16 : Sebuah Permohonan
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Hasil dari pemikiran penulis dengan bantuan sumber-sumber terkait dan sedikit pengalaman pribadi. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian perkara dan adegan, itu merupakan suatu kebetulan semata.
Jika kalian suka, tinggalkan jejak vote & comment. Dan jangan lupa tambahkan cerita ini ke daftar pustaka kalian, follow untuk terus mendapatkan notifikasi dari author.
.
.
.
Semenjak insiden Beni dan Melodi, pria itu tak pernah masuk sekolah. Baru hari ini batang hidungnya terlihat lagi. Ben terlihat aneh, ia tak seperti biasanya, wajahnya pucat dan menjadi orang yang pendiam.
Jam istirahat yang biasa ia habiskan bersama Nada, kini ia habiskan di kantin sekolah sambil menikmati es teh manis dan beberapa gorengan.
"Ben," panggil Nada yang tiba-tiba hadir di belakangnya.
Ben tak menjawab, ia hanya diam.
"Kamu ke mana aja?" tanya Nada.
"Aku minta maaf," ucap Ben pada Nada.
"Maaf? Buat?" tanya Nada heran.
"Buat hari itu .... waktu aku ngajak kamu jalan bareng temen-temen Wanaraja," jawab Ben.
"Hah? Kamu ngomong apa sih?" tanya Nada semakin heran.
"Kamu ga inget?" tanya Ben sambil menatap wajah Nada.
"Aku ga ngerti, kita kan ga pernah jalan bareng temen-temen kamu? Aku juga ga akan mau," jawab Nada.
Ben merasa bingung, tetapi terukir senyum di wajahnya. Gina lupa? Obatnya bekerja?
"Lupain aja topik barusan, aku lagi agak aneh aja, maaf."
"Kamu ga sakit kan?" tanya Nada.
Ben hanya menggeleng diiringi senyuman.
***
"Kamu mau bareng aku ga?" tanya Ben di koridor kelas, ketika bel pulang baru saja berbunyi beberapa menit yang lalu.
"Aku sama Melodi aja," jawab Nada.
Melodi keluar kelas, ia mendapati Ben dan Nada yang tengah berbincang. Kepalanya tiba-tiba sakit, Melodi memijat pelan keningnya sambil berjalan ke arah Nada. "Ayo," ajaknya.
Nada dan Melodi pulang bersama. Mereka berdua menggunakan transportasi angkutan kota. Tak butuh waktu lama untuk tiba di rumah, mengingat jarak tempuh yang tak terlalu jauh antara sekolah dan rumah mereka.
Sesampainya di halaman, Nada dan Melodi menyematkan senyum pada Bu Darmi yang sekarang bekerja di rumah mereka. Bu Darmi adalah Ibunda dari Faris Nugroho, setelah Tama membantu keluarganya, Bu Darmi ingin membalas budi kepada Tama dan keluarganya.
Nada tampak mencari sesuatu, terlihat kepalanya yang terus jelalatan mencari keberadaan anak dari Bu Darmi yang biasanya juga berada di halaman rumah mereka.
"Baru pulang, Neng?" tanya Bu Darmi membuyarkan Nada dari pencariannya.
"Iya nih, Bu Darmi hehehe mumpung lagi ga ada kegiatan," jawab Melodi yang biasanya memang sering pulang terlambat.
"Faris ke mana, Bu?" tanya Nada.
"Faris lagi ke luar, ga tau ... jam segini biasanya dia selalu belum pulang dari luar," jawab Bu Darmi.
Melodi hanya tersenyum sambil berjalan menuju teras rumahnya yang beralaskan kayu vinil. Melodi baru saja duduk dan hendak melepas sepatunya, tetapi tiba-tiba ia terdiam. Melodi mendengar sebuah alunan violin yang terdengar sangat halus dan indah, seolah memanjakan telinganya. Wajahnya berbinar, tampak senyum yang sangat bahagia terpampang di wajahnya.
"Nada! Kakak pulang!" teriak Melodi yang membuat Nada terkaget, ia meninggalkan Bu Darmi dan langsung berlari menyusul Melodi yang telah selesai melepas sepatunya dan berlari masuk ke dalam rumah.
Ketika masuk ke dalam rumah, Nada menatap Melodi yang sedang diam seribu bahasa dengan pandangan yang lurus. Nada mengikuti arah pandangan Melodi, ia menangkap sosok wanita yang cantik dengan rambut panjang terurai, sedang duduk di kursi sambil bermain sebuah violin. Aqilla juga sedang duduk di sofa sambil mengamati permainan wanita itu, mereka semua terhanyut dalam permainan indahnya yang seakan menghipnotis pendengarnya.
