31. Gara-gara Nyontek!
Vote dulu asw!
.
.
.
.
.
"MAAAK... MAAAK..."
Cista yang tengah mengangkat jemuran langsung berlari ke ruang depan saat Ryusman berteriak.
"Astaghfirullah, ada apa, Yu?"
"Mak, huft, Mak," ucap Ryusman terengah-engah.
"Duduk dulu, Yu. Tenangin dulu." Cista mengambilkan segelas air lalu Ryusman disembur. Eh tidak, diberinya minum maksudnya.
"Mak, Bang Adul sama Bang Tri lagi tawuran!"
"Apa?! Tawuran sama siapa?" tanya Cista shock. Terlebih Toro belum pulang.
"Sama anak kampang sebelah, Mak."
"Heh, siapa yang ajarain kamu kasar?" bentak Cista.
"Eh, kampung maksudnya. Aduh, namanya juga lagi panik, Mak!"
"Ngeles aja kamu, kayak Jaki!"
Ryusman menceritakan kronologi Adul dan Tri yang katanya sedang tawuran itu.
"Itu anak macem-macem aja dah!"
Cista mondar-mandir di depan rumahnya menunggu Adul dan Tri pulang. Iyalah, kalau depan rumah tetangga pasti diusir.
"Wah ini nih anak bandel tukang tawuran!" Cista langsung menjewer kuping Adul dan Tri saat mereka baru datang. Padahal, wajah mereka saja sudah babak belur.
"Mak, ampun, Mak. Kita cuma pertahanin apa yang kita punya kok." Adul meringis sambil memegangi kupingnya yang masih Cista jewer.
"Nah iya, Mak. Aduh, Mak. Cukup gigi Tri aja yang panjang. Kupingnya jangan." Tri menambahkan.
Cista seakan menulikan pendengarannya dan tetap menyeret Adul dan Tri ke dalam rumah.
"Kalian harus disidang sama Bapak. Sekarang mandi!"
Perintah Cista tidak bisa dibantah oleh Adul maupun Tri. Keduanya masuk ke kamar masing-masing.
****
"Jadi, siapa yang punya masalah?" tanya Toro to the point.
"Adul, Pak." Adul hanya menundukkan wajahnya.
"Terus, Tri ngapain ikutan?"
"Anu, Pak. Tri tau, Adul ngerjain tugas semalaman. Eh, gara-gara dicolong temen sekelasnya dan dia ngumpulin duluan, Adul yang kena hukuman. Ya jelas Tri gak terima lah, Pak!" cerocos Tri dengan nada penuh emosi.
"Kan, bisa dibicarakan baik-baik, Tri, Dul." Toro melirik kepada kedua anaknya yang wajahnya penuh lebam.
"Adul udah coba, Pak."
"Tapi, si anak kampang sebelah itu gak mau ngaku dan ngeledekin Adul, Pak!" sambung Tri dengan emosi yang masih menggebu.
"Anak kampung sebelah maksud Tri, Pak." Adul membenarkan.
"Kok kamu yang emosi, Tri?" tanya Toro.
"Iya, soalnya dia yang rebut gebetan Tri juga dulu."
"Yeu, dendam pribadi."
Toro hanya geleng-geleng kepala. Jiwa muda mereka sedang membara, akan sulit menyelesaikan dengan kepala dingin. Oleh karena itu, Toro berinisiatif membicarakan hal ini pada dosen mata kuliah yang membuat Adul terkena masalah.
"Dah, besok Bapak yang bilang. Lain kali, jangan kayak gini lagi ya."
"Makasih, Pak." Adul memeluk Toro. Sedangkan Tri masih tampak emosi.
"Pak, kenapa gak kasih mereka pelajaran sih? Adul udah dibuat malu. Dasar tukang nyontek gak tau malu!"
"Sttt, terkadang, keras tidak harus dibalas dengan keras juga. Itu namanya proses pendewasaan, kalau memang mereka punya pikiran, pasti malu dengan sendirinya." Toro menatap Tri dengan tatapan teduh. Mencoba meredam emoai Tri.
"Kalau mereka gak mau ngaku gimana, Pak?" tanya Adul khawatir.
Ia takut dikira tukang ngadu. Padahal, ia hanya mempertahankan apa yang dia punya. Dan tidak bisa seenaknya orang mengklaimnya dan mempermalukannya.
"Tenang, Dul. Semua ada jalannya. Kalau tidak bisa diselesaikan dengan kepala dingin, Tuhan sudah menciptakan dua tangan buat baku hantam."
Jawaban Toro dianggukkan oleh Adul dan Tri. Namun, teriakan terdengar dari arah dapur.
"BAPAAAK! JADI GITU NGAJARIN ANAKNYA HA?" teriakan Cista membahana di seisi rumah.
"Ampun, Mak!"
Adul dan Tri hanya tertawa tertahan melihat nyali Toro yang langsung ciut karena teriakan Cista.
Mau ngumpulin warga yang emosot karena 9by9 dijiplak. Huhu
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top