8. Jangan Ada Yaya Di Antara Kita
Vote dulu! Play mulmed buat keuwuan Emak sama Bapak.
.
.
.
Emak terlalu cans! Aku iri ):
---------------
"Mau masak apa, Mbak?" tanya Umi Salma pada Cista yang sibuk memilih bahan masakan.
"Sup ayam spesial ala Emak Cista," jawab Cista percaya diri.
Umi Salma hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Karena, memang masakan Cista tidak di ragukan lagi.
"Bang, haduh, saya, sampe, lari-lari, huh," ucap seorang perempuan yang terengah-engah sambil memegangi dengkulnya.
"Yeh, Mpok Yaya, tadi saya panggil-panggil juga gak keluar-keluar. Saya kira belanja ke pasar," ujar tukang sayur memberikan pembelaan.
"Mana mungkin saya ke pasar, Bang? Memang keburu? Kan, saya sibuk ngurusin rumah sama Toya sendiri,"
Cista dan Umi Salma saling pandang saat mendengar curhatan perempuan yang dipanggil Mpok Yaya itu.
"Oh, iya. Memang, Bapaknya Toya kemana, Mpok?"
"Ke--" ucapan Mpok Yaya terhenti saat matanya tak sengaja berpandangan dengan Cista.
"Ah, kok saya malah curhat. Gak enak, Bang. Itu yang lain juga antri mau belanja,"
Tukang sayur itu hanya manggut-manggut mendengar pernyataan Mpok Yaya dan kembali sibuk melayani ibu-ibu.
Sebelum kembali memilih barang belanjaannya, Cista berhenti sejenak. Kemudian, ia menatap curiga ke arah Mpok Yaya. Ia baru ingat ucapan Fariz tempo hari tentang janda kampung sebelah.
Demi rasa curiganya yang tak bisa tertahan lagi, Cista memberanikan diri untuk bertanya, "Mpok Yaya ini dari kampung sebelah, ya?"
"Iya," jawab Mpok Yaya singkat.
"Eh, saya duluan ya, Bang, Ibu-Ibu. Anak saya lagi tidur, takut kebangun," ujar Mpok Yaya tergesa-gesa setelah membayar belanjaannya.
Mungkin hanya Cista yang curiga dengan tingkah laku Mpok Yaya. Pertama, saat wanita itu hendak mengucapkan di mana ayah dari anaknya, ia refleks diam setelah melihat Cista. Kedua, saat Cista bertanya tempat tinggalnya. Ini seperti ada yang janggal bagi Cista.
Dengan berat hati, Cista membatalkan acara masak bersama dengan Umi Salma. Tentu saja dengan alasan fiktif. Karena, tidak mungkin ia berkata yang sebenarnya.
"BAPAK, PULANG!!!" teriak Cista saat telepon tersambung pada suaminya. Kemudian, mematikannya setelah mengucapkan dua kata menyeramkan itu.
Cista resah menunggu kepulangan Toro. Ia berkali-kali melongok ke arah jendela.
Akhirnya, setelah duapuluh menit menunggu, Toro tiba juga di rumah. Cista yang tak sabar langsung menarik kerah kemeja Toro dari belakang saat suaminya itu baru keluar dari mobilnya.
"Mak, sabar, Mak. Emak gak tahan banget ya? Bapak sampe ditarik-tarik gini,"
"Halah! Gak usah banyak cingcong! Jadi, Bapak maunya gimana? Tolong ya, Emak gak mau di madu ya! Gak ikhlas pokoknya!" cerocos Cista dengan nada tinggi.
Tentu saja, Toro bingung dengan ucapan Cista. Ia tak tahu apa sebabnya. Karena, tak biasanya juga Cista memintanya tiba-tiba pulang.
"Mak, sabar. Semuanya bisa kita bicarakan dengan kepala dingin," Toro mencoba menenangkan Cista yang tengah berapi-api.
"BAPAK AJA SANA MASUKIN PALANYA KE KULKAS BIAR DINGIN!" bentak Cista.
"Jadi ini sebenarnya ada apa, Mak?"
"Memang anak kita gak cukup banyak, Pak? Emak ini kurang apa, Pak?" Cista mulai terisak.
"Mak, aduh, Bapak gak ngerti masa," Toro mengacak rambutnya hingga tak beraturan.
"Bapak jangan mentang-mentang kaya!" teriak Cista lagi dengan tangis yang semakin kencang.
Toro mencoba memeluk Cista. Namun, Cista menepis tangan Toro yang hendak merangkul pinggangnya.
"Bapak bagi-bagi duit boleh. Tapi, jangan suka sebar benih sembarangan dong! Sakit hati Emak!"
"Eh? Tunggu, maksud Emak apa sih? Bapak gak pernah selingkuh, Mak."
"Nah, Bapak langsung peka! Ngaku aja deh! Bapak ada hubungan apa sama Mpok Yaya?" todong Cista.
"Bapak,"
Ucapan Toro yang terjeda membuat Cista semakin geram pada suaminya. Bisa-bisanya, tega-teganya, Toro mengkhianati Cista setelah ketujuh anak mereka tumbuh besar. Padahal, apa kurang Cista? Cantik, iya. Semog, juga iya. Anak cakep-cakep juga. Tapi, Toro masih tidak saja puas.
"Udah. Cukup. Bapak gak usah jawab apa-apa! Kita cukup sampai di sini! Pulangkan saja aku pada Ibuku, atau Ayahku," isak Cista.
Toro memeluk Cista cepat kali ini. Sebelum Cista menepisnya, Toro langsung mengunci kedua tangan Cista dengan pelukannya.
"Mak, Bapak gak pernah kayak gitu. Mana pernah, Bapak berkhianat sama Emak?"
"Tapi, kenapa, nama anak Mpok Yaya Toya. Itu bukan singkatan nama kalian?" tanya Cista.
Toro tertawa sebelum menjawab pertanyaan Cista, "Ya mana Bapak tau, Mak. Memangnya, Bapak petugas sensus?"
"Tapi, Mpok Yaya kayak takut lihat Emak. Itu bukan karena dia tau kalau Emak istri Bapak?"
"Lah, Bapak aja gak tau, Mpok Yaya itu yang mana. Lain kali, kenalin ya, Mak." canda Toro.
"HEH?!" Cista mencubit perut Toro cukup keras hingga suaminya itu mengaduh.
"Ampun, Mak. Ampuuun! Bapak bercanda, Mak!" Toro meringis kesakitan.
Melihat ekspresi Toro yang kesakitan dan tidak bercanda, Cista khawatir juga. Apa cubitannya terlalu keras. Ia menyingkap kemeja Toro untuk memastikan apa perut Toro lecet. Namun, reaksi Toro malah membuat Cista keki.
"Eh, Mak. Buka-bukaannya jangan di sini dong. Nanti, kalau ada anak-anak datang tanggung,"
"BAPAK! MESUM BANGET! BALIK KANTOR SANA!" teriak Cista dengan wajah memerah.
Tentu saja hal itu membuat Toro semakin gemas. Dan, dan, sudahlah jangan diteruskan. Kejadian selanjutnya tidak lulus sensor anak di bawah umur. Umurnya Firaun.
Gimana? Sudah gemay belum sama kapalku ini? 555 #TorTainShipper
Next Abang Jaylangkung deh kayaknya. Eh Jaylani.
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top