14. Liyuiyuiyuiyu
Vote dulu lahyaaa!
.
.
.
.
.
Setelah insiden Cista yang melabrak Mpok Yaya tempo hari, Fariz yang merupakan dalang utama dari segala kekacauan yang hampir saja menimbulkan baku hantam di keluarga ini mendapatkan hukuman yaitu dideportasi ke rumah eyangnya yang bisa dikatakan cukup jauh dari peradaban modern. Fariz harus menerima jika selama di sana, ia tidak bisa hidup seperti di rumahnya saat ini. Entah, Fariz akan sanggup atau tidak, tinggal selama sebulan disana. Tanpa sinyal dan akses internet.
"Take care, ya Riz!" kekeh Jaylani yang bertugas membawakan koper-koper Fariz.
Jangan ditanya bagaimana ekspresi Fariz saat ini. Wajahnya lebih pantas disebut kanebo kering saking kusutnya. Matanya juga sembab karena menangis semalaman. Namun, keputusan Toro ini mutlak. Tidak dapat diganggu gugat.
"Semoga, ini bisa jadi pelajaran berharga buat kamu, Riz. Tindakan kamu ini hampir mematahkan keharmonisan rumahtangga kita," ucap Toro bijak.
"Buat kalian juga, nih. Bandel boleh, tapi harus tahu batasan,"
"Iya, Pak!" jawab Jaylani, Jamyla, Adul, Tri, Ryusman dan Jaki secara serempak.
Cista memeluk Fariz sebelum putranya itu pergi. Sebenarnya, Cista tidak tega. Namun, berada di rumah eyangnya bukan termasuk hukuman yang kejam. Barangkali, Fariz bisa belajar banyak hal di sana.
****
Memang cukup berat, melepas satu saja anak bandel dari keluarga bangsul ini. Meski anggota keluarganya banyak, tetap saja seperti ada yang hilang saat satu kursi di meja makan kosong. Seperti malam ini misalnya. Satu persatu anggota keluarga bangsul melirik bangku kosong yang biasanya ditempati Fariz.
Suasana mendadak hening, sampai tiba-tiba, isakan Ryusman mengagetkan semuanya.
"Yu, lo kenapa dah?" tanya Adul yang duduk tepat di samping Ryusman.
"Ryu kangen Bang Fariz masa," ucap Ryusman sambil terisak.
"Biarpun Bang Fariz suka belah bola pingpong Ryu, tapi Bang Fariz baik. Dia suka marahin anak-anak yang lempar petasan ke Ryu. Huaaa,"
"Yeu, kita juga sama sedih gak ada Fariz. Tapi gak nangis gini juga, Yu!" tegur Tri yang heran pada adiknya yang satu ini. Cengengnya luarbiasa.
"Lo gak malu sama badan, Yu? Badan paling gede, hobi nangis. Gak malu sama Jaki noh?"
"Ih, kenapa kalian semua gak ada yang memahami kegalauan Ryu sih?"
"Lebay lo, ah!"
Toro dan Cista hanya menyaksikan kekonyolan interaksi anak-anaknya sambil geleng-geleng kepala. Namun, kali ini Cista bertindak. Saat tangisan Ryu semakin kencang.
"Kenapa, Yu? Yang lain gak sehisteris kamu, deh!"
"Itu, Mak! Jatah ayam Bang Fariz diambil Bang Adul," rengeknya.
"Ya gapapa, Yu. Perbaikan nilai gizi! Adul kan kontet," timpal Jamyla enteng.
Adul yang tengah menggigit ayamnya terpaksa berhenti saat Jamyla berkata demikian. Potongan ayam itu menggantung di mulutnya.
"Kak Jejem gak ngaca masa, kayak sendiri gak kurang kalsium aja," Jaki lah yang membalas perkataan Jamyla.
"Mak, Jaki ngatain tuh!" adu Jamyla pada Cista.
"Udah, makan aja lanjut! Sehari aja, bisa gak sih, gak ribut?" Toro berdecak heran.
