aspek, seperti malam dan pagi misalnya. Tak terasa kini waktu menunjukkan sisi terangnya dengan memamerkan sosok mentari. Melodi bangun dari tidurnya, ia tak mendapati sosok Nada di sampingnya, Melodi keluar dari kamarnya dan segera menuju kamar mandi, tetapi langkahnya terhenti ketika melihat Nada sedang telfonan dengan seseorang, ia menyeringai dan berjalan perlahan ke arah Nada untuk menguping pembicaraan.
"Aku berangkat sama, Ayah," ucap Nada.
"Hari ini aku pulang sama, Melodi, jadi ga bisa," ucap Nada lagi.
Hohohoho modus-modus berkencan, batin Melodi.
Nada mematikan telfon itu dan memutar tubuhnya ke belakang, ia menangkap sosok dedemit yang sedang tersenyum menatapnya.
"Apa?" tanya Nada dengan wajah datar.
Dedemit itu hanya menggelengkan kepalanya sambil menyeringai.
"Aku nanti ada acara, kamu pulang sendiri aja," ucap Dedemit itu berbohong, ia hanya ingin Nada bisa lebih dekat dengan sosok pria yang ia sukai. Jujur saja, selama ini Nada tak pernah tertarik untuk jatuh cinta, ia adalah penyendiri, ia menutup dirinya dari dunia. Nada hanya membalasnya dengan jempol andalannya, masih dengan wajah datar.
Setelah itu mereka menghabiskan sarapan buatan Aqilla dan segera berangkat ke sekolah bersama Tama, sesampainya di sekolah, Melodi menuju ke kelasnya dan Nada juga menuju ke kelasnya, di perjalanan menuju kelasnya Nada merasa akward dengan kejadian semalam, bisa-bisanya Tama keceplosan, karena hanya Tama yang tahu tentang sosok Faris, mungkin Melodi pernah bertemu, tetapi ia tak tahu jika sosok pria yang pernah salah sasaran memberikan bunga padanya adalah Faris.
Sesampainya di kelas, Nada mendapati sosok Faris yang sedang duduk sambil membenamkan kepalanya di tas miliknya yang berada di atas meja. Nada melihat jam tangan berwarna putih yang selalu ia kenakan, dan jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh, sedangkan bel masuk berbunyi jam tujuh tepat.
Tumben pagi, batin Nada sambil menatap Faris yang tidur.
"Pagi," sapanya sambil tersenyum.
Faris tak menjawab, sepertinya ia tidur dengan nyenyak, cuaca belakangan ini terasa dingin, mungkin karena sudah memasuki musim hujan. Nada baru menyadari bahwa Faris tak pernah mengenakan jaket, padahal ia selalu berangkat dan pulang mengendarai motor, Nada melepas cardigan hitam miliknya dan menutupi tubuh Faris yang tertidur, agar ia tak kedinginan. Namun, Faris malah bangun dan mengambil cardigan itu lalu mengembalikannya pada Nada.
"Pake aja, dingin tau," ucap Nada.
Faris tak menjawab, ia justru kembali membenamkan wajahnya di atas tasnya.
"Kamu sakit?" tanya Nada heran, yang ia tahu Faris adalah anak yang cukup banyak bicara.
"Cuacanya lagi dingin kan? Kamu pake aja sendiri," balas Faris masih dengan pose begitu.
"Kamu tuh harusya jaketan--" Nada menatap punggung pria itu.
"Ga mau ...," potongnya lirih.
"Aku aja kedinginan," balas Nada.
"Minta beliin jaket aja sama, Ben," ucap Faris.
"Ben?" tanya Nada heran.
Faris bangkit dari posisinya, ia duduk sambil menatap Nada. "Kamu kan kemarin bilang mau pulang sama, Melodi--"
"Tapi aku liat kamu malah pulang sama, Ben--"
"Kalo emang ga nyaman bareng aku, jujur aja--
"Aku ga akan ngajak kamu lagi kok--"
"Kamu salah paham deh, itu tuh--" Nada berusaha menjelaskan kejadian kemarin, ketika Ben tiba-tiba datang menawarkan tumpangan, awalnya ia menolak, tetapi Ben memaksa, dan Nada bukan tipikal orang yang menolak kebaikan orang lain.
"Aku tersinggung." Faris beranjak dari duduknya.
"Aku udah memperingati kamu, Ben itu bukan pria yang baik, jujur ... aku ga mau terlibat." Faris berjalan keluar, Nada berdiri dan mengikutinya.
"Ga baik kenapa?" tanya Nada.
"Bukan tipeku yang mengumbar keburukan orang lain, kamu cari tahu sendiri aja, intinya aku udah coba kasih tau," jawab Faris.
"Ris, tunggu," ucap Nada menarik lengan seragam Faris.
"Yo," Ben berdiri di hadapan mereka.
"Tukang pukul udah masuk sekolah lagi? Gimana skorsnya? Seru?" ucapnya pada Faris.
Tukang pukul? Nada sangat bingung dengan posisinya saat ini.
"Tukang pukul apa?" tanya Nada.
"Sebelum kamu pindah ke sini, dia itu kena skors--" jawab Ben.
"Gara-gara mukulin orang sampe masuk rumah sakit."
Nada menoleh ke arah Faris, Faris membelakangi mereka sambil sedikit menoleh dan menatap Ben dengan ujung matanya. Namun, ia berjalan pergi meninggalkan mereka berdua, tanpa jawaban yang sangat ingin Nada dengar.
"Ris?" Nada melangkah untuk mengejar Faris.
"Gina," Ben menarik tangan Nada sambil menggeleng.
"Dia butuh waktu menjernihkan kepalanya," ucap Ben.
Ben semakin erat menggenggam tangan mungil Nada. "Bisa kita bicara sebentar?"
"Tentang pulang bareng?" tanya Nada.
"Iya tadi pagi aku telfon dan bilang gitu, tapi sebenernya aku cuma mau ngomong sesuatu aja sama kamu--"
"Kalo emang ga bisa pulang bareng ya gapapa, aku ngomong sekarang aja." Lanjut Ben.
Nada hanya diam dan menunggu, Ben memasukkan tangan kirinya ke dalam kantong celananya dan tangan kanannya mengusap punggung tangan Nada, ia menatap lantai sekolah sejenak sambil menarik napas, kemudian ia menatap Nada tepat dan tajam ke arah bola matanya.
"Aku suka kamu."
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top