Empat

Hari ini seperti hari-hari sebelumnya. Lara berangkat bekerja dengan membawa satu kantung plastik besar yang berisi dua buah kotak plastik yang juga berukuran besar yang sudah terisi penuh kue. Jika ditanya kapan Lara membuatnya? Apakah ada waktu? Tentu saja ada.

Lara biasanya membuat kue-kue itu pada malam hari. Lara selalu membuat kue-kue yang tidak mudah basi dan tahan untuk beberapa hari. Jikapun ia membuat kue basah, maka terpaksa dia membuatnya dini hari sebelum subuh. Yah, Lara harus mengorbankan jam tidurnya demi untuk mendapatkan tambahan penghasilan.

Setelah mengantarkan Adrian ke sekolahnya, Larapun bergegas menuju Prima Tex. Berjalan kaki dari sekolah Adrian ke tempat ia bekerja tidaklah melelahkan. Apalagi saat hari masih begitu pagi. Udara di sekitarnya masih sangat segar.

Setelah menitipkan kuenya di kantin Larapun segera menuju pintu samping kantor tanpa melupakan kue yang harus ia siapkan untuk putra pak Danu, direktur baru itu.

Masih terlalu pagi bagi Lara untuk menyiapkan minuman bagi direktur baru itu. Akhirnya ia pun memutuskan bergegas membersihkan pantry meskipun itu bukan kewajibannya. Ada petugas kebersihan yang biasa melakukannya. Nanti setelah membersihkan pantry ia akan mulai menyiapkan minuman untuk para petinggi di perusahaan ini. Mereka semua mempunyai selera dan keinginan yang berbeda-beda.

Jika pagi hari seperti saat ini, kebanyakan yang diinginkan mereka adalah kopi atau teh. Tetapi beberapa orang terutama perempuan bahkan ada yang meminta dibuatkan susu rendah lemak untuk sarapan mereka.

Begitu selesai menyiapkan minuman, Lara pun bersiap mengantarkan cangkir berisi minuman-minuman itu. Tujuan pertama adalah ruang direktur utama di lantai dua. Para petinggi di perusahaan dan pemegang jabatan penting lainnya memang mendapatkan ruangan di lantai dua.

Gedung kantor perusahaan ini hanya berlantai dua. Luasnya lahan yang dimiliki perusahaan, itulah salah satu alasannya. Di bagian terdepan begitu memasuki pintu gerbang perusahaan adalah area parkir juga taman. Disusul di sebelah kiri terdapat Musholla yang cukup besar untuk menampung para karyawan yang beribadah di tempat kerja.

Kantor dari perusahaan tekstil ini terletak di tengah memanjang ke samping. Sedangkan pabrik tempat produksi ada di belakang kantor. Area yang paling luas di perusahan ini adalah area pabrik. Entah berapa hektar tanah yang digunakan untuk area ini. Setidaknya Lara bersyukur, dengan semakin majunya perusahaan ini maka semakin banyak jumlah orang yang menjadi karyawan di sini. Seperti halnya Lara saat ini. Dan secara tak langsung dengan jumlah karyawan yang tak terhitung itu pasti di antara mereka ada yang berkeinginan mencicipi kue-kue buatan Lara di kantin.

Begitu mencapai ruang direktur, tampak salah satu petugas kebersihan baru saja keluar dari ruangan orang nomer satu tersebut. Lara sempat menyapa sekilas petugas kebersihan itu kemudian memasuki ruangan yang cukup luas tersebut.

Disapukan pandangannya ke sekeliling ruangan. Masih sama seperti biasa. Tak ada satu bendapun bergeser dari tempatnya. Mungkin direktur baru itu tidak berkeinginan merubah apapun yang ada di ruangan ini. Yah, merekakan ayah dan anak, jadi wajar jika selera mereka sama.

Lara meletakkan dua buah cangkir berisi teh dan kopi yang masih mengepul, memasang tutupnya agar kehangatannya tetap terjaga hingga sang pemilik ruangan menikmatinya nanti.