Apa keluarganya kena kutukan? Kenapa setiap hari selalu saja ada tragedi yang terjadi?
****
"Mak, Ryu gak masuk sekolah ya," rengek Ryusman saat Cista membangunkannya.
"Lah? Kamu sakit, Yu?"
Ryusman menggeleng. Cista mengernyitkan keningnya. Padahal, biasanya Ryusman paling rajin sekolah dan tidak pernah bolos.
"Terus kenapa?"
"Mak, sini deh Ryu bisikin,"
Cista mendekat ke arah Ryu. Entah apa yang akan anak bongsornya itu katakan.
"Ryu malu, Mak," bisik Ryusman pelan.
"Malu kenapa? Yang jelas dong!"
"Gini, Mak. Ih, tapi, Emak janji ya jangan bilang siapa-siapa. Ryu malu,"
Cista mengangguk sebelum mencubit gemas pipi chubby Ryusman.
"Ryu baru nembak cewek kemarin. Terus, Ryu malu kalo ketemu dia," bisik Ryusman malu-malu. Wajahnya sudah memerah.
"Kamu ditolak?"
Ryusman menggeleng. Cista tentu saja heran. Ada-ada saja. Orang tidak ditolak tapi tidak mau bertemu.
"Terus?"
"Emak terus-terus mulu deh! Ya pokoknya Ryu malu,"
"Kamu mau Emak izinkan apa?" Cista menghela napas.
"Beneran boleh?" tanya Ryusman dengan mata berbinar. "Sayang Emak!" ia memeluk Cista erat.
"Emak bilang kamu malu ketemu pacar kamu, ya?" goda Cista.
"Ih, jangan dong! Bilang Ryu demam aja, Mak,"
Untuk melengkapi akting Ryusman pagi ini, Cista membawa sarapan Ryusman ke kamarnya. Saudaranya yang lain juga percaya saja, karena kemarin Ryusman sempat kehujanan.
****
Seharian, Ryusman hanya berdiam diri di kamar. Enak sih sebenarnya karena ia bisa malas-malasan kali ini. Ia sengaja mematikan ponselnya.
"Yu, ada teman kamu nih!" teriak Cista dari ruang tamu.
"Siapa?" balas Ryusman.
"Emak suruh masuk aja, ya!"
"Iya, Mak!"
Ryusman menunggu agak lama. Karena Cista bilang temannya dan ia tidak masuk karena alasan sakit, Ryusman tetap diam di kamar meski rasa penasaran mengganggunya.
"Liyu," sapa seorang gadis manis yang melongok lewat celah pintu kamar Ryusman.
"Lala?!" Ryusman terkejut melihat siapa yang datang.
Ia berusaha mati-matian tidak bertemu gadis itu sampai tidak sekolah hari ini. Eh, gadis itu malah datang ke rumahnya.
"Liyu katanya sakit?" gadis manis itu mendekat ke arah Ryusman.
Tentu saja, Ryusman grogi bukan kepalang. Ia rasanya ingin berteriak meminta tolong pada Cista.
"Em, udah, enakan, kok," jawab Ryusman gugup.
"Liyu mau puding? Lala bikin sendiri tau. Tadinya mau ngajak Liyu makan bareng. Eh, Liyu malah sakit,"
"Em, makasih, Lala. Liyu jadi malu," cicit Ryusman.
Kemudian, kedua remaja itu saling menyuapi puding satu sama lain dengan manisnya.
Cista yang memang dari awal mengintip dari balik pintu, mati-matian menahan tawa karena panggilan sayang mereka yang cukup menggelikan.
Sebenarnya nama pacar Ryusman itu Rara. Tapi, mereka memanggil nama masing-masing dengan di cadel-cadelkan. Liyu dan Lala. Hmm, dasar alay!
Hiyahiyahiya. Bayi bongsor udah gede!
Kukasih agak panjangan nih. Wkwk
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top