17 : Terjerat Jaring Asmara
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Hasil dari pemikiran penulis dengan bantuan sumber-sumber terkait dan sedikit pengalaman pribadi. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian perkara dan adegan, itu merupakan suatu kebetulan semata.
Jika kalian suka, tinggalkan jejak vote & comment. Dan jangan lupa tambahkan cerita ini ke daftar pustaka kalian, follow untuk terus mendapatkan notifikasi dari author.
.
.
.
Sore ini agak mendung, membuat udara di wilayah Bandung menjadi agak dingin. Sherlin sedang memandang kolam ikan yang terletak di samping rumah dari balik jendela kamarnya. Pandangannya terhisap ke arah Faris yang sedang duduk memandangi ikan-ikan yang berada di dalam kolam. Sherlin menoleh ke arah pintu kamarnya, ia mendapati Nada yang sedang berdiri di sana.
"Kak Sher kapan ke Jogja lagi?" tanya Nada sambil berjalan masuk dan duduk di atas tempat tidur Sherlin.
"Sebentar lagi kalian ulang tahun kan?" tanya Sherlin balik.
Nada hanya mengangguk sambil memeluk bantal milik Sherlin.
"Kak Sher mau di sini sampai kalian ulang tahun, mau ikut rayain ulang tahun kalian, tapi ...," ucapan Sherlin berhenti sambil tersenyum licik.
"Tapi?" Nada memicingkan matanya sambil menunggu lanjutan dari kalimat Sherlin.
"Kasih makan ikan dulu sana!" lanjut Sherlin.
Nada tersenyum. "Cuma itu aja?" Sherlin membalasnya dengan anggukan kepala diiringi senyum manisnya.
Nada beranjak dari kasur dan langsung berjalan menuju kolam ikan. Sejujurnya Sherlin hanya mengerjainya, ia ingin melihat langsung bagaimana Nada jika bertemu dengan Faris. Nada dan Faris hampir tak pernah berbincang, tetapi Sherlin tahu bahwa mereka berdua saling mencari. Terlihat jelas dari gelagat mereka yang sering melirik ke sembarang arah dengan harapan saling menemukan.
Tepat! Nada menghentikan langkahnya ketika melihat Faris yang sedang duduk di pinggir kolam. Selama Ibunya bekerja di rumah Tama, Faris juga ikut sebagai bentuk terimakasihnya pada Tama.
"Hayoloh, hayoloh," gumam Sherlin yang menatap Nada dari balik jendela kamar.
Nada memberanikan diri, ia berjalan hingga posisinya sejajar dengan Faris. Nada hendak memberimakan ikan, tetapi Faris berkata bahwa ia baru saja memberi makan ikan.
"Oh, udah di kasih makan ya?"
"Udah barusan," jawab Faris singkat.
Mereka agak canggung.
"Kamu besok udah mulai sekolah ya?" tanya Nada yang mencoba membangun suasana.
"Iya, besok hukumanku udah dicabut," jawab Faris.
"Maaf ...," ucap Nada secara tiba-tiba.
Faris menatapnya, sejujurnya ia tak tahu untuk apa maaf barusan.
"Gara-gara, Beni ...."
"Udah sebulan yang berlalu, santai aja. Aku udah masa bodo sama kejadian itu dan ga menyalahkan siapa-siapa. Kalo ada yang salah--itu karena emosiku yang mendadak pecah," potong Faris.
"Jadi jangan merasa bersalah. Toh, Beni aja ga merasa bersalah, jadi ga seharusnya kamu yang gantiin dia buat merasa bersalah."
"Boleh aku duduk di sini?" tanya Nada.
"Ini rumah kamu, ga seharusnya minta izin sama orang asing," jawab Faris.
Sherlin membuka jendela kamarnya, ia mengambil violin dan memberikan bumbu penyedap untuk membangun suasana di antara Faris dan Nada. Sherlin membawakan lagu My Heart Will Go On yang ditulis oleh Celine Dion.
https://youtu.be/tFdlhlmQ-ek
Selamat menikmati hidangan utamanya, Tuan Jack, Nona Rose, batin Sherlin sambil menutup matanya dan merasakan setiap gesekan bow nya .
Suasana di pinggir kolam itu berubah, mendengar alunan melodi berkualitas tinggi membuat Faris dan Nada merasa sedang berada di atas kapal pesiar yang megah. Membuat ikan-ikan yang berada di kolam menjadi lupa diri, seolah mereka sedang berenang di hamparan laut yang luas.
"Berasa lagi di Titanic," ucap Faris sambil tersenyum dan menggelengkan kapalanya.
Sejujurnya itu senyum pertama Faris yang muncul, setelah ia dan Nada tak pernah berbincang.
