20. Gara-gara Ngompol!

Vote dulu ya!
.
.
.
.
.
Kali ini, giliran Toro yang mendapat tugas membangunkan sahur keliling kompleks. Berhubung anggota keluarganya banyak, ia tidak digabungkan dengan orang lain. Ia cukup bersama dengan keenam anaknya yang berkeliling.

Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Dan itu berarti, sudah saatnya mereka berkeliling untuk membangunkan orang-orang.

Cista juga terpaksa harus ikut bangun lebih awal untuk memasakkan sahur Toro dan anak-anak yang harus keluar lebih pagi dan tidak sahur di rumah.

"Siap?" tanya Toro.

Anak-anaknya hanya menjawab dengan anggukan lemah. Ada juga yang hanya menguap, membetulkan sarung yang dikalungkan ke leher.

"Lah, Jaki mana?"

"Masih bogem, Pak," jawab Ryusman.

"Bogem?"

"Iya. Bobo gemes," jawab Ryusman lagi dengan ekspresi menggemaskan.

Fariz menoyor kepala Ryusman. Jaylani misuh-misuh. Dan, yang lain juga ikut menggerutu. Ryusman dan Jaki memang masih sangat kekanakkan. Tak jarang, kakak-kakaknya dibuat pusing tujuh keliling.

"Ih, Liyu kan jawabnya bener. Kok pada marah?" tanya Ryusman yang sudah berkaca-kaca.

"Ryu! Jangan dibiasakan cadel begitu!" bentak Toro.

"Maaf, Pak,"

"Ya sudah, Jay, kamu bangunkan Jaki. Mau ikut nggak, sih itu anak?"

Jaylani langsung berjalan cepat ke arah kamar Jaki. Namun, beberapa menit kemudian, anak sulung Toro itu berteriak.

"BAPAK, JAKINYA GAK MAU BANGUN. TAPI NGOMPOL!"

Sontak, teriakan Jaylani membuat yang lain tertawa. Bahkan, Cista yang tengah menata rantang pun ikut tertawa.

Jaki memang kadang masih suka mengompol. Mungkin, karena kebiasaannya minum susu sampai sekarang dan lupa buang air kecil sebelum tidur.

"Ampuuun! Kalau begini caranya, kita gak bangunin orang. Dah ah, Jakinya ditinggal aja yuk! Semuanya berangkat. Kalau kesiangan malu."

Semua mengangguk mengikuti instruksi Toro.

"Ya sudah. Biar Jaki, Emak yang urus," ujar Cista sambil menyerahkan makanan pada Toro.

Semuanya berangkat tanpa Jaki yang masih belum bangun meski tempat tidurnya sudah basah.

****

"Masih ngambek, Jak?" tanya Cista saat putra bungsunya itu pulang sekolah.

Wajahnya masih ditekuk dan juga lesu. Jadi, cerita Jaki marah karena tidak diajak keliling membangunkan sahur. Padahal, ia saja yang tidak bisa bangun.

"Jaki mau Emak buatin apa nanti buka puasa?"

Jaki masih diam saja. Enggan menjawab pertanyaan Cista. Anak itu memang mogok bicara pada semuanya sejak pagi tadi. Eh tidak semua. Ia hanya mau bicara pada Jamyla.

"Kalau Bapak sama Kakak-Kakakmu nunggu kamu. Nanti, malah gak bangunin orang sahur. Jaki harus ngerti. Kadang, ada hal yang lebih penting dan harus diprioritaskan daripada kepentingan pribadi," nasihat Cista dengan nada lembut.

"Iya, Mak. Jaki yang salah. Jaki yang susah dibangunin," cicit Jaki yang akhirnya mau mengakui kesalahannya.

"Dan ngompol. Jangan dilewat dong kalau lagi pengakuan dosa," ujar Cista sambil menahan tawa.

"Ih, Emak. Jaki kan malu,"

"Kalau malu, jangan ngompol!"

Jaki mengangguk sebelum merentangkan kedua tangannya meminta dipeluk.

Memang, kebiasaan Jaki setelah ngambek atau menangis adalah meminta Cista untuk memeluknya.

Beruntung, kali ini, Ryusman belum pulang. Biasanya, mereka rebutan dipeluk Cista sampai saling menangis.

"Duh, anak Emak udah gede masih manja aja. Bilangnya mau punya adik. Kalau gini, Emak ngurusin tiga bayi dong," gurau Cista sambil memeluk Jaki.

"Jaki gak jadi mau punya adiknya. Jaki mau puding cokelat aja buat buka puasa," ujar Jaki manja.

Cista mengacak gemas rambut Jaki.

"Tapi, Jaki bantu Emak bikin pudingnya ya,"

"Siap 86!" pekik Jaki.

Dasar anak kecil!










Maafkan aku, Jaki seyeng ):
Menurut kalian kependekan gak sih tiap babnya? Soalnya aku menyesuaikan karena ini masuknya sitkom.
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#AuthorTerjombloSedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top