Beberapa menit berlalu, wanita itu menghentikan permainannya dan menoleh ke arah Melodi dan Nada. "Selamat datang," tuturnya halus menyambut kepulangan Melodi dan Nada.
Sontak Melodi dan Nada berlari ke arah wanita itu, mereka berdua mendekap erat tubuh wanita itu. "Selamat dataaaang! Kangen Kak Sherlin," balas Melodi dan Nada yang menyimpan rindu pada Kakak tertuanya.
Sherlin Natawidya, wanita yang tampak cantik, anggun, dan berkharisma. Ia adalah seorang mahasiswa S2 kedokteran di Universitas Gajah Mada. Sherlin bukanlah anak kandung dari Tama dan Aqilla.
Waktu Tama berkuliah di Jogja dulu, ia pernah bertengkar dengan salah satu sahabatnya dan memutuskan untuk keluar dari Mantra Coffee. Dalam perjalannya, Tama bergabung dengan musisi jalanan bernama Jogja Undercover. Ia menemukan seorang gadis kecil yang sudah tidak memiliki keluarga, dan selama Tama berada di sana, Tama terus menjaga dan merawat Sherlin.
Sherlin menganggap Tama sebagai Kakaknya, tetapi lambat laun Sherlin merasa iri pada anak-anak yang memiliki orang tua. Mengetahui Tama memiliki kekasih bernama Aqilla, gadis kecil itu memanggil Tama dengan sebutan ayah, dan Aqilla dengan sebutan bunda.
Setelah lulus kuliah Tama memutuskan untuk berbicara pada keluarganya tentang Sherlin, dan keluarganya tak keberatan untuk mengadopsi seorang gadis kecil. Keluarga Tama membiayai segala urusan kehidupan dan pendidikan Sherlin.
Sherlin tumbuh menjadi seorang musisi yang mendalami ilmu kedokteran. Ia terinspirasi dari sosok Sarah Danila Sari yang merupakan teman dari Tama. Sarah adalah seorang dokter yang sukses di dunia musik.
Melodi sangat suka sosok Kakaknya yang memang mengajarkannya banyak tentang musik. Melodi ingin menjadi seperti Aqilla dan Sherlin yang berkecimpung di dunia musik, melihat Kakaknya berada di rumah adalah suatu kebahagiaan untuk Melodi. Begitu 'pun dengan Nada, ia menyukai Sherlin yang memiliki sifat agak pendiam, tetapi peduli terhadap orang-orang di sekitarnya.
Setelah makan malam, Sherlin, Melodi, dan Nada menuju ke kamar si kembar. Mereka bercerita tentang banyak hal. Melodi juga membeberkan bahwa Nada menyukai Faris walaupun sudah memiliki pacar.
"Nada genit!" ledek Sherlin sambil tertawa.
"Enggak! Dia bohong, Kak! Jangan dengerin Melo," celetuk Nada.
"Serius aku, Kak. Nada udah mulai nakal," balas Melodi diiringi tawa renyahnya.
Tiba-tiba Aqilla membuka pintu, ia mengisyaratkan Melodi dan Nada untuk segera tidur, mengingat esok hari mereka harus masuk sekolah. Sherlin mengecup kening kedua adiknya, ia menyelimuti Melodi dan Nada, lalu berjalan ke arah Aqilla. Sherlin mematikan lampu kamar adiknya dan menutup pintu. "Selamat tidur," ucapnya sesaat sebelum menutup pintu.
"Itu Ayah udah pulang, katanya mau ngobrol?" ucap Aqilla.
"Malem banget pulangnya?" tanya Sherlin.
"Mungkin lagi banyak kerjaan. Biasanya ga semalam ini, masih ikut makan malam sama-sama," jawab Aqilla.
Mereka berdua turun dari tangga. Tama agak terkejut melihat Sherlin yang tiba-tiba turun dari tangga.
"Oh, Sherlin ... apa kabar? Kamu kapan pulang? Harusnya bilang, biar ayah jemput," ucap Tama.
"Baik kok, Ayah apa kabar? Aku sengaja mau ngasih kejutan kecil aja hehehe," Sherlin berjalan ke dapur, ia membuat segelas teh hangat untuk Ayahnya.
"Ayah kan juga capek kerja, masa tega banget Sherlin minta jemput," lanjutnya lagi.
Tama, Aqilla dan Sherlin duduk bersama di ruang tamu, tetapi Sherlin menggiring mereka untuk berbincang di teras yang rimbun.
"Ayah--Bunda ...," panggil Sherlin lirih dengan tatapan yang sendu.