"Iya," balas Nada sambil tersenyum. Faris mengangkat tangannya, secara refleks ia menyampingkan poni Nada yang agak berkibar karena terpaan angin. Wajah Nada memerah, gadis itu ingat betul pertemuan pertamanya dengan Faris di halaman depan rumahnya.
"Cantiknya," gumam Faris lirih sambil memperhatikan wajah Nada.
Nada menyentuh tangan Faris yang menyibakkan rambutnya, ia menutup mata sambil menempelkan tangan itu ke hidungnya seraya dengan tarikan napasnya yang berusaha menghirup aroma tangan lembut yang menyentuhnya.
"Harum," gumam Nada lirih, membuat wajah Faris menjadi merah. Keadaan berbalik 180 derajat, Faris yang tersipu malu sekarang, tetapi membiarkan tangannya tetap berada di sana.
Mereka berdua saling bertatapan. Wajah Nada memerah, ia sepertinya tak menyadari perbuatannya barusan dan langsung beranjak dari duduknya, tanpa kata ia berjalan agak cepat masuk ke dalam rumah. Sementara Faris masih memperhatikannya yang berjalan menjauh.
Kena ya kamu hehehe straight into your heart, batin Sherlin yang senyum-senyum sendiri melihat adegan drama barusan.
"Kak Sherlin! Sengaja ya?" ucap Nada yang tiba-tiba berada di kamar Sherlin lagi.
"Sengaja apa?" tanya Sherlin berpura-pura tidak mengerti.
Nada mengambil bantal dan melemparnya ke arah Sherlin. "Heh!" pekik Sherlin yang wajahnya tertimpuk bantal.
"Lagian ya, kamu ga pernah cerita tentang pacar kamu si Ben Ben itu. Orang mah ya namanya jatuh cinta pasti banyak cincong tau! Kakak aja cerita tentang pria Kakak ke Ayah sama Bunda. Kamu tuh sebenernya ... pacaran beneran ga sih?" tanya Sherlin blak-blakan.
"Lagi Kakak liat-liat, kamu sama Faris tuh cocok tau. Dia sering diem-diem mandangin kamu tau ga! Kalo ga ada kamu, dia kayak nyariin, persis kayak kamu deh yang nyariin dia juga," lanjut Sherlin.
"Mana hobinya sama, ngerawat tanaman. Kenapa ga sama-sama ngerawat perasaan sih?" Sherlin tak memberikan waktu untuk Nada menjawab.
Sherlin berjalan dan mengambil sebuah buku. "Kamu harus baca ini deh! Hati yang Miris di Balik Jiwa Humoris, tulisannya Erzullie. Ini tuh persis kayak kamu tau ga! Kamu itu kayak Andis Sagara, Beni itu kayak Nayla dan Faris itu Indri. Udah, baca sana! Pelajari kisahnya."
Nada mengambil buku itu dan menatap sampulnya. Sejujurnya ia sendiri tak tahu tentang perasaannya, ia merasa asing menjadi dirinya sendiri. Di satu sisi, Nada menyukai Faris dan di sisi lain, ia adalah gadis milik Beni Sancaka. Ben memang pria yang biasa saja, tapi pada momen-momen tertentu, ia mampu membuat Nada merasa tenang.
"Sekalian kamu pre-order tuh buku Mantra Coffee season dua bulan ini, dan beli season satunya lewat Shopee. Liat kisah cintanya seorang Retsa Pratama yang setia sama Aqilla Maharani!" timpal Sherlin.
"Kok kayak kenal?" Nada memicingkan matanya.
"Iya, mirip banget kisahnya sama Ayah dan Bunda! Pokoknya jangan lupa. Udah gih sana, Kakak mau mandi dulu." Sherlin berjalan keluar kamar, sementara Nada masih diam di kamar Sherlin sambil membaca buku yang Sherlin berikan.
Nada menatap violin yang tergeletak di dalam case nya. Violin itu berada di meja yang langsung bersebelahan dengan jendela. Nada beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah jendela, ia menatap pemandangan di luar dan mendapati Faris yang sedang menatap ke arahnya dari pinggir kolam.
Nada langsung berjongkok dan bersembunyi di balik tembok. Ia mengingat ucapan Sherlin bahwa Faris diam-diam sering mencari keberadaannya. Dadanya berdebar, entah, semakin ia menghindar justru semakin dalam ia terjerat dalam jaring asmara. Nada duduk bersandar sambil melamun.
***
Jam makan malam 'pun tiba, selama Faris dan Bu Darmi bekerja di rumah Tama, ia menanggung biaya makan mereka berdua. Mengingat Bu Darmi tidak memilik suami yang menafkahinya dan juga sosok Faris yang masih terlalu kecil untuk menopang beban Ibunya. Tama dan Aqilla hanya berusaha meringankan beban Bu Darmi dan Faris.