Lara tidak tahu apa yang diinginkan direktur baru itu. Dengan menyiapkan dua minuman sekaligus, Lara berharap bisa mengetahui apa minuman yang diinginkan pemilik ruangan ini untuk besok dan seterusnya. Mungkin juga nanti Lara akan menanyakan kepada Vely, minuman apa yang di inginkan sang bos besar di kantornya ini.

Sedangkan dua jenis kue beserta sepasang sendok dan garpu kecil juga ikut menemani kopi dan teh panas yang sudah tersaji rapi.

Setelah memastikan tak ada satupun yang terlewat akhirnya Lara pun keluar meninggalkan ruangan itu untuk melanjutkan tugasnya mengantar minuman di tiap meja pada setiap ruangan di lantai dua ini.

***
Sudah lebih dari satu minggu Lara melakukan kebiasaan barunya. Menyiapkan kopi hitam yang cukup pekat setiap pagi juga kue untuk direktur baru.

Setelah menyiapkan dua minuman di hari pertama direktur itu bekerja, siang harinya Vely memberitahunya jika sang bos besar meminta Lara hanya menyiapkan kopi hitam yang cukup kental di pagi hari. Dan setelah jam makan siang baru dia akan meminta dibuatkan teh tanpa gula.

Lara mencatat semuanya dalam kepalanya. Yang Lara heran, kenapa hingga detik ini tak sekalipun Lara melihat wajah direktur. Lara penasaran dengan orang nomor satu di perusahaan ini.

Semua orang membicarakannya, tapi percuma. Sepertinya hanya Lara seorang yang tak pernah melihat bagaimana rupa sang direktur yang katanya sangat menawan itu.

Mungkin siapa tahu besok atau lusa Lara bisa kebetulan berpapasan dengan direktur baru itu sehingga bisa melihat wajah putra pak Danu yang baik hati. Jika ayahnya sebaik itu, bisa jadi anaknya pun demikian. Ya, Lara berharap seperti itu.

Melihat direktur utama secara langsung bagi karyawan bawah seperti Lara adalah hal yang amat mustahil. Orang-orang atas atau petinggi perusahaan tidak akan mungkin berinteraksi langsung dengan mereka. Bahkan saat mereka meminta untuk memesankan atau membeli makan siang pun, asisten atau juga sekretarisnya lah yang akan melakukannya--menyuruh office girl atau office boy. Begitupun dengan menghidangkan makanan ke mejanya.

"Mbak bisa minta tolong nggak?" Vely tiba-tiba muncul di pintu masuk pantry.

"Minta tolong apa Vel? Mbak lagi kosong kok," siapapun orang yang menyuruhnya, tak sekalipun Lara menolak. Dia di sini di gaji untuk itu, dan jika beruntung ia akan mendapatkan bonus. Ya, terkadang beberapa karyawan yang menyuruhnya melakukan sesuatu seperti membelikan makan siang, biasanya akan memberikan uang lebih untuk makan siang Lara juga. Jika Lara menolak dengan alasan karena sudah makan siang, maka mereka akan tetap memberikan uang sebagai ganti makan siang Lara.

Lara sudah sering menolaknya, tetapi mereka semua adalah orang-orang pemaksa. Dan akhirnya mau tak mau Lara pun menerima kebaikan mereka.

Bukannya Lara menolak rejeki, tapi Lara tak ingin terus menerus mendapat belas kasihan dari orang-orang di sekitarnya. Tetapi mau bagaimana lagi, mungkin mereka memandang Lara sebagai sosok yang patut dikasihani. Hidup berdua dengan seorang anak yang harus ia cukupi kebutuhannya seorang diri bukanlah hal yang mudah. Mungkin itu pemikiran mereka.

Tak jarang juga, bahkan setiap mereka mendapatkan gaji di awal bulan, Lara sering mendapatkan amplop yang berisi uang yang katanya untuk jajan Adrian.

Tidak banyak memang, tapi jika amplop-amplop itu dikumpulkan, nominal di dalamnya bisa dikatakan lumayan banyak bagi Lara yang mempunyai penghasilan tiap bulan tak seberapa.

Lara biasanya akan menyimpan uang itu untuk kebutuhan-kebutuhan tak terduga seperti sakit atau tiba-tiba ada kerusakan di rumahnya. Selain uang, terkadang mereka juga ada yang memberikan snack, baju, atau bahkan tas untuk Adrian.

