6 : Di Antara Mereka
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Hasil dari pemikiran penulis dengan bantuan sumber-sumber terkait dan sedikit pengalaman pribadi. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian perkara dan adegan, itu merupakan suatu kebetulan semata.
Jika kalian suka, tinggalkan jejak vote & comment. Dan jangan lupa tambahkan cerita ini ke daftar pustaka kalian, follow untuk terus mendapatkan notifikasi dari author.
.
.
.
Malam telah berlalu, ia datang menjadi utusan langit untuk menghapus nestapa di hari kemarin. Nada baru saja bangun dari tidurnya, ia menatap melodi yang sedang duduk sambil melamun.
"Dor!" Nada membuyarkan Melodi dari lamunannya, Melodi menatap Nada dengan mata berkaca-kaca. "Maafin aku ...," ucap Melodi pada Nada.
"Aku yang minta maaf." Nada memeluk kembarannya. "Kamu ga salah, temen-temen kamu juga ga salah, aku aja yang terlalu sensitif," lanjut Nada.
Setelah mereka saling meminta maaf, seperti biasa Melodi dan Nada mulai bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Aroma makaroni skotel menusuk hidung mereka yang baru saja selesai mandi dan mengenakan seragam.
"Wah skotel!" ucap Melodi sambil mengambil sepiring makaroni skotelnya, begitupun dengan Nada, ia menyematkan senyum pada Aqilla sebelum mengambil sarapannya.
"Meskipun sekarang kita jadi urang sunda, tapi ga ada yang beda kok, kita tetep berpegang teguh pada budaya eropa," ucap Aqilla bercanda.
Sementara itu, Tama sudah lebih dahulu menghabiskan sarapannya, sekarang ia duduk di kursi teras sambil menunggu kedua anaknya sarapan. Tama memandang foto di dalam ponselnya, sebuah foto ketika ia masih berkuliah di Yogyakarta, di dalam foto itu ada enam orang yang sedang berpose, termasuk Tama. Ia menyeruput cangkir kopinya sambil bernostalgia, satu hal yang Tama yakin, mereka juga rindu.
Fokus Tama tertuju pada salah satu orang yang sedang tersenyum di dalam foto, sambil menyeruput kopinya, matanya ikut berkaca-kaca. Jika memang semua orang di dalam foto itu mengadakan reuni, hanya satu orang itu saja yang mungkin tak akan hadir.
"Ayah, ayo!" ucap Melodi bersemangat, sontak Tama mengunci layar ponselnya dan melihat jam tangannya.
"Aku berangkat dulu," ucap Tama pada Aqilla, Aqilla membalasnya dengan mencium tangan Tama dan segera merapikan cangkir kopi milik Tama.
Banyak obrolan di dalam mobil, pagi ini Melodi membawa Nada ke kelasnya agar tidak terjadi kesalahpahaman lagi, Melodi mengenalkan kembarannya pada teman-temannya. Salah seorang anak band memerhatikan Nada sambil tersenyum. Ketika Nada berjalan menuju kelasnya, pria itu mengikutinya.
"Hei," sapanya pada Nada. Sontak Nada menoleh ke arahnya.
"Halo," balas Nada sambil menatap pria itu.
"Sorry kemarin, aku ga tau kalo ternyata kamu itu kembarannya, Melodi," ucapnya sambil mengajak Nada bersalaman.
"Gak papa kok, aku juga kok yang salah," balas Nada sambil menjabat tangan pria itu.
"Oh iya, Beni Sancaka, panggil aja, Ben." Ben tersenyum pada Nada.
"Nada Regina Mahatama, panggil aja--"
"Gina." Ben memotong ucapan Nada.
Nada mengerutkan dahinya, "Panggil aja, Nada," balasnya.
Mereka berdua memperdebatkan panggilan Nada, Ben ingin memanggilnya Gina, sedangkan Nada ingin dipanggil Nada.
"Aku ga suka panggilan itu," protes Nada.
"Tapi aku suka!" balas Ben ngotot.
"Aku mau jadi yang beda," lanjutnya.
Perdebatan sepele ini membuat Nada menggelengkan kepala dan tak begitu memusingkannya. Ben mengantar Nada sampai di kelasnya.
"Yaudah, aku balik dulu ya ke kelas," ucap Ben.
Nada hanya mengangguk sambil mengacungkan jempolnya. Setelah Ben pergi, Nada duduk di kursinya, Faris menatapnya sambil menopang kepalanya dengan tangan kanannya yang berada di atas meja.
"Kamu kenal, Ben?" tanya Faris.
Nada hanya mengangguk.
"Dia itu bukan cowok baik-baik loh," ucap Faris lagi.