Tama dan keluarganya memang licik, mereka selalu membiarkan Nada duduk di sebelah Faris. Mengingat rahasia Nada sudah terbongkar bahwa ia menyukai Faris, dan tampaknya hal serupa juga terjadi pada Faris. Tama membiarkan putrinya jatuh lebih dalam terhadap perasaannya pada Faris ketimbang Ben, mengingat bahwa Tama sebenarnya mengetahui kelakuan Ben melalui ingatan Melodi.
Nada yang salah tingkah tiba-tiba saja tersedak. Tama menatap Faris seakan memberikannya kode, Faris menangkap sinyal itu dan langsung memberikan Nada segelas air.
"Pelan-pelan makannya," ucap Faris yang membuat seisi meja makan itu tersenyum.
Sebelumnya Tama memang memberikan misi yang berat kepada Faris. Ia menyuruh Faris merebut hati Nada dari Beni Sancaka. Secara, Tama tak menyukai pria yang hampir berbuat hal yang buruk kepada Melodi. Ada kemungkinan hal serupa bisa terjadi menimpa Nada, dan sebelum itu terjadi, Tama ingin Faris merebut hati Nada.
"Oh iya, sebentar lagi Melodi sama Nada ulang tahun. Faris sama Bu Darmi nanti ikut makan-makan ya," ucap Tama.
"Duh saya jadi ga enak," balas Bu Darmi.
"Harus ikut!" timpal Sherlin sambil terkekeh. Selama ia di rumah, Sherlin sering membantu pekerjaan Bu Darmi dan mereka sering bertukar cerita.
"Faris boleh ikut?" tanya Aqilla pada Nada.
"Ya ikut aja," jawab Nada singkat.
"Ah--jawabannya kayak ga ikhlas. Maaf ya Faris--" Melodi berusaha mengompori
"Ikut, Faris ikut!" potong Nada.
"Ya, ya, ya, ikut ya," sambungnya seakan memohon pada Faris.
Faris hanya mengangguk.
"Yang ikhlas mintanya, ulang. Kalo ga ikhlas--" Sherlin juga ikut mengompori Nada.
"Faris ... ikut ya?" ucap Nada sambil memaksakan senyumnya.
Lagi-lagi Faris hanya mengangguk, sejujurnya ia merasa tak enak pada Nada.
"Farisnya ngomong dong," timpal Sherlin.
"Iya ... a--aku ikut," balas Faris malu-malu.
"Janji kelingking dulu dong biar ga musuhan," sambung Melodi.
Nada menatap Melodi dengan wajah datarnya.
"Aku janji pasti ikut kok," ucap Faris sambil memberikan jari kelingkingnya.
Nada menghela napas, ia menyambut kelingking Faris dengan kelingkingnya. "Terimakasih, aku pegang janjinya."
"Janji--harus--ditepati." Tama dan Aqilla memperagakan janji khas mereka sedari masa-masa pacaran dahulu.
"Tuh! Gitu caranya, ikutin!" tutur Sherlin.
"Arrrghh ... ampun yawla," gumam Nada yang kusut.
Nada menyodorkan kelingkingnya, mereka melakukan janji ulang.
"Janji--harus--ditepati," ucap Nada.
"Berdua dong ngomongnya! Kok diem aja sih, Ris?" tanya Melodi.
"Cukup!" bentak Nada dengan wajah yang menyeramkan.
"Jangan buat Faris merasa ga nyaman ada di meja makan ini ...," ucapnya pelan sambil menggenggam erat garpu makan yang siap melayang kapan saja.
Nada mirip dengan Aqilla yang jika sudah marah maka terlihat menyeramkan. Faris menyentuh pundak Nada sehingga Nada menoleh ke arahnya.
"Makasih karena udah belain aku, tapi aku merasa nyaman kok. Sejujurnya aku seneng bisa jadi bagian dari rumah ini, meskipun bukan siapa-siapa," ucap Faris secara tiba-tiba. Ia menyodorkan jari kelingkingnya pada Nada. "Jangan marah, kamu tetep cantik, tapi ga secantik kalo lagi senyum."
Nada luluh, emosinya surut. Gadis itu kini menyambut kelingking Faris. "Janji--harus--ditepati," ucap mereka bersama-sama.
Tak ada kata, semua yang ada di meja makan hanya bisa tersenyum sambil fokus memakan makanan mereka. Menyisakan Nada dan Faris yang saling bertatapan. Lagi-lagi Faris menyampingkan poni Nada. "Kamu harus potong rambut kayaknya, biar cantiknya ga ketutupan."
Nada memalingkan wajah tanpa kata, ia melanjutkan makan malamnya, begitu juga dengan Faris.
Setelah makan malam, Bu Darmi dan Faris pamit untuk kembali ke rumahnya.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top