"Sherlin merasa jahat udah ninggalin rumah untuk menuntut ilmu. Sherlin kuliah di Jogja dan lanjut S2 lagi di Jogja. Banyak waktu dan biaya yang hilang, kalo bisa ... Sherlin pengen jemput hari-hari yang hilang bersama Ayah, Bunda, Melodi, Nada, dan Vian, tapi sayangnya ga bisa," ucap Sherlin secara tiba-tiba.
"Maaf kalo Sherlin egois ....." lanjutnya yang semakin tak karuan.
"Sherlin mau izin ... izin keluar dari rumah."
Tama dan Aqilla saling bertatapan, mereka berdua menatap Sherlin yang berwajah getir.
"Sherlin udah dewasa ... ada seorang pria yang ingin membangun sebuah keluarga bersama Sherlin," lanjut Sherlin dengan mata berkaca-kaca.
"Maaf kalo selama ini udah merepotkan Ayah dan Bunda ... maaf kalo selama ini bersikap egois ... maaf kalo belum bisa jadi yang terbaik buat Ayah dan Bunda ... tapi Sherlin punya satu permohonan. Sherlin tau Ayah bukan Ayah kandung Sherlin, begitu pun Bunda yang bukan Bunda kandung Sherlin ...."
Sherlin bersimpuh di depan Tama dan Aqilla, bulir air matanya menetes tak karuan. "Cuma satu permohonan Sherlin ...."
"Sherlin mohon Ayah dan Bunda sudi untuk menjadi wali pernikahan Sherlin, Sherlin cuma punya Ayah dan Bunda." Jika bukan karena Tama, entah seperti apa nasibnya saat ini. Ia tak punya keluarga untuk saling menopang, ia tak punya rumah untuk kembali, ia tak punya masa depan untuk di tuju. Namun, pria dingin dengan sarung tangan hitam yang hangat itu menjulurkan tangannya! Dari sekian banyak manusia, hanya ada Tama. Hanya Tama yang menggandeng tangan mungil itu dan memberikannya dunia. Sekali lagi, gadis itu merasakan sebuah kehangatan.
Tama dan Aqilla beranjak dari kursinya, mereka membungkukkan badan dan memeluk Sherlin dengan erat. Kehangatan dekapan Tama dan Aqilla melindunginya dari kejamnya angin malam.
"Kamu ga perlu memohon, Nak. Kita itu keluarga ... ga peduli kamu anak kandung siapa, bagi Bunda dan Ayah, Sherlin adalah seorang gadis kecil yang manis ... sorang gadis kecil yang udah banyak membanggakan Bunda sama Ayah," ucap Aqilla yang ikut meneteskan air mata.
"Bahkan jika keluarga Sherlin nanti kesulitan, jangan lupa bahwa Sherlin punya rumah, Sherlin punya tempat pulang. Sherlin punya Ayah dan Bunda yang siap membantu Sherlin. Jangan meminta maaf, Ayah lebih suka dapet ucapan terimakasih," timpal Tama.
"Terimakasih, Ayah, Bunda ... terimakasih buat dunia yang udah kalian berikan, terimakasih udah mengizinkan Sherlin menjadi bagian dari keluarga ini ... dan terimakasih untuk segalanya," ucap Sherlin sambil mendekap erat tubuh Ayah dan Bundanya.
"Sebentar lagi Sherlin lulus, dan setelah itu Sherlin akan bawa pria itu ke sini untuk bertemu Ayah sama Bunda."
"Sherlin lahir di Jogja, dan Sherlin ingin hidup di kota yang udah melahirkan Sherlin. Sekali lagi terimakasih karena udah sudi merawat Sherlin yang nakal ini," lanjut Sherlin.
"Kamu ga nakal, kamu anak yang baik dan manis. Kamu anak yang kuat dan ga cengeng. Ayah yang paling tahu kamu," balas Tama.
Sherlin bercerita banyak tentang pria yang ia suka. Bagaimana pertama kali mereka bertemu, bagaimana cara pria itu meluluhkan hati Sherlin. Gadis kesepian itu kini bercerita dengan wajah yang tampak tulus bahagia, ia terlihat sangat bahagia menceritakan prianya di hadapan Aqilla dan Tama, tanpa kepalsuan.
Tama yang paling tahu, Sherlin bukanlah wanita yang mudah dibuat jatuh cinta. Yang ia tahu hanya ... pria yang disebut namanya oleh Sherlin itu adalah seorang pria yang baik. Terpampang jelas dari ukiran senyum di wajah gadis kecil yang ia rangkul beberapa belas tahun lalu, kini gadis itu menjelma menjadi malaikat yang siap terbang dengan sayap lebarnya.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top