Lara merasa beruntung tetapi juga perasaan rendah diri yang semakin kuat mengakar di hatinya. Dia tidak ingin dikasihani, tetapi tampaknya semua orang mengasihaninya.

"Bapak katanya mau makan siang di ruangannya aja. Tolong beliin soto di kantinnya bu Rahma ya mbak. Teh sama air putihnya juga tolong jangan sampai lupa." Lara mengangguk mengiyakan dan mencatat pesanan Vely di kepalanya.

"Ada lagi yang lain Vel?"

"Bapak minta kuahnya dipisah. Semuanya dipisah pokoknya." bapak yang di maksud Vely adalah direktur baru itu.

Setelah tidak ada lagi pesan yang Vely sampaikan. Segera Lara menyiapkan teh kental tanpa gula seperti permintaan direktur baru itu seperti biasa. Setelahnya baru Lara bergegas ke kantin untuk memesankan soto kemudian membawanya kembali ke pantry. Ia akan membawa makanan dan minuman itu bersamaan. Agar lebih efisien. Begitu menurut Lara. Akan tidak nyaman jika menghidangkan makanan tidak berbarengan dengan minumannya sekaligus. Bagaimana jika tersedak? Pasti akan bingung mencari minuman jika belum terhidang bukan?

Setelah meletakkan semua makanan beserta minumannya sekaligus di atas sebuah nampan berukuran cukup besar, Lara segera berderap menuju ruang direktur. Dilihatnya Vely yang tampak sibuk mengetikkan sesuatu pada laptop di depannya. Meja kerja Vely, sang sekeretaris memang terletak di depan ruang direktur.

"Vel, ini makanannya gimana?"

"Oh, sudah ya, mbak? Minta tolong bawa masuk aja ya. Aku masih belum selesai nih. Nanggung banget. Ketuk aja dulu pintunya." Lara mengiyakan dan segera mengetuk pintu. Begitu mendengar sahutan dari dalam, segera diraihnya handle pintu dan didorongnya pintu itu pelan menggunakan sikunya. Lara harus memastikan isi nampan yang dibawanya tidak sampai bergeser ataupun tumpah.

Begitu pintu terbuka segera diayunkan langkahnya memasuki ruangan. Hm... Aroma yang menenangkan. Sepertinya Lara pernah mencium aroma ini tapi di mana? Di enyahkannya pikiran melantur Lara. Dia pun berucap pada sosok di depannya yang tampak sibuk menekuri lembaran-lembaran kertas yang berserakan di mejanya.

"Maaf mengganggu, pak. Ini saya bawa makan siang pesanan bapak," pria di depan Lara seketika mendongak. Raut kaget seketika tercetak jelas pada wajah pria itu. Lara juga tak kalah kaget. Wajahnya seketika pias saat mendapatkan tatapan tajam dari pria itu.

Segera ditutup mulutnya untuk menghilangkan kekagetannya menggunakan kedua tangannya, tanpa menyadari resiko dari tindakannya. Nampan yang berisi kuah soto yang masih mengepulkan asap panas juga teh yang tak kalah panas itu seketika ikut terangkat mengikuti gerakan tangan Lara.

Menyiram wajah, leher juga tubuh bagian depan Lara. Suara pecahan gelas kaca dan piring setelahnya juga menyusul tertangkap telinga Lara di sertai ambruknya tubuh Lara ke lantai. Ia jatuh terduduk tanpa bisa mengalihkan pandangannya dari pria yang seketika berdiri di balik meja kerjanya itu. Rasa panas di sekujur tubuhnya tak Lara hiraukan demi menyaksikan apakah sosok yang berdiri menjulang bak jendral yang akan pergi berperang dengan tatapan tajam dan baju serba hitam itu adalah nyata. Setelah mengedipkan matanya berkali-kali dia yakin dialah orangnya. Ya, benar memang dia orangnya. Hantu masa silamnya yang kini jika diperhatikan sekali lagi lebih tepat di sebut malaikat kematian. Malaikat kematian dengan jubah serba hitamnya yang begitu menakutkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top