35. Gara-gara Sapi Kurban

Happy ied adha guys!
Vote dulu yekan.
.
.
.
.
.
"Udah, Jak. Bapak bercanda doang itu." Cista hampir kehabisan ide untuk menenangkan Jaki yang meraung-raung seperti serigala terjepit kaki meja karena menurut kabar burung, Bejo sang sapi keluarga akan dikurbankan pada Idul Adha kali ini.

"Bohong!"

"Tanya Tri tuh."

"Ada apa gerangan duhai Emakku tersayang? Yang cahayanya mengalahkan jingganya senja." Tri menyahut Cista dengan puitis sambil menggerakkan tangannya bak penyair.

"Heh, ngapain kamu, Tri?" tanya Cista terkejut terheran-heran.

"Ini lagi nyobain jadi anak indie, Mak."

"Indie, indie opo toh? Sini bantuin Emak jelasin ke Jaki kalo Bejo gak dikurbanin."

Cista mengembuskan napasnya berat. Lelah sekali rasanya membujuk Jaki.

"Jak, diem atau gue gigit nih!"

"Hush, bukan gitu Tri!" Cista menyenggol lengan Tri.

Sedangkan, anaknya itu hanya nyengir kuda dengan gigi dan gusi yang tampak semua.

"Jak, Bejo kagak dikurbanin kok. Percayalah padaku. Derita ini akan segera berakhir."

"Tri, jangan kayak Gusur deh!" bentak Cista lagi.

"Gusur siapa, Mak? Mantan Emak?" sahut Jaki yang masih sesegukan.

"Eh bukan! Itu lho tokoh novel zaman Emak muda."

Jaki dan Tri hanya bengong karena menyebutkan tokoh novel zaman dulu yang kalau disebutkan di sini juga tidak akan ada yang tahu. Sudahlah, biar author dan Cista yang tahu.

"Nah, itu udah gak nangis, Jak." Cista mengelus puncak kepala Jaki.

"Ah, tadi iklan, Mak. Habisnya Jaki penasaran." Jaki kembali menangis setelah menjawab Cista.

"Haduh! Jak, mari kita tanya pada sang Ayah yang baru saja kembali," tunjuk Tri pada Toro yang baru masuk ke rumah.

"Tri, normal aja ngomongnya bisa gak? Latihan dramanya sendiri aja. Emak puyeng!"

"Ada apa? Tri berantem sama Jaki?" tanya Toro yang baru saja datang.

"Bukan, Pak. Itu, Jaki nangis gara-gara katanya Bejo mau dipotong."

"Heh! Siapa yang bilang?!" Nada bicara Toro naik beberapa oktaf.

"Bang Fariz," jawab Jaki sambil sesegukan.

"Racun banget deh! Lagi-lagi tuh anak! Belum ngerasain Bapak balikin lagi ke trotoar apa?"

"Ha? Apa, Pak?"

"Bapak bercanda," sahut Cista.

"Hm, sepertinya ada rahasia, Ferguso!" lirik Jaki pada Tri sambil bicara dalam hati.

"Sepertinya kita harus menyelidikinya, Antonio." Tri mengangguk-angguk sambil bicara dalam hati juga.

Keluarga menembus mata batin.

Kembali lagi pada kasus sapi. Ternyata, Fariz melontarkan guyonan kalau Bejo akan dikurbankan. Sedangkan, sapi itu kesayangan Jaki.

"Tuh, sapi kurban Bapak ada di luar. Bapak tuh tadinya mau kasih tau. Eh, ada huru-hara. Yuk keluar!"

Cista, Tri dan Jaki mengikuti Toro untuk sapi kurban mereka.

"Puas, Jak?"

Jaki mengangguk bahagia karena sapi kurban mereka sudah tiba. Dan itu bukan Bejo.

"Siapa yang mau ikut Bapak ke kelurahan buat daftarin sapi kurban kita?"

Jaki dan Tri tunjuk tangan dan Toro menyetujuinya. Hanya, saat Cista ikut-ikutan, Toro melarangnya keras.

"Emak di rumah aja! Bapak gak suka ya, Emak digodain Pak Erte!" ucap Toro sewot.

Ingat, Pak. Kurbannya sapi, bukan perasaan.











Pendek banget aslian. Soalnya masih suasana ngabisin daging kurban yekan. Hehe
Kalian kurban apa nih? Sapi, kambing atau sama kayak sebelumnya? Perasaan?
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top