"Dia temennya, Melodi," balas Nada.
Faris menyipitkan matanya, ia tak mengerti dan tak tahu, siapa itu Melodi.
"Gadis yang kamu kasih bunga, hari minggu kemarin."
"Aku ga pernah kasih bunga ke siapa-siapa--" Faris menatap mata Nada dengan tajam.
"Selain kamu."
Wajah Nada memerah, ia berusaha menyembunykan senyumnya di balik wajah datarnya. Dugaannya bahwa Faris hanya salah orang itu ternyata benar. Nada menjelaskan bahwa dia memiliki saudara kembar yang bernama Melodi, dan Faris mulai mengerti, memang pada saat itu Faris merasa aneh dengan Nada. Dan ternyata memang mereka adalah dua gadis yang berbeda.
"Nanti mau pulang bareng?" ajak Faris.
"Aku mau pulang sama, Melo," jawab Nada, Faris tak bisa berkata-kata, Nada hanya pulang bersama Faris jika Melodi sedang latihan band.
Waktu sangat cepat berlalu, terdengar jelas suara lonceng tanda pulang sekolah, membuat anak-anak remaja itu keluar dari dalam kelas mereka bak semut-semut yang menemukan makanan.
"Nad, aku ada urusan dulu, kamu gak papa kan pulang sendirian?" tanya Melodi yang duduk di motor milik Irfan.
"Oh, yaudah gak papa kok," balas Nada sambil tersenyum.
Begitu Melodi dan Irfan pergi, seseorang membunyikan klakson motornya, hingga membuat Nada kaget dan sedikit melompat untuk menghindar.
"Hahaha kaget ya?" ucap Ben.
Nada hanya menatapnya dengan muka datar tanpa respon apapun.
"Melodi ke rumah sakit kan? Wali kelasku lagi dirawat, jadi pada konfoi jengukin. Mau pulang bareng? Kebetulan rumah kita se arah." Ajak Ben.
"Kamu ga ikut jenguk?"
"Aku ada urusan lain, jadi ga bisa ikutan. Gimana, mau ikut aku ga?"
Nada akhirnya memutuskan untuk menerima ajakan Ben, ia duduk di belakang Ben dan segera melaju. Ben tidak langsung mengantar Nada pulang, ia mengajak Nada untuk jajan sebentar, dan Nada menyetujuinya, mereka berdua berhenti di pinggir jalan dan membeli es kelapa muda.
"Seger! Kamu suka es kelapa?" tanya Ben yang baru saja menghabiskan segelas es kelapa mudanya.
Nada hanya mengangguk saja, ia adalah wanita yang hemat bicara. Ia hanya banyak bicara di depan Melodi. Ben tersenyum sambil melihat ke arah Nada yang sedang menyeruput es nya melalui sedotan. "Aku juga suka."
Ben menyibakkan rambut Nada ke samping, "awas kena es rambutnya." Sontak membuat wajah Nada menjadi merah.
"Kamu cepet banget minumnya," ucap Nada berbasa-basi, ia agak canggung.
"Sengaja--biar bisa lama, liatin kamu nya," balas Ben.
Nada yang sedang minum jadi tersedak mendengar ucapan Ben.
"Kamu ga papa?" tanya Ben.
Nada hanya mengangguk.
"Makanya, pelan-pelan minumnya." Ben menyentil kening Nada samil tersenyum.
Nada menjadi canggung, entah apa yang ia rasakan. Yang jelas, ada suatu perasaan yang timbul dalam dirinya, yang bahkan ia tak tahu, perasaan apa itu.
Tanpa mereka sadari, sepasang bola mata mengamati mereka dari balik helmnya. Seorang pria dengan seragam SMA yang sama dengan Ben dan Nada.
Setelah puas dengan es kelapa, Ben mengantarkan Nada pulang ke rumah. Sesampainya di depan pagar, Aqilla sedang menyapu halaman, ia menatap putrinya yang pulang bersama dengan laki-laki, Aqilla menghampiri mereka.
"Sore, Tante," ucap Ben sambil menundukan kepalanya.
Aqilla tersenyum pada Ben.
"Ini pasti, Faris kan?"
Ben mengerutkan dahinya, "Faris?" sambil menoleh ke arah Nada.
"Nama saya, Beni Sancaka. Saya bukan, Faris, Tante," balasnya pada Aqilla.
"Jangan bilang, Faris Nughroho?" ucap Ben dengan wajah yang serius.
"Emang kenapa kalo, Faris Nugroho?" tanya Nada agak sinis.
"Dia bukan anak baik-baik," ucap Ben pada Nada dan Aqilla.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top